Tak jauh dari Gapura Bajangratu, sekitar 500 meter kita akan mendapati Candi Tikus. Lokasi Candi Tikus terletak di Dusun Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Candi Tikus tidak menampakkan sebagai candi dengan bangunan yang menjulang tinggi, namun justru berada di bawah permukaan tanah.
Candi Tikus memang bukan sebagaimana candi pada umumnya yang tinggi besar, namun sebagai petirtaan atau tempat pemandian suci yang melambangkan pusat alam semesta dan sumber kehidupan. Pendirian bangunan diperkirakan pada abad XIII-XIV dan masih belum diketahui secara pasti mengenai fungsi candi ini.
Cukup rumit melukiskan Candi Tikus ini, mengingat bangunan candi ini disusun menjadi 3 teras dan pada susunan sebelah utara terdapat tangga masuk serta 2 bilik kolam. Di teras satu juga terdapat 2 candi lainnya. Di sepanjang pelipit pondasi dihiasi pancuran yang berbentuk makara dan padma yang fungsinya sebagai pancuran, yang diyakini memancarkan air kehidupan.
Pusat Makro Kosmos
Bangunan Candi Tikus ini merupakan sebuah petirtaan atau pemandian suci, dimana di tengah bangunannya terdapat bangunan candi yang melambangkan Gunung Mahameru. Gunung Mahameru diyakini sebagai tempat para dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan.
Sumber kehidupan itu pun diwujudkan dalam bentuk air mengalir dari pancuran-pancuran (jaladwara) yang terdapat di sepanjang kaki candi. Air yang memancar dari pancuran-pancuran dianggap sebagai sumber kehidupan karena diyakini sebagai air suci Amrta.
Susunan bangunan candi memberi kesan bahwa candi ini mirip dengan Gunung Mahameru di India. Maka menurut para ahli, candi ini konsep pembangunannya tidak lepas dari kesucian gunung tersebut yang dianggap suci oleh pemeluk agama Hindu.
Bangunan candi terbuat dari bahan batu merah, kecuali pancuran-pancuran yang terbuat dari batu andesit. Posisi bangunan candi sendiri sekitar 3,5 meter di bawah permukaan tanah. Bentuknya bujur sangkar dengan ukuran 22,5 m x 22,5 m, serta tinggi dari lantai sampai puncak candi adalah 5,2 m. Bahan bangunan didominasi oleh bata, dan batu andesit digunakan untuk pancurannya.
Dinding Candi Tikus dibuat berteras untuk menahan tanah di sekitarnya. Pada dinding bagian bawah serta batur candi inilah terdapat pancuran yang seharusnya berjumlah 46 buah, namun kini tinggal 19 buah, sementara yang lain tersimpan di Museum Trowulan. Adapun bentuk pancurannya ada dua macam pada/lotus dan makara.
Pada dinding utara bagian bawah di kiri kanan tangga masuk terdapat bilik berupa kolam berukuran sama: panjang 3,5 m, lebar 2 m, dan tinggi 1,05 m. Pintu masuknya mempunyai tangga, terletak di dinding sebelah selatan berukuran 1,2 m. Dinding utara kolam terdapat pancuran masing-masing berjumlah 3 buah.
Seluruh pancuran dahulu mendapat pasokan air melalui saluran yang terdapat di bagian selatan, yaitu di belakang candi induk, sementara saluran pembuangan terletak di lantai dasar. Bangunan induk terletak di tengah, kakinya menempel pada teras bawah dinding selatan.
Struktur bangunan induk terdiri dari kaki, tubuh, dan atap. Kaki candi berdenah segi empat berukuran 7,75 m, lebar 7,65 m, dan tinggi 1,5 m. Pada bagian kaki ini terdapat saluran air tertutup mengelilingi kaki, lebar 17 cm dan kedalaman 54 cm, berguna untuk memasok air ke pancuran-pancuran di sepanjang kaki candi.
Tubuh candi berdenah bujur sangkar berukuran 4,8 x 4,8 m. Di sisi barat, utara, dan timur menempel pada bagian luar tubuh candi terdapat menara semu, masing-masing berjumlah lima buah. Di atas tubuh candi terdapat 4 buah menara berukuran 0,84 x 0,80 terletak pada tiap sudutnya.
Menara yang paling besar berdiri di tengahnya berukuran 1 x 1,04 m, serta tinggi 2,76 cm. Puncak menara-menara ini telah hilang, hingga tidak diketahui dengan pasti bentuknya. Menara-menara ini melambangkan Gunung Mahameru sebagai pusat makro kosmos.
Nama Tikus dan Pemugaran
Masyarakat menyebutnya Candi Tikus, karena pada tahun 1914 di daerah Temon sedang diserang hama tikus, sehingga penduduk mengalami hambatan dan gagal panen. Kemudian masyarakat bermusyawarah bagaimana untuk mengatasi hama tikus itu.
Kemudian masyarakat mufakat untuk mengadakan pengejaran dan penggalian sarang tikus secara massal. Maka, setiap sarang tikus yang ada pun digali. Ternyata dalam penggalian terdapat salah satu temuan terminator candi, yang pada waktu itu lokasi ini merupakan gundukan tanah dan tempat makam rakyat setempat.
Kemudian temuan terminator candi dilaporkan kepada Bupati Mojokerto Kromodjojo Adinegoro. Atas izin Dinas Purbakala yang pada waktu itu bernama Oudheldkundige Dients, penggalian diteruskan dan menampakkan seluruh bangunan selesai pada tahun 1916. Karena sejarah penemuan ini sampai sekarang petani daerah Mojokerto maupun luar kota masih percaya bahwa air dari Candi Tikus dapat digunakan untuk mengusir hama tikus.
Candi Tikus pernah dipugar pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Selanjutnya candi ini pernah dipugar oleh Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala melalui Proyek Pemugaran dan Peninggalan Bekas Ibukota Majapahit pada tahun 1984/1985 sampai dengan tahun 1988/1989.
Adapun pemugarannya dilaksanakan secara sebagian-sebagian dan dinyatakan purna pugar (diresmikan) pada tanggal 21 September 1989 oleh Dirjenbud Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam pembenahan lingkungan diadakan perluasan tanah sehingga halaman candi semakin luas, yang memungkinkan para pengunjung merasa nyaman dalam keteduhan pepohonan berlatar pemandangan Gunung Anjasmara dan Gunung Penanggungan yang menawan.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara