Jonang Jetsun Rinpoche, atau yang lebih dikenal sebagai Jonang Taranatha (1575-1635), adalah guru besar Tibet yang tersohor karena banyak menulis tentang sejarah.
Karyanya yang terkenal di antaranya adalah Sejarah Buddhisme di India, Silsilah Tujuh Instruksi dan Asal-Usul Tantra Tara, serta tulisan tentang sejarah Kalachakra dan Vajrabhairava.
Kesemuanya memberi gambaran tentang garis silsilah para Mahasiddha Buddhis di India dan keberlanjutan mereka di tanah bersalju Tibet.
Beberapa sumber menyebut, seorang guru dari India bertemu Taranatha sekitar tahun 1594 dekat Narthang di Tibet Tengah, saat ia berusia 14 tahun. Sang guru tinggal di sebuah padepokan yang disebut “Vihara Mahabodhi.” Master itu tidak lain dari Mahasiddha Buddhagupta-Natha, murid dari Mahasiddha Shanti-Gupta yang sangat terkenal di India.
Buddhagupta-Natha mungkin adalah siddha India terakhir yang tulisan rinci tentang riwayatnya masih ada hingga kini. Dua guru utamanya adalah Tirtha-Natha dan Mahasiddha Shanti-Gupta, meskipun ia belajar di bawah banyak guru lainnya.
Baca juga: Mahapratisara, Bodhisattwa Agung Salah Satu Objek Puja Leluhur Nusantara
Fakta bahwa siddha asal India tersebut muncul sangat terlambat di Tibet, menunjukkan dengan jelas bahwa pernyataan bahwa Buddhadharma di India punah setelah invasi muslim abad ke-12, tidak sepenuhnya benar.
Meskipun serbuan muslim menghancurkan Nalanda, Vikramashila, dan banyak wihara Buddhis terkemuka lainnya, tradisi yogi Buddhis non monastik masih bertahan dan eksis, paling tidak hingga akhir abad ke-16, sebelum Inggris menguasai India.
Pandita dan yogi terkenal Vana-Ratna (1384-1468), guru dari guru Tibet terkenal seperti Thrimkhang Lotsawa Sonam Gyatso (1424-1482) dan Go Lotsawa Shonu Pal (1392-1481) yang menulis Blue Annals, pernah melakukan perjalanan ke Tibet tiga kali pada abad ke-15.
Ini adalah bukti lebih lanjut dari praktik berkelanjutan dari Buddhadharma di India usai serangan masif kaum muslim dari Dinasti Mamluk Turki di bawah pimpinan Muhammad Bakhtiyar Khilji.
Vana-Ratna dikenal sebagai “Pandita besar India terakhir” yang mengunjungi Tibet. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa Buddhagupta-Natha adalah “Mahasiddha besar India terakhir” yang juga melakukannya.
Siapa Buddhagupta-Natha?
Menurut tulisan Taranatha, Buddhagupta-Natha adalah bungsu dari delapan anak dari seorang pedagang kaya. Sedari kecil ia sudah menuntut ilmu pada gurunya Tirtha-Natha dan segera memutuskan untuk menjadi yogi.
Dia menerima banyak inisiasi, transmisi lisan, dan instruksi pembebasan, serta sudah menghabiskan bertahun-tahun di retret soliter, dengan fokus terutama pada praktik Vajrayogini dan Tara. Kemudian dalam hidupnya, ia juga belajar di bawah bimbingan Mahasiddha Shanti-Gupta yang terkenal. Dengan demikian ia menjadi seorang ahli dalam banyak tantra, eksposisi, dan latihannya.
Ia melakukan perjalanan ke seluruh India berulang kali, selalu mencari guru dan ajaran. Setiap kali ia menerima inisiasi dan instruksi baru, dia akan melakukan retret menyendiri intensif untuk menguasai praktik terkait.
Catatan menyebut, perjalanan membawanya sampai ke Sri Lanka di selatan India, Indonesia (Nusantara) di tenggara dan Uddiyana di barat laut.
Buddhagupta-Natha juga melakukan perjalanan ke banyak pulau-pulau kecil di lepas pantai selatan dan timur India. Di sana ia mengunjungi Gunung Potalaka, ia mampu melihat Arya Tara, Avalokiteshvara, dan Manjushri.
Dia kemudian melanjutkan perjalanan ke kepulauan Nusantara yang tempo dulu adalah pusat perkembangan dari Buddhadharma Mahayana-Vajrayana. Taranatha menulis:
“Dari pulau ini (Potalaka), beliau memulai lagi dan pergi ke jarak yang sangat jauh ke utara, sampai beliau mencapai Java-dvipa, pulau padi. Di pulau ini ada banyak komunitas Sangha milik kelas Sendhava Shravaka (sejenis Theravada). Beliau tidak tinggal di antara mereka.
“Juga ada, di tengah sebuah danau kecil, adalah sebuah pulau kecil dengan nama Vanadvipa, pulau hutan, yang terdapat tempat suci yang diberkati oleh Guru Saruroha-Vajra; dari luar tampak seperti gunung berbatu, dan sebuah candi berbentuk persegi di dalamnya. Pada pusatnya terdapat arca batu Hevajra berlengan dua yang terbentuk secara alami.”
Baca juga: Ibu, Spiritualitas dan Kebijaksanaan Buddhadharma Nusantara
Patut dicatat, Hevajra adalah Istadewata yang terbukti dahulu dipraktikkan di Nusantara. Dari prasasti Batusangkar disebutkan bahwa Ananggawarman (1375-1417) seorang Raja Kerajaan Malayapura di Sumatera sebagai yuvaraja melakukan ritual ajaran Tantra Buddhis Hevajra, dalam upacara peralihan kekuasaan dari Adityawarman, ayahnya.
Adityawarman (1347-1379) sendiri disebut sebagai seseorang yang selalu berkonsentrasi dalam Hevajra, yang merupakan bentuk murka dari Buddha Aksobhya.
Tulisan Taranatha selanjutnya menyebutkan, “Dalam sebuah gua ada banyak volume Mantra Rahasia, dan lebih lanjut dikatakan bahwa itu berisi salinan dari lima ratus ribu tantra. Ini dikenal sebagai (tempat) yang sangat bergejolak dan karenanya tidak mungkin untuk memeriksa.”
Dikisahkan, Buddhagupta-Natha lalu pindah ke Uddiyana, tanah para siddha yang legendaris. Guru Padmasambhava, penyebar awal ajaran Buddhadharma Vajrayana di Tibet, berasal dari kawasan ini.
Pada pertengahan usia tujuh puluhan Buddhagupta-Natha melakukan perjalanan ke Tibet, ia bertemu dengan Taranatha muda, yang ia berikan banyak transmisi ajaran dan tantra yang sampai saat itu tidak dikenal di negeri salju.
Di antara mereka adalah transmisi tantra dan instruksi dari Tarayogini, Guhyasamaja menurut tradisi Jnana-pada, nyanyian berkelompok dari Jalandhara, Varahi menurut tradisi Jalandhara, petunjuk lisan dari Kusali, enam cabang pada proses kesempurnaan untuk Hevajra, dan beberapa petunjuk Mahamudra.
Setelah tinggal di negeri salju selama satu bulan, ia lalu meninggalkan Tibet melalui daerah Kyirong, menuju Dolakha di Nepal, sebelum kembali ke India.
Ziarah suci
Buddhagupta-Natha juga mengunjungi banyak situs suci di lembah Kathmandu, sebelum kembali ke India. Di sana, ia kemudian bertemu kembali dengan Guru Shanti-Gupta, tinggal bersamanya selama beberapa waktu.
Buddhagupta-Natha lantas melanjutkan perjalanan, bersama-sama dengan murid-muridnya ke seluruh Magadha (sekarang Bihar dan Uttar-Kandh) dan Bhangala (sekarang Bengal dan Bangladesh). Mereka kemudian pindah ke tanah Tripura (sekarang Assam dan Burma Utara), tempat mereka tinggal selama bertahun-tahun.
Taranatha menyebut, Buddhagupta-Natha adalah seorang yogi mumpuni yang sudah mencapai realisasi. Disebutnya, gurunya yang selalu telanjang, saat di Tibet itu mampu memancarkan radiasi panas yang intensif dalam jarak dua meter. Ini adalah bukti Buddhagupta-Natha menguasai ajaran api dalam atau chandali/tummo.
“Di hadapan calon (murid) yang layak, beliau akan menunjukkan berbagai keajaiban, seperti memancarkan cahaya ke mandala. Beliau tidak membutuhkan makanan manusia (biasa). Beliau hidup dari makanan (tak terlihat) yang dipersembahkan oleh makhluk tak kasat mata,” tulis Taranatha.
Oleh sang murid, Buddhagupta-Natha juga disebut mampu berjalan di permukaan air, bisa membaca pikiran, mampu melayang di udara, dan tidak mempan diserang berbagai jenis racun. Sang guru juga disebut sangat dicintai oleh binatang, seperti anjing dan burung, bahkan hewan buas sekalipun, sebagai bukti dari cinta kasihnya yang luar biasa.
Kalimat terakhir dari biografi Taranatha tentang Buddhagupta-Natha, yang ditulis sekitar tahun 1601, berbunyi: “Setelah itu, sampai sekarang, beliau tinggal di sekitar Devikota, demikian yang saya dengar.
Ada banyak laporan tentang keajaiban yang terjadi pada kesempatan (kunjungannya ke) masing-masing negara; tapi karena biografi suci yang sangat panjang ini bisa menjadi penghalang untuk memahami seseorang, saya lebih suka tidak menulis tentang hal itu di sini.”
Seorang penjelajah, bekerja sebagai jurnalis di Kota Gudeg, Jogja.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara