• Thursday, 28 January 2016
  • Ngasiran
  • 0

Dalam sebuah laporan penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno, dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Nalanda, Jakarta menunjukkan bahwa 94% tokoh agama Buddha sangat percaya dengan ramalan Sabdo Palon dan Nayagenggong tentang kebangkitan kembali agama Buddha 500 tahun sejak runtuhnya kerajaan Majapahit seperti disebutkan dalam Serat Darmagandhul.

Laporan penelitian yang disusun untuk Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI pada tahun akademik 2015/2016 ini dilakukan antara bulan November 2015 hingga Januari 2016 dengan mengambil fokus umat Buddha di Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah dengan mengambil tokoh agama sebagai sumber informasi datanya.

Donorojo adalah sebuah kecamatan di Jepara yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Keling sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Jepara No. 17 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Pakis Aji dan Kecamatan Donorojo, serta penataan Kecamatan Mlonggo dan Kecamatan Keling. Kecamatan Donorojo terdiri dari delapan desa yaitu: Bandungharjo, Banyumanis, Blingoh, Clering, Jugo, Sumberejo, Tulakan, dan Ujungwatu.

Dari beberapa wilayah tersebut, umat Buddha berkembang di desa Blingoh, Jugo dan Ujungwatu. Dari sisi etnis, umat Buddha di Kecamatan Donorojo adalah etnis Jawa. Penduduk Donorojo 90% berasal dari suku Jawa, 4% berasal dari etnis Tionghoa, dan 6% keturunan Portugis dengan jumlah keseluruhan 2.561 jiwa.

Umat Buddha di Kecamatan Donorojo, terdiri dari beberapa aliran dan vihara, namun mereka memiliki jaringan komunikasi yang sangat baik. Hal itu tidak terlepas dari faktor sejarah perkembangan mereka dengan model gotong royong. Vihara-vihara yang lebih dulu muncul menjadi model dan penyokong vihara-vihara yang baru. Umat Buddha di Kecamatan Donorojo tersebar di beberapa desa, yaitu Blingoh, Jugo, dan Banyumanis. Umat Buddha bukanlah umat mayoritas, tetapi memiliki jumlah yang signifikan. Warga Donorojo mayoritas beragama Islam, kemudian Buddha, Kristen dan Katolik, dan sisanya mempertahankan tradisi Kejawen yang dikenal dengan istilah abangan.

Perkembangan agama Buddha yang paling pesat –apabila pendirian vihara dapat dijadikan indikator– terjadi antara tahun 1965-1995. Pada masa ini berdiri sebanyak sembilan vihara dengan aliran yang berbeda. Artinya, di Era Orde Baru dengan adanya pengakuan lima agama sebagai agama resmi membuat umat Buddha memperoleh ruang gerak mengembangkan peribadatannya.

Sutrisno yang merupakan kandidat doktor di Universitas Indonesia mencoba menggali fenomena kebangkitan agama Buddha dari sudut pandang tokoh agama berdasarkan aspek lokalitas warisan masa lampau, yaitu Serat Darmagandhul. Dengan metodologi kuantitatif dan kualitatif (campuran), dengan strategi sequential explanatory. Strategi ini digunakan untuk memperdalam, membuktikan kembali dan memberi makna hasil penelitian kuantitatif. Penelitian ini menggambil sampel data dari 10 vihara di Donorojo, dengan masing-masing tiga tokoh agama Buddha per vihara.

Dalam Serat Darmagandhul karya sastra klasik Nusantara (Kalawandi, 1990), pada sebuah bagian terdapat percakapan antara Prabu Brawijaya V dengan Sabdo Palon dan Nayagenggong.

Secara garis besar percakapan tersebut menceritakan proses perpindahan agama sang Raja dari Buddha menjadi Islam. Salah satu bagian yang dikaitkan dengan ramalan agama Buddha berbunyi sebagai berikut, “Klawan Paduka sang Nata, wangsul maring sunya ruri. Nung kula matur petungna, ing benjang sakpungkur mami. Yen wus prapta kang wanci, jangkep gangsal atus tahun. Wit ing dinten punika, kula gantos kang agami. Gama Buddha kula sebar tanah Jawa.” (Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat, kelak setelah 500 tahun saya akan menggantinya dengan agama Buddha lagi, saya sebar ke seluruh tanah Jawa)

Berdasarnya hasil penelitian Sutrisno, terdapat temuan bahwa para pemuka agama Buddha di Kecamatan Donorojo mempercayai kebenaran akan kebangkitan kembali agama Buddha seperti yang diramalkan dalam Serat Darmagandhul. Berdasarkan analisa data dengan statistik deskriptik diperoleh tanggapan persetujuan sebesar 94%, atau berada pada kategori sangat percaya.

Berdasarkan pendekatan kuantitatif tersebut kemudian dilakukan dengan pendekatan kualitatif, dengan beberapa temuan.

Pertama, sebagain besar para pemuka agama Buddha memperoleh informasi tentang ramalan Darmagandhul dari berbagai media/cara: (1) membaca secara langsung, (2) melalui penuturan lisan para pemuka agama Buddha terdahulu, (3) tontonan kesenian tradisional ketoprak.

Kedua, hampir seluruh pemuka agama Buddha di Kecamatan Donorojo melihat bahwa perkembangan agama Buddha saat ini sudah sesuai dengan ramalan Serat Darmagandhul. Hanya perkembangan tersebut berada pada taraf awal atau permulaan. Sebagian besar pemuka agama Buddha memperkirakan bahwa perkembangan agama Buddha yang ada di lingkungannya masih jauh untuk mencapai ramalan serat Darmagandhul seutuhnya.

Ketiga, hampir semua tokoh agama Buddha di Kecamatan Donorojo menyatakan bahwa ramalan Serat Darmagandhul dapat dipercaya. Mereka menyebutkan tanda-tanda yang bervariasi, antara lain: (1) pembangunan Candi Sima, (2) pembangunan fisik vihara, (3) munculnya kalangan terpelajar, (4) hadirnya bhikkhu Sangha, (5) kepedulian umat terhadap kegiatan vihara, (6) tanda-tanda alam, (7) kondisi eksternal agama lain, (8) bertambahnya simpatisan agama Buddha dari umat lain, dan (9) dipercayanya tokoh agama Buddha sebagai pimpinan pemerintahan.

Keempat, para tokoh agama Buddha mempercayai bahwa agama Buddha akan berkembang lebih besar dari yang ada saat ini. Namun mereka sulit memprediksi, mengenai kapan waktu terjadinya. Bahkan bagi tokoh yang percaya Sabdo Palon dan Nayagenggong adalah dewa, berpendapat, 500 tahun yang dimaksud dalam Serat Darmagandhul adalah tahun di alam dewa.

Kelima, dasar kepercayaan para tokoh agama Buddha terhadap ramalan serat Darmagandhul, sebagian besar berasal dari tanda-tanda yang ada di sekitarnya, sementara sebagian kecil mendasarkan kepercayaan itu hanya dari keyakinan diri semata.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *