Dalam Dhammapada ayat 125 disampaikan bahwa orang yang tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi; dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak berkembang.
Perempuan mengandung, melahirkan, dan merawat anaknya merupakan proses alamiah yang berlangsung dalam siklus kehidupan. Kurang lebih sembilan bulan dalam kandungan menjadikan anak yang berusia di bawah dua tahun lebih dekat dan membutuhkan seorang ibu.
Dalam keadaan sedih, marah, dan bahagia seorang anak latah menyebut ibunya, seperti sebuah kata yang sudah disimpan di alam bawah sadarnya. Tentu saja terdapat pengecualian dengan kasus tertentu, misalnya seorang anak yang ibunya meninggal saat melahirkan atau sengaja seorang ibu kurang memperhatikan pengasuhan sehingga anak menjadi dekat dengan orang yang lebih memperhatikannya.
Baca juga: Bhikkhu Sri Pannyavaro: Lindungilah Anak-anak dari Perbuatan Jahat dengan Cinta Kasih Orangtua
Kedekatan alamiah seorang anak dengan ibunya menjadi senjata bagi seorang bapak untuk menyerahkan perawatan sepenuhnya di pangkuan perempuan/ibu. Diperkuat lagi dengan posisi sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab sebagai pencari nafkah.
Hal ini membuat laki-laki kurang memperhatikan peran pentingnya perkembangan dan pertumbuhan anak, bahkan cenderung mengabaikan dan menyalahkan istri apabila terjadi hal yang tidak beres terhadap anaknya.
Biksuni Zong Kai menyampaikan “Setiap orang, dari kita lahir, bahkan saat masih dalam kandungan perut ibu, sudah mulai terbentuk karakter. Nilai dasar terbentuk karena pengaruh heriditas kita, yaitu keturunan dari bapak dan ibu, lingkungan sekolah ataupun kantor dan masyarakat.”
Disampaikan dalam Sutta Brahmajala, Anguttara Nikaya, Buddha mengatakan orangtua sebagai pubbacariya. Puba artinya awal, acariya adalah guru. Ini menjelaskan bahwa orangtua sebagai pendidik awal untuk anaknya, bukan sekolah atau lingkungan masyarakat. Orangtua di sini bukan hanya ibu, tetapi juga bapak, bahkan kakek-nenek, dan keluarga lain yang tinggal satu rumah.
Anak mudah belajar dari apa yang dilihat dan didengar. Keluarga menjadi lingkungan pertama sebagai tempat untuk mendengar dan melihat. Ibu sebagai peran utama yang akan mengasuh anak, namun ibu akan sering berinteraksi dengan suami. Anak juga belajar dari perhatian, cinta-kasih, perilaku, dan ucapan dari sang bapak.
Baca juga: Menyentuh Ibunda dalam Diriku
Di tengah-tengah masyarakat, masih saja terdengar pembicaraan bahkan pertengkaran tentang mengurus anak. Seorang bapak tekadang berteriak pada istrinya ketika ada masalah dengan anaknya. “Mengurus anak saja tidak becus”. Memprihatinkan apabila kalimat-kalimat semacam itu masih santer terdengar.
Ditambah adanya suatu kepercayaan tentang lahirnya anak laki-laki sebagai penerus keluarga, yang menjadikan seorang ibu harus terbebabani ketika melahirkan anak perempuan.
Hal ini menyebabkan kelahiran anak perempuan mendapat perlakuan berbeda dan berbuntut panjang terhadap cara mengasuh anak. Pelabelan anak seperti anak laki-laki tidak boleh cengeng, anak perempuan tidak boleh neko-neko, harus penurut, dan banyak lagi, yang terkadang akan “membunuh” kemampuan anak untuk berkembang menjadi dirinya sendiri.
Hendaknya bapak dan ibu harus seimbang dalam mengasuh anak, tidak membebankan pada satu pihak. Harus sama-sama belajar untuk mengasuh anak.
Pikiran adalah pelopor, berpikir bijak akan menuntun pada tindakan yang bijak dan menumbuhkan anak yang bijak pula.
Orangtua yang memahami tentang 9 kecerdasan anak (linguistik, logis-matematis, spasial, kinestetis, musik, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan eksistensialis) tidak lagi terjebak pada label pengasuhan anak.
Dijelaskan dalam Anguttara Nikaya: seseorang lahir diliputi kesenangan atau kesusahan, menjadi orang dengan posisi di bawah atau di atas adalah ditentukan oleh perbuatan yang telah dilakukannya.
Orangtua dengan pemikiran, keterbukaan dan kebijaksanaan mendorong lahirnya generasi muda yang berkarakter dan menemukan jati dirinya.
Tinggal di Temanggung, Jawa Tengah. Ibu dari Atisha, Kepala Sekolah Paud Saddhapala Jaya.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara