Film ini dimulai dengan adegan Adi yang mengecat kuku ibunya sebelum pulang dari rumah sakit. Sang ibu (Ibu Maryam) berpesan jika beliau meninggal, gigi palsunya jangan dilepas (hanya orang anggota keluarga yang tau beliau menggunakan gigi palsu).
Dari sinilah konflik mulai dibangun. Sang ibu meninggal sepulang dari rumah sakit. Oh ya, keluarga ini dikisahkan berbeda agama, sang ayah Kristiani, sang ibu ikut jadi Kristiani (namun kembali menjadi Muslim menjelang akhir hayatnya). Bahkan sudah menunaikan ibadah haji.
Pasangan ini memiliki 3 anak (Fara, Aryo, dan Adi), ada yang ikut agama ayah (Aryo), ada yang Islam (Fara). Untuk Adi tidak digambarkan dengan jelas apa agamanya. Konflik dimulai dengan keberadaan cat kuku, gigi palsu pada ibunya, dan apakah boleh anak yang Kristiani ikut memegang jenazah ibu saat pemakaman.
Baca juga: Pesan Buddhadharma dalam Film Wonder Woman
Solusi atas konflik ada yang digambarkan secara jelas misal cat kuku yang dibersihkan dan anak yang anak sulung (Fara) yang membela Aryo (adik) ketika pihak keluarga (Tante) mengatakan Aryo yang beda agama tidak boleh ikut memakamkan sang ibu. “Biarin Tante, dosanya biar kami yang tanggung,” bela Fara, sang kakak. Akhirnya pemakaman berlangsung dengan cara dua agama. Jenazah dimakamkan secara islam tapi juga ada doa secara Kristiani.
Film ini merupakan gabungan 5 film pendek dari 5 sutradara yang masing-masing mengangkat satu sila dari Pancasila. Film ini menarik perhatian sebelum tayang karena adanya perbedaan batasan usia untuk penonton. Lola Amaria (produser dan satu dari lima sutradara film ini) menghendaki film ini untuk 13 tahun ke atas tapi dari Lembaga Sensor Film (LSF) menetapkan untuk anak usia 17 tahun ke atas.
Humor di tengah adegan serius
Di tengah film, penulis baru menyadari karakter Ibu Maryam yang toleran karena bersedia menerima pendeta yang mendoakannya, meski ia saat itu sudah bukan Kristiani lagi.
Film ini juga coba menggambarkan tidak adanya sekat antara majikan dan pembantu (mereka menganggap Mbok Idjah sebagai bagian dari keluarga). Bagaimana mereka peduli pada anak Mbok Idjah yang jadi tersangka dalam kasus pencurian. Dan di ending film, akhirnya Mbok Idjah sekeluarga tinggal bersama Fara, Aryo, dan Adi.
Di tengah film yang “serius” ini, pembuat film mencoba menghadirkan humor lewat sosok Mr. Fajar, notaris yang akan menyampaikan surat wasiat sang ibunda. Penonton di studio sontak tertawa saat menyaksikan dan mendengar dialog notaris dengan anak-anak Ibu Maryam ini.
Agama dan rokok
Film berdurasi 110 menit ini mencoba mengangkat kejadian yang ada di masyarakat. Toleransi beragama, persekusi, main hakim sendiri, dan bagaimana penegak hukum mengadili “anak” (dari kalangan miskin) yang mencuri buah kakao.
Film ini juga mengangkat kasus diskriminasi (pibumi – nonpribumi) saat pemilik klub renang memutuskan untuk memilih Andre daripada Kevin yang catatan waktu lebih baik, sebagai wakil Indonesia dalam Asian Games.
Bagi penulis, sayangnya film ini kurang menampilkan agama yang ada di Indonesia secara lengkap. Mungkin ada baiknya ada pemeran yang mewakili agama Buddha (misalkan saja Kevin yang mampir sejenak ke vihara sehabis latihan renang, lalu ber-namaskara di depan Buddha rupang). Lalu ada tokoh pemuda Bali, mewakili umat Hindu, misalnya saja ada percakapan telepon, Bli Made minta maaf tidak bisa ikut kerja kelompok karena harus beribadah ke pura dan temannya bisa memaklumi.
Baca juga: Mengapa Kita Perlu Menonton Film Hacksaw Ridge?
Satu lagi, sayangnya ada adegan merokok yang ditampilkan. Umumnya film-film yang ditayangkan televisi, adegan merokok biasanya dihilangkan atau diblur. Bagusnya sih adegan merokok tidak menampilkan secara utuh seseorang mengisap rokok. Cukup adegan menyalakan korek atau ada asap rokok yang disorot dari samping seperti halnya pencuri yang dibakar, hanya ada adegan menyalakan korek api.
Ada baiknya Anda sekeluarga ikut menyaksikan film ini. Anak di bawah usia 17 tahun boleh juga ikut menonton (penjaga tiket tidak terlalu ketat mengawasi penonton yang hendak menyaksikan film ini), asal Anda sebagai orangtua ikut mendampingi dan nanti di rumah dapat menjelaskan agar tujuan film ini untuk menumbuhkan toleransi hidup dalam keberagaman di Indonesia dapat tercapai.
Suami Linda Muditavati, ayah 2 putra dari Anathapindika Dravichi Jan dan Revata Dracozwei Jan. Pembuat apps Buddhapedia, suka sulap dan menulis, tinggal di Bandung.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara