Majapahit merupakan kerajaan yang telah menghantar kejayaan Nusantara pada abad 14-16 lampau. Kerajaan Majapahit yang bersendikan agama Buddha-Siwa ini sampai saat ini masih menjadi rujukan dan referensi bagi kebangkitan kejayaan Nusantara kembali. Bahkan dalam negara Republik Indonesia saat ini, motto Bhinneka Tunggal Ika (Berbeda-beda Namun Satu) yang tertera di kaki burung Garuda simbol negara RI, merupakan falsafah dan motto yang dipergunakan semasa kerajaan Majapahit.
Telah banyak tertulis mengenai fenomena kebesaran kerajaan Majapahit yang kabarnya luasnya mencakup Asia Tenggara. Kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Timur ini meninggalkan jajak-jejak memori yang dalam bagi rakyat di Nusantara, begitu pula bagi komunitas masyarakat Buddha di Nusantara, terutama adalah kesan mendalam tentang kehidupan beragama yang rukun dan damai semasa kejayaan kerajaan ini.
Di areal situs Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur yang kini menjadi saksi sejarah dan budaya, kebesaran Majapahit dalam segala aspek kehidupannya: ekonomi, sosial, budaya, agama, politik, tata pemerintahan, dan kerukunan hidup beragama masih dapat kita saksikan. Berkenaan dengan kebesaran kejayaan nusantara masa lalu dan sekaligus menghormati para leluhur nenek moyang bangsa, Komunitas Jejak Buddha Nusantara melakukan napak tilas mengunjungi situs kerajaan Majapahit pada tanggal 29 Desember 2012 sampai 1 Januari 2013 lalu. Kami juga pernah memberitakannya di link ini.
Napak tilas menyusuri kerajaan Majapahit yang merupakan sebuah situs kejayaan Nusantara Majapahit berada di dalam areal situs Trowulan yang luasnya mencapai 99 hektar. Banyak obyek historis, budaya, dan peninggalan keagamaan yang dapat dijangkau oleh anggota komunitas ini, meski juga masih banyak obyek sejarah lainnya yang belum sempat dikunjungi.
Sabdo Palon dan Kebangkitan Agama Buddha
Napak tilas tampaknya berlangsung cepat dan singkat dan masih membutuhkan beberapa hari lagi untuk dapat menyusuri keseluruhan situs Majapahit yang terdapat di daerah Trowulan ini, serta mendalaminya sehingga sungguh-sungguh dapat mengetahui, memahami, dan meresapi satu pertanda dari kebesaran kejayaan Nusantara ini.
Namun begitu, napak tilas yang berlangsung dua hari itu telah cukup pula memberi kesan luar biasa bagi anggota komunitas akan kebesaran kerajaan Majapahit dan keagungan Buddhadharma masa lalu yang dapat tumbuh berkembang dan hidup berdampingan dengan agama lainnya seperti Siwa Buddha maupun penganut Muslim yang telah ada pada masa itu.
Sejumlah obyek sejarah dan budaya yang sempat dikunjungi dan menimbulkan kesan mendalam serta gairah bagi para anggota komunitas untuk menyelusurinya kembali kelak. Sejumlah obyek itu seperti misalnya: Candi Brahu, Candi Gentong yang terletak di Desa Bejijong, dan Siti Hinggil dimana terdapat makam Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit bersama makam kedua istrinya –Garwo Padmi Gayatri dan Garwo Selir Ndoro Jinggo.
Di Siti Hinggil ini anggota komunitas banyak mendapat penjelasan dari Kukup, juru kunci yang menceritakan tentang keistimewaan Siti Hinggil yang juga banyak dikunjungi oleh pembesar-pembesar negeri ini.
Komunitas Jejak Buddha Nusantara juga berkesempatan mengunjungi Candi Wringin Lawang dan makam Tribuana Tungga Dewi, prabu ketiga kerajaan Majapahit, serta melakukan hening-meditasi dan doa khusyuk secara mendalam di petilasan Sabdo Palon dan Naya Genggong yang terletak di samping makam Tribuana Tungga Dewi.
Seperti diketahui, Sabdo Palon dan Naya Genggong yang merupakan abdi pada akhir kerajaan Majapahit adalah sosok mistis-historis yang mengemukakan tentang ramalan akan kebangkitan kembali agama “Budi” setelah 500 tahun keruntuhan Majapahit. Diyakini pula kebangkitan ini akan menghantar kejayaan Nusantara kembali, dan oleh komunitas Buddha dipercayai juga sebagai kebangkitan kembali agama Buddha.
Tidak jauh dari petilasan Sabdo Palon dan Naya Genggong yang terletak di Desa Klinterejo, Kec. Trowulan itu juga terdapat makam Raja Hayam Wuruk, yang terletak di Desa Panggih, Kec. Trowulan. Prabu Hayam Wuruk bersama Mahapatih Gajah Mada dikenal sebagai raja yang memerintah dan menghantar kejayaan Majapahit.
Di petilasan yang sunyi senyap ini tergambar panel-panel yang terukir dengan indahnya perjalanan hidup Hayam Wuruk sebagai Prabu Brawijaya ke-4 dari masa kanak-kanak hingga mencapai zaman keemasan Majapahit. Petilasan ini pun banyak dikunjungi oleh para peziarah yang bermalam.
Persatuan dalam Keragaman
Begitu luas areal situs Trowulan yang menyimpan kebesaran kerajaan Majapahit ini. Situs berikutnya yang dikunjungi adalah situs pusaka tempat menyimpan atau mengkeramatkan senjata-senjata yang dipergunakan semasa kerajaan Majapahit. Dekat situs ini pula terdapat sumur yang airnya jernih, makam Puteri Cina, Kolam Segaran, dan Candi Menak Jinggo.
Kolam Segaran sendiri yang begitu luas menjadi saksi dari keperkasaan prajurit Majapahit karena di kolam inilah prajurit Majapahit mendapat pendidikan dan pelatihan yang keras dari Mahapatih Gajah Mada. Kini kolam Segaran itu tampak indah dan anggun serta romantis di kala malam hari dengan bulan bulat purnama yang bersinar terang di atasnya. Keindahan kolah Segaran ini pun masih terpancar lewat airnya yang mengalir tenang di permukaan.
Sejauh yang diketahui, Situs Trowulan Majapahit yang luasnya mencapai 99 hektar itu terbelah oleh jalan raya propinsi menghubungkan Solo-Surabaya yang ramai dilalui kendaraan lintas kota. Sebelah selatan situs ini terdapat Museum Trowulan yang menyimpan banyak sekali peninggalan kerajaan Majapahit seperti patung, keramik, serta benda-benda lainnya. Tidak salah bila museum ini menjadi tempat belajar sejarah masa lalu khususnya kebesaran kerajaan Majapahit yang harus dikunjungi terlebih dahulu.
Di museum ini pula dapat kita saksikan peta ibukota kerajaan Majapahit dahulu kala, cara hidup, serta pernak-pernik alat-alat perkakas yang dipergunakan oleh rakyat Majapahit. Museum Trowulan juga menyajikan berbagai informasi mengenai situs-situs budaya lainnya, seperti candi-candi Hindu dan Buddha yang begitu banyak bertebaran di sekitar daerah Jawa Timur.
Di situs Trowulan ini, selain mengunjungi Museum Trowulan, Komunitas Jejak Buddha Nusantara juga mengunjungi Candi Bajang Ratu dan Candi Tikus, serta makam panggung dan petilasan Gajah Mada. Di muka petilasan terdapat pendopo agung Majapahit yang merupakan tempat dimana Gajah Mada melakukan sumpahnya yang terkenal, Sumpah Palapa, untuk mempersatukan seluruh Nusantara.
Pendopo Agung Majapahit yang berukuran besar ini ramai dikunjungi masyarakat, dan di pendopo agung ini pula dapat kita saksikan nama-nama Pangdam Brawijaya/Jawa Timur semenjak berdirinya negara Republik Indonesia hingga kini. Di sinilah titik dimana Nusantara dapat dipersatukan melalui Sumpah Palapa Gajah Mada.
Jauh lebih ke selatan lagi, terdapat Candi Kedaton dan situs makam penyebar-penyebar agama Islam semasa Majapahit. Terletak di Desa Santinorejo, Kec. Trowulan, terdapat komplek makam Troloyo. Dalam komplek makam ini terdapat makam Syeikh Jumadil Kubro (punjer Walisongo), maupun Nyai Endang Roro Kepyur (kubur tandah), Syeikh Abdul Qadir Jailani Asyuni (Tan Kim Han), dan Sayid Jumadil Kubro.
Komplek makam Troloyo ini ramai dikunjungi para peziarah yang sebagian besar adalah umat Muslim. Adanya komplek ini seperti menegaskan akan kebesaran kerajaan Majapahit dalam memperlakukan segenap pemeluk agama yang berbeda-beda, dan sungguh-sungguh mencerminkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika.”
Warisan Budaya Dunia
Masih banyak waktu diperlukan bagi para anggota Komunitas Jejak Buddha Nusantara untuk mengunjungi keseluruhan situs Majapahit di Trowulan ini. Namun, napak tilas yang dilakukan di ujung tahun 2012 dan harus bermalam tahun baru di perjalanan ini telah memberikan kesan mendalam bagi segenap anggotanya yang terdiri dari: Jo Priastana, Suhardi, Loka Sugati, Ngasiran, Supri Cupank, Yon Karyono, Juwanto, dan Sulistio. Mereka seakan hendak memberi makna sendiri dalam menyambut tahun baru: “Bersamaan Memasuki Masa Depan (2013) dan Menyelami Masa Lalu”.
Komunitas Jejak Buddha Nusantara hendak memberikan apresiasi yang tinggi terhadap peninggalan kejayaan nenek moyang yang tersebar di seluruh Nusantara, dan sekaligus menimba pelajaran yang bermanfaat untuk kehidupan dan kebangkitan Nusantara masa kini. Karenanya, komunitas pun dalam waktu dekat akan mengunjungi tempat-tempat bersejarah lainnya di Nusantara.
Napak Tilas Komunitas Jejak Buddha Nusantara ini pun mendapat sambutan yang hangat dari Ketua Wihara Maha Majapahit Trowulan, Bhikkhu Vijjananda yang menyediakan tempat bagi komunitas untuk bermalam. Vihara Maha Majapahit yang berada di Trowulan ini tampaknya sangat strategis bagi perkembangan situs Towulan ke depannya yang dicanangkan UNESCO akan menjadi Situs Warisan Budaya Dunia (World Heritage).
Dalam pandangan Bhikkhu Vijjananda, Vihara Majapahit yang luasnya 2 hektar dan masih memiliki hektaran areal lainnya di sekitarnya, ibarat gadis cantik di tengah-tengah obyek wisata situs Trowulan. Ke depannya, bukan tidak mungkin, vihara yang dipimpin oleh bhikkhu yang memiliki keterbukaan dan wawasan luas ini akan menjadi center dan tempat kunjungan wajib bagi umat Buddha, wisatawan, dan juga bagi komunitas lainnya, seperti seperti para arkeolog, komunitas spiritual, maupun wisatawan mancanegara.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara