Tempat pendidikan Buddhis di Nusantara terpengaruh dari India. Namun, Sriwijaya juga membangun tempat pendidikan di sana.
Tak semua tinggalan masa Hindu-Buddha di Indonesia merupakan candi pemujaan. Seperti Situs Nalanda di India, Indonesia juga punya bangunan kuno sebagai tempat belajar ajaran Buddha dan asrama bagi para anggota Sangha.
Pusat pendidikan Buddhis
Arkeolog Agus Widiatmoko menguraikan pusat-pusat pendidikan Buddhis di India muncul sejak awal masehi. Ditandai dengan adanya Situs Piprahwa dari abad 1 dan 2 M, Situs Nagarjunakonda abad 3 M, Situs Ganwaria dari abad 4 M, dan Situs Nalanda yang didirikan masa pemerintahan Gupta pada abad 5 M.
Masa Gupta, ditandai dengan pendirian tempat pendidikan Nalanda yang membawa ajaran Buddha memasuki era sumber ilmu pengetahuan. Memasuki abad 6 M, tak hanya dikenal dengan institusi Buddhis yang menghasilkan karya seni, Nalanda juga menjadi pusat ajaran Mahayana.
Memasuki periode Pala pada akhir abad 8 M hingga akhir abad 11 M, tradisi di Nalanda memainkan peran penting. Di masa jaya Pala yang memerintah di Bengal dan Bihar itu, Buddhis menjadi ajaran dan praktik resmi di kerajaan. Pada masa ini pula, pertumbuhan dan perkembangan Buddha Mahayana sangat pesat, khususnya aliran Tantrayana.
Baca juga: “Agama Buddha Harus Kembali ke Pendidikan!”
Pada periode Pala banyak didirikan vihara sebagai bagian dari universitas dan pusat pendidikan Buddhis. Vihara tersebut antara lain Vihara Vikramasila, Odantapuri, Somapura, dan Jagaddala. Di antara universitas itu, Nalanda menjadi unggulan dan acuan.
Dari hasil penelitian arkeologi di Situs Batujaya, Karawang, dapat diketahui telah ada pembangunan candi bercorak Buddha pada abad 6-7 M dan pembangunan tahap kedua abad 8-10 M.
Hubungan Sumatera dan India
Bukti awal kemampuan penduduk Nusantara membangun candi sebenarnya sudah sejak milenium pertama. I-Tsing, pengelana asal Tiongkok yang datang ke Nusantara pada abad 7 M, dalam Nanhai Ji Gui Neifa Zhuan (Kiriman Catatan Praktik Buddhadaharma dari Laut Selatan), menyebut di wilayah kekuasaan Foshi ada pusat pendidikan Buddhis. Tepatnya di daerah yang oleh orang India Selatan disebut Suvarnadvipa atau kini bernama Sumatera.
Sumber lain, prasasti di India, Nalanda Copperpalate dari abad 9 M yang ditemukan di Vihara I Nalanda, menyebut hubungan bilateral Raja Pala dengan keturunan Dinasti Syailendra bernama Balaputradewa dari Sumatra. Sriwijaya membangun vihara di Nalanda demi kepentingan pengembangan pusat pendidikan di Nusantara, dan pusat studi ilmu filsafat Mahayana di Nalanda menjadi rujukan Buddhis di Sriwijaya.
“I-Tsing bilang ada pusat pendidikan di Sumatera. Ini menarik. Kalau memang ada, di mana?” kata Agus.
Agus kemudian menjelaskan Situs Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Kawasan ini sudah ada sejak abad 7-12 M seiring keberadaan Kerajaan Sriwijaya dan Melayu Kuno yang berpusat di Sumatera.
Secara umum, ada dua kompleks bangunan, yaitu vihara dan tempat pemujaan. Ada pembagian ruang di bagian vihara di antaranya ruang tinggal, halaman, tempat ritual (cetiyaghara), pendopo (mandapa), dan fasilitas lain sebagai kelengkapan bangunan, kolam dan sumur. Sementara kuil pemujaan hanya terdiri dari satu satuan ruang. Dalam satu satuan ruang berpagar keliling terdapat pusat ritual atau candi induk, mandapa, struktur stupa.
Dengan adanya situs ini, kata Agus, menunjukkan sejak awal perkembangan Buddhis di Nusantara, telah ada lokasi untuk mendidik para penganutnya. “Penemuan Prasasti Karangberahi di Jambi, setidaknya dimaknai kekuasaan Sriwijaya pada abad 7 M ikut mendorong kemajuan pendidikan Buddhis khususnya di Muarajambi,” jelasnya.
Kemiripan pola di India dan Muarajambi
Menurut Agus, terkait hubungannya dengan India, ada kesamaan antara Muarajambi dengan Situs Nalanda dan Situs Vikramasila di India. Dua situs Buddha di India punya kronologi masa perkembangan yang saling berkesinambungan. Situs Nalanda dari abad 5-12 M. Situs Vikramasila dari sejak abad 8-13 M, sedangkan Situs Muarajambi dari abad 7-12 M.
Dari sisi arsitektur dan teknologi bangunan, ketiganya pun nampak mirip. Sama-sama memakai bata sebagai bahan utama. Pun soal pola dan satuan bangunan, meski ada beberapa penyesuaian dengan kondisi geografi lokal. Masing-masing situs mempunyai kompleks bangunan vihara dan kuil pemujaan.
Baca juga: Ajaran Mahaguru Swarnadwipa Dharmakirti
“Kesamaan ini menunjukkan, lokasi yang dipakai sebagai pusat pendidikan Buddhis pada dasarnya tempat tinggal para biksu dalam menjalankan pendidikan Buddhis,” kata Agus.
Ketiganya juga memilih pola lokasi yang sama. Bangunan-bangunan itu tak jauh dari aliran sungai besar. Sumber daya air di sekitar ketiga situs itu pun melimpah. Meski mirip dengan di India, pusat pendidikan di Sumatera sebenarnya sudah berkembang sebelum pendirian vihara di Nalanda oleh Sriwijaya. Ini terkait berita I-Tsing pada abad 7 M yang sempat tinggal dua bulan di wilayah Sriwijaya untuk memperdalam sabdavidya sebelum ke Nalanda.
“Sriwijaya mendirikan vihara di Nalanda dapat dimaknai sebagai upaya menjadikan Suvarnadvipa setara dengan pusat pendidikan di Nalanda,” ujar Agus.
Tak cuma di Sumatera, Agus menambahkan, di wilayah Yogyakarta pun ada bangunan yang diperkirakan menjadi pusat pendidikan Buddhis. Di kawasan itu terdapat tinggalan Buddhis, Candi Sewu dan Candi Sojiwan. Kedua candi itu difungsikan sebagai bangunan pemujaan.
“Di dekatnya ada Ratu Boko. Itu kalau menurut saya pribadi vihara besar,” katanya. Sebab, pola ruang yang ada di Ratu Boko punya kemiripan dengan bangunan vihara lainnya. Padahal, selama ini situs itu lebih sering dikaitkan dengan keraton. “Ini harus dikritisi,” tegasnya. (Historia.id)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara