“Karena minuman itulah saya menjadi anak leluhur suci Cina, yaitu Santikkong dari Welahan.
Kira-kira setahun yang lalu kami berkunjung pada leluhur suci itu, saya harus belajar kenal Bapak saya yang besar itu. Itu patung kecil dari emas yang siang dan malam didupai.” ~ Kartini
Dunia Buddhis banyak dihebohkan dengan Kartini yang mengaku sebagai ”Boeddha-kindje” atau anak Buddha tapi mereka lupa bahwa sebenarnya yang dimaksud Kartini itu sebenarnya bukan Buddha Gotama! Lah terus siapa?
Kartini “dianak−angkatkan” pada Santikkong yang Mandarinnya adalah Xuandi Gong atau Xuanwu. Siapakah sebenarnya “Bapak” dari Kartini ini?
Siapa Xuanwu?
Xuanwu adalah Dewa yang sudah ada semenjak Dinasti Han. Ia dikenali dengan lambangnya yaitu kura-kura dan ular yang menjaga surga bagian utara. Pada abad ke 7 M, Xuanwu mulai dipuja sebagai Dewata mandiri. Pada masa Song ia mendapat gelar Zhenwu dan pada masa Yuan mendapat gelar Xuantian Shangdi.
Ia meroket menjadi sangat populer sampai kalangan masyarakat ketika menjadi Dewata resmi pelindung kerajaan dan negara pada masa Dinasti Ming dan pusat pemujaannya ada di gunung Wudang.
Baca juga: Perempuan-perempuan Tangguh dari Jepara
Menurut kitab Taishang Shuo Xuantian Dasheng Zhenwu Benzhuan Shenzhou Miaojing, Xuanwu adalah tubuh penjelmaan dari Taishang Laojun, pendiri agama Tao itu sendiri.
Ia lahir di keluarga kerajaan, meninggalkan rumah dan melatih Tao di Gunung Wudang hingga mencapai kesempurnaan. Xuanwu juga merupakan nama salah satu tujuh bintang utara dari 28 konstelasi bintang.
Di Gunung Wudang, Xuanwu dipuja sebagai “Sesepuh dari Tiga Agama – Tao, Buddha, dan Khonghucu”. Ia juga diidentikkan dengan Bodhisattva Sudrsti (Miaojian Pusa), yang melambangkan 7 bintang utara dari Gantang Kecil.
Bodhisattva bintang utara, Xuanwu, memberikan harapan nyata bagi sang putri, Kartini yang sedang sakit tersebut hingga Kartini kemudian sembuh dari sakitnya.
“Lahan-lahan emas yang bermandikan cahaya,
Senyum dan emas serta perak yang gemerlap di permukaan laut….
Bintang-bintang berkedip-kedip lembut di langit yang biru.”
Dikutip dari Rudolf Mrazek, pakar sejarah modern di Asia Tenggara mengungkap sebait syair tentang sebuah bintang utara, habis gelap, terbitlah terang.
Penulis dan executive editor majalah Buddhis Sinar Dharma, aktivis komunitas Chan Indonesia, dan co-founder dari Mindful Project
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara