Tulisan ini sebenarnya pesanan kawan saya, tapi beruntung karenanya saya bisa mengenal lebih jauh tentang sosok Raden Mas Panji Sosrokartono yaitu kakak dari Kartini, guru dari Bung Karno sekaligus rekan dari Ki Hadjar Dewantara.
Petuah-petuah seorang Sosrokartono nampak sederhana dan alamiah apa adanya, namun isinya mengandung ajaran kebijaksanaan dan welas asih yang amat dalam. Dari mana beliau belajar sesungguhnya memang jadi pencarian dan misteri banyak orang.
Dari mana Sosrokartono menemukan ajaran tentang filsafat yang mendalam? Banyak yang menduga, beliau mengambil banyak referensi dari Kitab Weda, Upanishad, Bhagavadgita, Kitab Suci agama Buddha, Tao Teh Tjing, maupun kawruh tasawuf dari Arab. Apalagi ia mendapatkan didikan ala Eropa selama 27 tahun (1989-1925). Tetapi semua itu tidak tepat, karena Sosrokartono menemukan kedalaman spiritual karena pergulatannya sehari-hari.
Diri adalah guru
Sumber-sumber tertulis menyatakan bahwa Sosrokartono mengajarkan ilmu kasunyatan, yang tak lain adalah ajaran tentang kekosongan (sunna, shunya) yang selaras dengan ajaran inti Buddha. Beliau menggambarkan sunyata ini sebagai Alif yang berkerebat dengan aksara huruf A bahasa Latin, asal muasal semua huruf.
Dengan kertas bertuliskan Alif ini, ia menyembuhkan banyak orang dengan memasukkannya ke dalam air lalu meminumkannya pada si sakit. Dari mana ia belajar metode seperti ini? Yang pasti, beliau dan adiknya Kartini mengenal dengan baik juru Tionghoa yang meminta mereka minum air kertas fu (talisman) dari Kelenteng Xuantian Shangdi Miao di Welahan. Konon ia juga bervegetarian sama dengan adiknya, Kartini. Sang pangeran dari Jawa ini juga tidak menikah rupanya dan hidup selibat.
Baca juga: Menjadi Manusia Seutuhnya
Sosrokartono juga berkali-kali mengenalkan falsafah yang dianutnya sebagai kejawen Budi Jawa: Angudi kaluhuran Budi Jawi. ‘Belajar keluhuran budi Jawa’. Anggelar papanpanggesangan lan Budi Jawi. ‘Menyediakan tempat kehidupan dan budi Jawa’.
Dede bandha, dede pangkat ingkang dados ancas ulun, martabat lan Budi ingkang ulun sujudi.
Bukan harta bukan pangkat yang menjadi tujuan saya, martabat dan budi yang saya sangat hormati.
Anyebar wineh Budi Jawi, nggampilaken margining bangsa, ngupaya papan panggesangan.
Menyebar benih budi Jawa, memudahkan jalan bangsa mencari tempat hidup (nafkah).
Melihatnya melalui kacamata Dharma
Xuantian Shangdi Miao di Welahan, Jepara adalah kelenteng pertama Zhenwu di Indonesia yang sudah terkenal sejak berdirinya karena khasiatnya dalam memberikan penyembuhan pada para pesakit.
Pada usia 15 tahun, alkisah Zhenwu meninggalkan kerajaan dan bertapa di gunung Wudang bak kisah pangeran Siddharta. Dalam cerita Beiyou Ji (Perjalanan ke Utara, Pak Yu Ki) masa Ming, dalam bab akhir Zhenwu dipuji-puji sebagai Buddha Usia Tanpa Batas (Wuliangshou Fo/Amitayus).
Zhenwu di kalangan Buddhis juga dikenal dengan nama Bodhisattva Sudrsti (Miaojian), yang mana wujud perempuannya adalah manifestasi Avalokiteshvara (Guanyin).
Pada tahun 1212, Upasaka Ruru menandai persamaan ini berkata, “Sakyamuni Buddha seketika meninggalkan istana dan pergi ke pegunungan bersalju. Upasaka Pang mengambil kekayaannya dan menenggelamkannya ke samudera. Zhenwu tidak meneruskan takhta, ia hanya mengabdikan dirinya dengan pelatihan diri. Lu Dongbin menjadi resi, namun masih rajin bertemu dengan para guru Chan.”
Aslinya, Zhenwu adalah sesosok manusia yang selalu diwarnai dengan satu perjalanan spiritual, sama dengan Sosrokartono dan Kartini. Zhenwu juga tidak menikah, dan akhirnya mencapai kesempurnaan bahkan bergelar Buddha. Jelas pula bahwa Sosrokartono juga sangat menjiwai Budi yang berasal dari kata buddhi atau bodhi (pencerahan).
Baca juga: Kartinian itu Baca Buku
Pencerahan ini atau Dharmakaya, dijelaskan oleh bhiksu Shingon, Kukai, juga sebagai aksara siddham A. Hakikat tertinggi itu digambarkan dengan aksara akar ini.
Para biksu Shingon memeditasikan huruf aksara A ini dengan nama meditasi ajikan, dengan tujuan merealisasi tataran Buddha Mahavairocana dalam batin, yang dianggap Sang Esa dan Eka di tanah Jawa ini tempat raja-raja Jawa bersembah diri. Konon, Sosrokartono menyelipkan secarik kertas putih bertuliskan huruf Alif ke dalam peci Soekarno tanpa menyebut maksudnya.
Nama “Panji” dari Sosrokartono barangkali memang mengandung makna satu pencapaian kesempurnaan spiritual, seperti figur bertopi di candi-candi itu.
Penulis, aktivis komunitas Chan Indonesia, dan co-founder dari Mindful Project
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara