• Monday, 16 April 2018
  • Hendrick Tanu
  • 0

Sudah banyak yang mengulas Lasem sebagai “Tiongkok Kecil” mulai dari asimilasi Tionghoa-Jawa lewat keseniannya, sejarah Badra Santi hingga perang legendaris melawan VOC.

National Geographic berkali-kali memuatnya seakan pesonanya tiada henti. Akan tetapi pernahkah dicari silsilah Buddhis di sana itu dari mana dan apa? Memahaminya merupakan salah satu bagian penting dalam memahami sejarah.

Agama Buddha dari Champa

Ada ulasan mengenai tokoh Buddhis bernama Mpu Santibadra yang terkenal lewat karyanya Badra Santi (1479 M). Gurunya berasal dari Champa yaitu biksu Na Wang I atau Danghyang Asthapaka. Sumber lain mengatakan Danghyang Asthapaka bernama Champa Ke Tong Dhaw. Tokoh ini amat disegani di Bali sebagai salah satu pendiri pondasi keyakinan di sana. Akan tetapi, bagaimana sebenarnya agama Buddha Champa itu?

Champa yang berbudaya India asal muasalnya bernuansa Han bernama negara Lin Yi. Agama Buddha Champa pada era Majapahit sama-sama memeluk sinkretisme Siwa-Buddha, bedanya di Champa pemujaan ini mewujud menjadi Sri Jina Lokesvara atau Avalokiteshvara. Terhitung sejak abad ke-9 M, Champa sudah menjadi pusat pemujaan Ajaya (Vijaya) Avalokiteshvara yang sekarang banyak dipuja di Yunnan sebagai Acuoye Guanyin.

Lewat peninggalan-peninggalan, diketahui Mahayana dan Vajrayana adalah bentuk agama Buddha di Champa. Uniknya, para biksu yang belajar Buddhis di Champa maupun tercatat dari Champa mengenalkan silsilah mereka sebagai Buddhis Thien (Chan / Zen).

Baca juga: Latihan Belas Kasih, “Petunjuk Zen dalam Praktik Lojong”

Pada era pemerintahan Ly Thanh Tong (1023-1072), biksu dari Tiongkok bernama Thao Duong (Caotang) belajar agama Buddha pada guru Zen Champa bernama Makha Mada (Mahamaya) di Champa setelah sebelumnya menerima pewarisan Dharma dari Xuedou Mingjue.

Alirannya juga dinamakan sama dengan pendirinya yaitu Zen aliran Thao Duong dan menerima penerus-penerus dari Champa. 200 tahun kemudian, Kaisar Tran Nhan Tong (1258–1308 M), belajar agama Buddha di Champa dan mendirikan aliran Zen bernama Truc Lam yang berusaha mengharmoniskan ketiga agama Tridharma.

Biksu Champa bernama Bach Van juga belajar pada biksu Zen Khong Lo, lalu biksu Zen Ngo An juga dibesarkan oleh biksu Champa bernama Dam. Ini semua menunjukkan bahwa Champa mempraktikkan Zen dan Vajrayana bersamaan.

Dewa-dewa kelenteng pujaan silsilah Chan (Zen)

Lasem terkenal akan 3 kelenteng Tridharma-nya hingga disebut Trimurti: Ci’an Gong (Cu An Kiong), Bao’an Miao (Poo An Bio), dan Yiyonggong Miao (Gie Yong Bio).

Kelenteng Cu An Kiong dari abad ke-16 memuja Tianshang Shengmu yang dipuja oleh silsilah Chan silsilah Huangbo. Kelenteng-kelenteng Mazu di Tiongkok juga lumrah dikepalai oleh biksu-biksu Chan karena Tianshang Shengmu lewat riwayat resminya, adalah titisan dari Bodhisattva Avalokiteshvara dan ada pula yang mengaitkannya dengan sesepuh Chan Mazu Daoyi.

Baca juga: Zen Klasik yang Modern

Kelenteng Poo An Bio dari tahun 1740 memuja Guangze Zunwang yang mendapat sebutan penduduk lokal sebagai “Buddha Hidup Bermata Putih dari Minnan”. Kelenteng utamanya di Fujian diurus oleh biksu-biksu Chan. Guangze Zunwang bernama asli Guo Zhongfu ini adalah keturunan Jenderal Tang terkenal bernama Guo Ziyi. Guo Ziyi adalah umat yang berkeyakinan pada Chan dan Bodhidharma – pendiri Chan, yang dianggap membantunya menumpas pemberontakan An Lushan.

Terkahir kelenteng Gie Yong Bio dari tahun 1780 menampilkan rupang Tan Kee Wie dan Oey Ing Kiat dengan baju Dinasti Qing lengkap dengan tasbih Buddha yang dikenakan para pejabat Qing. Tan Kee Wie juga dikatakan merupakan pendekar silat, yang kemungkinan besar dapat ditarik kepada silsilah kungfu dari biksu Chan yang akan dibahas di bawah ini.

Silat silsilah Bodhidharma

Lasem disebut-sebut sebagai salah satu kampung kungfu di Indonesia. Catatan Tiongkok dari abad ke-14 M sudah mengenal Lasem. Orang Tionghoa di Lasem sebagian besar dari Guangdong atau Fujian dari selatan, lalu juga ada dari Shandong dan Henan dari utara.

Pada tahun 1900-an juga ada pejabat dan saudagar Lasem yang belajar beladiri. Katakanlah Go Kiem Kie yang belajar kungfu aliran Fujian, Lie Wi Djien yang belajar aliran Fujian, Liem Hong Hoen keturunan Liem Cui Sun yang belajar aliran Fujian dan Kim Nyu yang belajar aliran Shandong.

Kungfu aliran Fujian dan Shandong sebenarnya merupakan kungfu Shaolin yang menarik akar silsilah mereka sampai ke pendiri Chan – Bodhidharma. Dari jurus-jurusnya sendiri juga dikenali sebagai istilah-istilah Buddhis.

Kesimpulannya, jika kita tarik sedari Champa hingga para pendekar silat, sebenarnya Buddhadharma masih terlihat cahayanya meski hanya redup-redup di Lasem.

Hendrick Tanuwidjaja

Penulis dan executive editor majalah Buddhis Sinar Dharma, aktivis komunitas Chan Indonesia, dan co-founder dari Mindful Project

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *