“Sudah menjadi kehendak Rajapatni yang agung
Bahwa keturunannya harus menjadi pemimpin besar dunia
Yang tiada tandingan.” (Negarakrtagama Bab 48)
Perempuan dalam sejarah peradaban dunia pada umumnya tidak mendapatkan tempat yang banyak dalam catatan-catatan sejarah yang didominasi oleh laki-laki, khususnya di Nusantara. Apakah demikian?
Adalah seorang Gayatri, putri bungsu Kretanegara raja agung dari Singasari, begitu lahir ia mendapatkan gelar Dyah Dewi Gayatri Kumara Rajassa. Masa pertumbuhannya banyak ia habiskan bersama gurunya Terenavindu untuk mempelajari kitab-kitab Buddhis tentang nalar, kajian, peribadatan, yoga, dan meditasi.
Ia mencintai pertunjukan rakyat dan lakon-lakon wayang yang banyak menyimpan kebijaksanaan-kebijaksanaan leluhur Jawa. Lakon kegemarannya adalah lakon lokal yakni Panji, karena lebih merasa lakon tersebut lebih membumi.
Kisah Panji menceritakan tentang seorang pangeran dari Kahuripan, dia ditunangkan dengan Candra Kirana, tunangannya merupakan seorang putri Daha. Setelah melewati berbagai cobaan, mereka akhirnya disatukan dalam ikatan suci.
Singasari runtuh
Kerajaan ayahnya menghadapi tantangan dari luar dan dalam. Dari luar adalah serangan dari bangsa Mongol yang hendak menundukkan Jawa di bawah imperiumnya. Dari dalam adalah serangan yang di luar hitungan, yakni serangan kerajaan Kediri yang dicetuskan oleh Jayakatwang.
Kretanegara gugur ketika terjadi serangan kerajaan Kediri (1292), Singasari yang kehilangan rajanya menjadi kacau balau. Gayatri yang menemukan jenazah kedua orangtuanya, guru, dan para petinggi keraton, ia tidak menangis atau panik. Gayatri berlutut di hadapan tubuh ayah dan ibunya, mencium dan mendoakan jiwa keduanya. Bersumpah untuk mengenangnya dan merawat apa yang telah diwariskannya.
Ia menyamar sebagai Ratna Sutawan agar lolos dari mata-mata kerajaan Kediri. Karena tokoh Candra Kirana meresap dalam jiwanya, ia mengenakan busana laki-laki, kemudian mencari tempat persembunyiannya. Hingga akhirnya berharap Pangeran Panji menemukannya. Siapakah Pangeran Panji tersebut?
Raden Wijaya
Menyelamatkan harkat kerajaan (1292-1294). Atas bantuan dari Arya Wiraraja, seorang bupati Madura, Raden Wijaya dapat menjalin hubungan baik dengan Jayakatwang. Saat Wijaya diarak di ibukota kerajaan Kediri, Daha. Wijaya menyisir satu per satu orang yang menontonnya berusaha mengenali orang-orang penting yang ia kenal.
Dalam sepersekian detik, Wijaya bertatapan mata dengan Gayatri. Pagi hari itu juga utusan rahasia dari Wijaya datang ke Gayatri membawa pesan agar tuan putri jangan putus asa.
1293, pasukan Mongol berjumlah 20.000 prajurit mendarat di tepi Sungai Brantas dengan perintah untuk menaklukkan Jawa. Kemudian Wijaya dan Arya Wiraraja mendatangi pasukan Mongol untuk menawarkan bantuan.
Pasukan Mongol menyerbu Kediri, setelah perlawanan yang sengit, mereka takluk. Jayakatwang tewas karena luka-luka. Gayatri pun dibebaskan. Pasukan Mongol disingkirkan. Wijaya membangun kerajaan baru bernama Majapahit.
Ia mendampingi raja Majapahit menyongsong era baru. Sayang sekali usia Wijaya tidak panjang, dalam usianya yang ke-40, ia kembali ke tanah suci Para Buddha. Kebersamaan mereka hanya enam tahun. Bagaimanakah nasib kerajaan yang baru saja berdiri tersebut?
Gajah Mada
Ia muncul ketika Raja Jayanegara membuat kebijakan baru dengan membentuk pengawal khusus keraton. Jayanegara pada akhirnya digulingkan oleh Gayatri dan Gajah Mada karena ketidakmampuannya dalam mengurus pemerintahan.
Kemudian mereka berdua mendukung putri Gayatri, Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk naik takhta bersama suaminya Kerthawardana. Dengan naiknya mereka, Majapahit menjadi lebih stabil. Sehingga Majapahit bisa memfokuskan pada cita-citanya.
Bergabungnya Bali dalam aliansi dengan Majapahit karena tak luput dari peran Gajah Mada yang sangat paham masyarakat tersebut. Mengapa pilihan aliansi pertamanya adalah Bali? Karena menurut pertimbangan Gayatri dan Gajah Mada, kala itu kebudayaan Jawa Tengah menghadapi tantangan baru, Islam.
Ia berharap, berdasar ramalan terkenal Jayabaya, “Jawa dan pulau-pulau di sekitarnya akan dipimpin oleh bangsa dan agama asing dalam waktu yang lama, namun nanti akan terbebas dan berpulang ke Hindu dan Buddha.”
Oleh karena itu, pilihannya adalah Bali, sebagai benteng terakhir jika arus utama ekonomi dan politik tak lagi terbendung nantinya. Kebudayaan Majapahit akan tetap lestari di Bali.
Kemudian kerajaan-kerajaan lainnya menyusul bergabung dalam aliansi Majapahit, kecuali Sunda, yang pada akhirnya terjadi peristiwa tragedi Bubat.
Gayatri menjadi bhiksuni
Merasa telah mendapatkan penerus cita-citanya dalam membesarkan Majapahit, ia undur diri dari dunia keraton dan menekuni spiritual. Ia menuruti nasihat terakhir mendiang ayahnya serta mengikuti jejak Dewi Prajnaparamita, dewi kebijaksanaan tertinggi.
Itulah mengapa Gayatri diabadikan dalam karya seni yang mengagumkan, duduk di atas alas teratai, dan sandaran berupa takhta. Di Bali, Gayatri masih dipuja di candi induk Besakih, di sebuah lereng Gunung Agung. Ia dihormati sebagai Dewi Saraswati, dewi pengetahuan tertinggi dalam agama Hindu yang setara dengan pengetahuan tertinggi dalam agama Buddha Mahayana, yakni Dewi Prajnaparamita.
Judul Buku: Gayatri Rajapatni (Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit)
Penulis: Earl Drake
Penyunting: Manneke Budiman
Penerbit: Penerbit Ombak (2012)
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara