• Tuesday, 13 February 2018
  • Totok Tejamano
  • 0

Ketika identitas formal agama makin menguat dan mengental di Indonesia, di Barat justru sedang terjadi sebaliknya. Masyarakat di Eropa mulai gerah dengan identitas formal agama. Atheisme dan Agnostik sedang menjadi tren di Barat.

Jumlah pemeluk Kristen dan Katolik menurun, gereja-gereja mulai ditinggalkan. Gereja-gereja hanya berisi orang-orang tua yang boleh dikatakan ke gereja hanya untuk dapat memperoleh tanah kuburan.

Di sisi lain, pusat-pusat meditasi makin berkembang dan banyak ditemukan di beberapa pusat kota. Demikianlah sedikit cerita pengalaman Mas Regis mahasiswa psikologi yang berkesempatan studi lanjut di Skotlandia dalam diskusi bulanan Dhammasharing Pemuda di Vihara Buddha Karangdjati Yogyakarta 29 Januari 2018.

Dalam diskusi tersebut, Mas Regis yang juga merupakan pegiat meditasi Jumat di Vihara Buddha Karangdjati, mengungkapkan selama studi satu tahun dia banyak jalan-jalan blusukan ke Skotlandia mencari pusat-pusat pengembangan spiritual di sana.

Baca juga: Banchan: Pengaruh Buddhadharma dalam Hidangan Korea

Orang-orang di Barat, khususnya yang dia temui di Skotlandia, kebanyakan saat ini kurang nyaman terhadap label-label agama, mereka lebih suka belajar sesuatu yang bisa membuat damai dan bahagia tanpa harus tersekat oleh label.

Gaya hidup orang barat yang cenderung individualis membuat ada kehampaan dalam hidupnya, sehingga perlu mencari komunitas untuk mengisi kehidupan spiritual mereka. Oleh karenanya pusat-pusat latihan meditasi dan yoga menjadi favorit dikunjungi saat ini.

Di Skotlandia dalam satu kota kecil saja, di sana terdapat setidaknya 6 pusat pelatihan spiritual berbasis meditasi Buddhis, belum lagi dari komunitas lain seperti Jaina, Hare Krisna, Sikh, dan komunitas Muslim.

Komunitas meditasi

Mas Regis memang lebih banyak bergaul dengan komunitas meditasi Buddhis, khususnya di bawah FWBO (Friends of Western Buddhism Organization) yang didirikan oleh Sangharakshita. Sekarang FWBO telah berganti nama menjadi Tri Ratna.

Menurutnya, komunitas meditasi Buddhis di FWBO lebih terbuka, banyak orang-orang Barat yang juga bergabung, letaknya di tengah kota sehingga mudah dijangkau dan retret yang variatif. Di Skotlandia memang ada beberapa komunitas meditasi berbasis Buddhis, baik dari tradisi Theravada maupun Vajrayana Tibet.

Orang Barat lebih suka bergabung dengan FWBO karena sifatnya yang terbuka untuk semua orang, bebas bertanya, tidak mendoktrin, ada ruang diskusi, dan konsultasi psikoterapi, serta ada kursus yang sistematis.

Orang dapat datang ke tempat retret FWBO  tanpa harus memakai label sebagai Buddhis atau sebagai penganut tradisi tertentu. Mereka hanya butuh kecukupan spiritual tanpa harus menyembah Tuhan. Dengan meditasi (biasanya dipopulerkan dengan isilah mindfulness) mereka lebih merasakan kenyamanan batin (inner peace).

Di Barat meditasi tidak hanya sebagai praktik, namun juga sebagai pengetahuan. Retret meditasi juga bermacam-macam seperti retret Brahmavihara yang khusus belajar meditasi Metta, meditasi Karuna, meditasi Mudita, meditasi Upekha, retret anapanasati, retret mindfulness (vipassana) dan bahkan ada retret untuk LGBT sehingga siapa pun bisa memperoleh manfaat dari retret meditasi ini.

Baca juga: Musik Pop Buddhis Melejit di Kontes Eurovision 2017, Eropa

Di FWBO terdapat kursus untuk mereka yang ingin mempelajari spiritualitas Buddhisme selama empat tahun dengan jenjang tiga level kursus yaitu Meditation and Buddhism, Wheel of Dharma, dan The Texture of Reality. Semua materi disusun dalam modul yang dapat dibaca dan dipahami dengan mudah.

Selama kursus mereka memperoleh ceramah tentang materi dalam modul dan setelahnya mendiskusikan secara detail, namun dalam suasana santai sambil minum teh (tea time). Diskusi didesain menjadi grup-grup kecil dan masing-masing grup mempunyai satu mentor.

Selain kursus juga terdapat acara seni misalnya malam baca puisi spiritual, malam renungan, atau menyanyikan lagu-lagu spiritual, lalu mendiskusikan makna-maknanya untuk kehidupan mereka.  Peserta juga dapat berkonsultasi dan berdiskusi masalah-masalah yang dihadapi kepada guru pendamping yang menguasai bidang psikologi dan ilmu-ilmu kejiwaan lainnya.

Sebagai refleksi pengalaman yang didapatkan Mas Regis selama di Skotlandia, beliau menyarankan vihara-vihara di Indonesia perlu mencontoh metode yang dipakai di Barat. Pola yang sistematis dan variatif dalam mempelajari Dharma adalah hal yang perlu dicontoh, tentu tanpa harus meninggalkan style budaya masyarakat Indonesia.

Vihara perlu membuka ruang-ruang diskusi untuk siapa pun tanpa tersekat identitas formal agama, meditasi untuk umum dan sense of community sehingga orang nyaman dan benar-benar dapat memperoleh manfaat belajar Buddhadharma.

Totok Tejamano

Tinggal di Jogja dan berasal dari Jogja.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *