Perayaan Waisak selalu meriah di wihara juga di tempat-tempat lainnya. Masa pandemi juga meriah, namun pindah ke youtube, zoom atau media sosial lainnya. Wihara, organisasi buddhis, komunitas beramai-ramai mengadakan kegiatan pembabaran Dharma, meditasi, pabajja, atau kegiatan-kegiatan lainnya.
Umat Buddha sangat variatif. Ada yang sangat aktif, saban hari ke wihara sebelum pandemi, sekarang rajin nongkrong di youtube atau zoom. Ada umat yang timbul tenggelam, ada yang hanya nongol ketika ada perayaan besar.
Ada juga umat Buddha KTP. Ada juga umat agama lain yang rajin belajar Dharma, apalagi belakangan mindfulness semakin naik daun. Ahli mindfulness juga banyak bermunculan dadakan. Mindfulness menjadi sejenis makanan cepat saji, sejujurnya urusan demikian tak ada jalan pintasnya.
Kisah historis
Umat Buddha pasti terlebih dahulu disodorkan kisah historis Siddharta. Ada buku, komik, media cetak lainnya bahkan film. Versinya juga sangat bervariasi, asal tahu saja bahwa catatan sejarah memang demikian adanya, tak perlu mencari mana yang paling asli, karena bak mencari jarum di tumpukan Jerami.
Ada satu potong kisah hidup yang sering menjadi sorotan banyak orang. Saat anaknya baru lahir tidak berapa lama, Siddharta menghilang tanpa bekas ke hutan untuk pergi mencari kebenaran tentang hidup. Potongan kisah inilah yang sering dibahas karena dianggap Siddharta tidak bertanggung jawab.
Iya benar, Siddharta tidak bertanggung jawab, kalau dilihat dari sepenggal kisah itu saja. Namun, kehidupan Siddharta tidak bisa dikerdilkan dalam kotak itu saja. Manusia dari zaman ke zaman mungkin akan selalu melihat nila setitik itu yang dianggap sebagai perusak susu sebelanga. Tentu ada benarnya, tapi tidak mewakili kebenaran secara keseluruhan.
Kesepakatan harmonis
Ada beberapa catatan menyebutkan bahwa dalam kehidupan terdahulu Siddharta dan Yasodhara sudah sepakat akan saling mendukung dalam spiritual. Yasodhara dengan sepenuh hati merelakan kepergian Siddharta. Jadi ini adalah kesepakatan harmonis antara mereka berdua.
Lalu, kita sebagai orang luar yang tidak ikut dalam kesepakatan itu yang malahan rempong untuk membela Yasodhara, seolah-olah Yasodhara adalah korban tidak bertanggung jawab suaminya. Tentu saja pokok pembicaraanya bukan urusan membela sang istri atau suami, namun melihat potongan kisah itu dari perspektif yang lebih luas saja.
Yasodhara sudah siap secara mental, bahkan dia sendiri yang menyiapkan kebutuhan pada malam itu sebelum Siddharta pergi. Ada catatan yang menyebutkan bahwa Yasodhara pura-pura tertidur agar Siddharta bisa pergi dengan tenang.
Siddharta terlahir dalam keluarga mapan. Secara finansial juga tidak akan kesulitan bagi Yasodhara. Jadi, kepergian Siddharta bukanlah suatu yang mendadak, tapi sudah dipersiapkan dengan matang dan penuh pertimbangan mendalam.
Siddharta berhasil
Zaman sekarang mungkin masih ada orang yang berhati kerelaan seperti Yasodhara, tapi manusia seperti itu tampaknya sudah langka. Tak heran kalau banyak wanita merasa Siddharta tidak bertanggung jawab. Namun kalau ditilik lebih dalam, perjalanan spiritual Siddharta juga tidak begitu mulus.
Perjuangan bertahun-tahun Siddharta akhirnya membuahkan hasil. Siddharta berhasil mencapai penerangan sempurna, menjadi cahaya penerang dunia.
Hasil pencapaian itu dibagikan kepada semua. Bahkan Buddha juga menunaikan tanggung jawab keluarga dengan membabarkan Dharma kepada keluargaNya.
Apa yang terjadi jika Siddharta gagal mencapai pencerahan? Mungkin Siddharta akan menjadi buah bibir bulan-bulanan, bahkan tahun-tahunan. Mirip dengan netizen sekarang, hobi merundung (bullying), bila perlu diviralkan.
Ada juga catatan dalam kitab suci menyebutkan, tujuh tahun setelah pencerahan sempurna, Buddha berkunjung ke Surga Tavatimsa untuk membabarkan Dharma kepada IbundaNya, Dewi Mahamaya. Ini suatu bentuk bakti dan tanggung jawab anak kepada ibunda.
Jadi, justru Yasodhara sangat bahagia karena merelakan Siddharta demi tanggung jawab lebih besar bagi semua makhluk. Kita perlu berterima kasih kepada Yasodhara, bukan mengasihaninya karena ditinggal suaminya. Tingkat pengertian Yasodhara juga seharusnya tidak jauh dari Siddharta.
Pilih skenario yang mana?
Mari kita berandai-andai skenario berikut ini. Anggap saja Yasodhara merengek-rengek mencegah Siddharta agar jangan pergi bertapa mencari pembebasan. Maka sesuai ramalan bahwa Siddharta akan menjadi Maharaja dunia. Tentu saja ini juga sesuatu yang bagus.
Maharaja barangkali akan mewariskan kebaikan dan kebajikan, sebaliknya kita tidak akan mendapatkan warisan Dharma yang merupakan ajaran universal pembebasan, bahkan agama Buddha juga mungkin saja tidak ada pada zaman ini.
Jadi kalau boleh jujur, jika ada dua skenario itu, Anda pilih yang mana? Skenario Siddharta mencapai Buddha atau skenario Siddharta menjadi Maharaja? Sayang sekali, apa pun pilihan Anda tetap saja kalau Siddharta memang jalurnya menuju Kebuddhaan.
Terakhir, saya bukan membela Siddharta, saya juga bukan membela Yasodhara dan Rahula. Tapi saya ingin mengajak Anda semua untuk melihat dari perspektif yang lebih luas saja tentang urusan tidak bertanggung jawab. Tentu saja ini bukan sebuah pembelaan, wong mereka tidak perlu dibela kok.
Pertanyaan tentang Siddharta tidak bertanggung jawab juga menarik untuk menjadi bahan renungan bagi para perumahtangga dan juga monastik, sehingga renungan ini membantu kita semua melihat lebih dalam beberapa sudut pandang yang mungkin luput dari mata kita.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara