• Sunday, 27 October 2019
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Selama zaman dinasti Han (206 SM – 220 M), agama Buddha telah dikenal oleh masyarakat Tionghoa meskipun belum dominan. Pada masa ini, agama Buddha lebih banyak dipraktikkan oleh komunitas-komunitas pedagang dari Asia Tengah. Oleh karena sifatnya yang masih terbatas, penyebaran agama Buddha belum dipandang sebagai suatu ancaman bagi kekaisaran dan tradisi Kong Hu Cu yang saat itu berkembang di kalangan istana.

Selama interval kejatuhan dinasti Han dan berdirinya dinasti Sui (581 – 618 M), agama Buddha telah berkembang menjadi kekuatan dominan dan berakulturasi dengan kebudayaan dan tradisi setempat melahirkan aliran Buddha Mahayana Tiongkok. Aliran ini menekankan pada ajaran tentang dhyana (meditasi) dan sunyata (kekosongan) sebagaimana dijelaskan dalam sutra Prajnaparamita.

Ajaran ini menarik minat banyak kalangan di kala itu sebagai bahan diskusi dan praktik, termasuk aristokrat di Tiongkok utara dan selatan. Para biksu India (Tiongkok – India) mulai bertukar pikiran dengan para aristokrat untuk menemukan kesalingpahaman dan toleransi antara ajaran Buddhis dengan tradisi setempat.

Hasilnya adalah pertukaran teori antara aristokrat penganut paham Kong Hu Cu, para biksu Buddhis, dan para Taois yang dikenal sebagai Xuanxue. Sedangkan pertukaran yang meliputi pemikiran agama Buddha Mahayana dengan Laozi dan Zhuangzi disebut qingtan.

Agama Buddha kemudian terus berkembang tidak hanya di kalangan pedagang dan aristokrat, tetapi juga masyarakat Tionghoa secara umum. Bahkan pada abad kelima terjemahan lengkap peraturan monastik biksu/ni (vinaya) dari India selesai. Melihat pertumbuhan signifikan ini, Kaisar Wudi (424 – 451) dari dinasti Wei Utara mengambil langkah persekusi anti buddhis pertama di Tiongkok atas permintaan kedua menteri penganut Kong Hu Cu dan Taoisme, Kou Qianzhi dan Cui Hao.

Keduanya berharap keadaan negara yang lebih homogen (mengutamakan tradisi dan kepercayaan asli Tionghoa) dan melihat Sangha sebagai pembangkang kekaisaran dan sekularisme. Kaisar Wudi dari dinasti Zhou Utara (557 – 581) juga menerima argumen ini dan melakukan persekusi anti buddhis. Dia mengeluarkan berbagai kebijakan yang merugikan agama dan penganut Buddha di Tiongkok seperti penangkapan biksu/ni dan penutupan wihara-wihara.

Selama dekade awal dinasti Tang (618 – 907), para penasihat Kong Hu Cu dan Taois mengecam Sangha dengan berbagai alasan, termasuk penahbisan ilegal, arogansi agama, aktivitas komersil, dan penghindaran pajak. Hal ini menyebabkan Kaisar Gaozu (618 – 627) pada tahun 626 memproklamirkan Kong Hu Cu dan Taoisme sebagai dua pilar kekaisaran. Hal ini berdampak pula pada semakin terpojoknya perkembangan agama Buddha di daratan Tiongkok. Aksi persekusi anti-buddhis paling drastic terjadi selama era Huichang (841-845M).

Kaisar Wuzong mengadopsi kebijakan untuk menekan popularitas agama Buddha di daratan Tiongkok. Dia memerintahkan penutupan vihara-vihara, mengusir para biksu dan biksuni dari vihara tempat mereka tinggal, dan melarang para pemuda-pemudi untuk menjadi seorang biksu atau biksuni.

Pada 845M, kebijakan Wuzong ini telah menyebabkan kurang lebih 260.000 biksu dan biksuni lepas jubah dan menghancurkan lebih dari 4.600 vihara dan 40.000 kuil. Kebijakan anti asing Kaisar Wuzong juga turut berimbas pada agama impor lainnya yang ada di Tiongkok kala itu, yaitu Zoroastrianisme, Kristen Nestorian, dan Manichaeisme.

Han Yu mengambil pendapat dari sudut pandang Kong Hu Cu bahwa agama Buddha merupakan sebuah budaya barbar dan Buddha sendiri adalah seorang barbar – yang artinya seseorang yang tidak mengetahui hubungan pantas antara penguasa dan para menteri, ayah dan anak, atau siapa pun yang tidak mengenakan pakaian kuno Tionghoa. Han Yu berpendapat bahwa agama Buddha mengancam eksistensi Kong Hu Cu di komunitas Tiongkok dengan mengajak masyarakat untuk menyembah tulang Buddha.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *