Mungkin sudah menjadi rahasia umum kalau Bodhisattwa-Mahasatwa seperti Avalokiteshvara, Manjushri, atau Arya Tara banyak disembah oleh leluhur Buddhis di Nusantara. Namun sepertinya banyak yang belum tahu bahwa ada satu lagi sosok agung yang disembah oleh masyarakat Jawa kuno.
Mahapratisara namanya, adalah Bodhisattwa yang mengenakan mahkota ratna manikam, dengan postur Mahaabhaya, dan berlengan delapan. Tangan kiri paling atas memegang padma yang di atasnya terdapat cakra emas menyala-nyala, kemudian secara berurutan adalah: sutra, panji ratna, dan pasa.
Sementara tangan kanan paling atas memegang Vajra Pancasula, dan secara berurutan masing-masing tangan kanan membawa trisula, ratnakhadga, dan vajraparasuankusa. Ia duduk di atas padmasana.
Mahapratisara Vidyarajni, yang dalam bahasa Mandarin disebut sebagai Da-sui-qiu Pusa, dipercaya sebagai manifestasi dari Bodhisattwa Avalokiteshvara. Mahapratisara berarti Yang Maha Memenuhi Harapan. Nama Tantra-nya adalah Varada Vajra atau Vajra Memenuhi Harapan.
Bodhisattwa yang dipuja di aliran Mahayana dan Tantrayana ini dipercaya menganugerahkan apa yang menjadi dambaan setiap insan. Gelar lainnya adalah Mahavidyarajni karena Mahapratisara dapat memancarkan sinar yang sangat agung, sangat gemerlap, dan sangat terang.
Baik itu dalam Buddhis eksoterik maupun esoterik, Bodhisattwa Mahapratisara adalah Bodhisattwa yang sangat istimewa dan bahkan sangat unggul, meski sekarang mungkin hanya sedikit yang mengetahui sosoknya.
Kepastian mengenai dipujanya Mahapratisara oleh masyarakat Jawa kuno pernah dijelaskan oleh Dr. Peter Sharrock, pengajar pada School of Oriental and African Studies (SOAS), University of London, dalam kuliah umumnya di pascasarjana UGM tahun 2015, yang pernah penulis ikuti.
Ia menerangkan bahwa relief sosok Mahapratisara dapat ditemukan di Candi Mendut. Sayang kebanyakan orang salah mengira relief yang rusak itu sebagai Boddhisatwa Cundi, padahal sebenarnya adalah Mahapratisara.
Sharrock menjelaskan, keberadaan Mahapatisara di Candi Mendut berkaitan dengan persebaran agama Buddha versi esoterik atau tantra, dari India menuju Tiongkok.
Dari tempat tersebut, aliran ini lantas menyebar ke Jepang dan juga ke Jawa, tepat sebelum Mandala Agung Borobudur dibangun. Hal ini dibuktikan dengan adanya berbagai arca Mahapatisara di wilayah-wilayah tersebut, dari era yang sama, meskipun dengan gaya ikonografi yang berbeda.
Relief Mahapratisara di Candi Mendut. Foto: Journal of Bengal Art Volume 4, 1999
Keutamaan kualitas Mahapratisara Bodhisattwa ada pada Mahapratisara Dharani. Menurut kepercayaan, barang siapa mendengar, menjapa, menyalin, dan menyebarluaskan Mahapratisara Dharani, tidak akan dicelakai oleh bencana api dan racun, mampu menaklukkan musuh, menghancurkan neraka anantarya, menyingkirkan petaka dari naga dan ikan, memperoleh ketenteraman, serta terhindarkan dari kesukaran yang dibuat oleh Raja dan lain sebagainya.
Menurut kisah legenda versi kitab Bhadrakalpavadana, dikatakan bahwa Pangeran Siddharta meninggalkan kehidupan istananya sebelum kelahiran anaknya Rahula.
Sebelum berangkat, Ia menyentuh pusar istrinya Yasodhara dengan jari telunjuk kaki kanannya dan bersumpah bahwa janin buah hatinya akan dilindungi dari bahaya besar yang akan menemuinya di masa depan.
Dikisahkan, sebelum melahirkan anak Rahula, Yasodhara menjalani banyak cobaan dan kesengsaraan berbahaya dari sepupunya, Devadatta. Tapi dalam semua kasus, Yashodhara berhasil selamat tanpa terluka karena kekuatan perlindungan Mahapratisara yang ajaib.
Sementara menurut yang tercatat dalam Samanta-jvala-mala-visudhe-sph urita-cintamani-mudra-hrdaya- aparajita-mahavidyarajni- mahapratisara-dharani-sutra, dikisahkan di Kapilamahanagara, saat Rahula berada dalam kandungan, Yasodhara, sang ibunda pernah masuk ke dalam kobaran api. Saat itu Mahapratisara Dharani dijapa, dan kobaran api berubah menjadi kolam teratai.
Kisah lain menyebut, Raja Varadahasta dari Magadha tidak bisa mempunyai keturunan. Ia akhirnya menyalin Mahapratisara Dharani dan harapannya beserta sang istri untuk memperoleh keturunan pun terkabulkan.
Sampai sekarang, umat Buddha asli Nepal (Newari) banyak yang memakai semacam jimat untuk melindungi mereka dari berbagai macam bahaya yang tak terlihat. Jimat ini berisi Dharani Mahapratisara Devi.
Mantranya adalah Om Bhara Bhara Sambhara Sambhara Indriya Visudhani Hum Hum Rulu Care Svaha.
Deny Hermawan
Seorang penjelajah, bekerja sebagai jurnalis di Kota Gudeg, Jogja. Dapat dijumpai di facebook, @deniclassic
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara