• Monday, 15 June 2020
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Sebentar lagi orang-orang Tionghoa di seluruh dunia akan menyantap bakcang, makanan tradisional khas negeri Tirai Bambu yang umumnya terbuat dari beras ketan dan dibungkus dengan daun bambu.

Bakcang adalah sebutan umum makanan ini di Indonesia yang banyak dipengaruhi bahasa Hokkian atau Teochew. Sebutan resminya adalah zongzi, atau di dalam bahasa Inggris disebut rice dumpling.

Makanan ini biasanya disantap pada Festival Perahu Naga (Duanwu) yang jatuh pada hari kelima bulan kelima penanggalan lunar Tionghoa. Ada beberapa versi yang menceritakan sejarah timbulnya makanan ini atau setidaknya mengapa disantap pada tanggal tersebut.

Bakcang dan sejarahnya

Salah satu versi yang umum mengaitkan bakcang dengan cerita seorang penyair terkenal dari Kerajaan Chu bernama Qu Yuan. Dikagumi atas sikap kepahlawanannya, Qu Yuan gagal meyakinkan rajanya terhadap ancaman dari Kerajaan Qin.

Ketika Jenderal Qin berhasil menaklukan ibukota Chu, Bai Qi pada 278 SM, Qu Yuan merasa sangat sedih hingga akhirnya terjun kedalam Sungai Miluo. Menurut legenda, masyarakat sekitar yang mengagumi kepahlawanan Qu Yuan membuang kantong-kantong beras ke dalam sungai untuk mencegah ikan-ikan memakan tubuh sang penyair.

Terlepas dari romansa legenda Qu Yuan yang dianggap menjadi permulaan zongzi/bakcang, nyatanya makanan ini sudah muncul berabad-abad sebelumnya. Pada masa itu orang-orang menyebutnya jiao shu atau nasi kukus berbungkus daun bambu.

Pada akhir masa dinasti Han Timur, orang-orang merendam nasi shu dengan rumput dan air abu dan menyebutnya dumpling air alkali. Pada dinasti Jin-lah, bakcang resmi dijadikan makanan tradisional menyambut festival perahu naga.

Bakcang dan maknanya

Salah satu poin penting dari bakcang adalah maknanya. Bakcang umumnya dibuat dalam bentuk limas segitiga dengan empat sudut. Masing-masing sudut mewakili sifat manusia yaitu zhi zu, gan en, shan jie, dan bao rong.

Zhi zu artinya merasa puas dengan apa yang dimiliki. Demikian pula kita sebagai manusia diharapkan tidak memupuk sifat serakah.

Gan en artinya bersyukur. Disini kita diajarkan untuk mengembangkan rasa syukur sebagai salah respon terhadap kebaikan yang terjadi dalam kehidupan kita.

Selanjutnya shan jie yang artinya berpikiran positif. Disini kita diharapkan untuk selalu menjaga pikiran bersih dan positif, tidak memandang keburukan orang lain.

Terakhir adalah bao rong yaitu merangkul. Maksudnya adalah kita sebagai manusia harus senantiasa mengembangkan sikap cinta kasih dan simpati kepada sesama yang membutuhkan.

Keempat makna yang tersirat dalam bakcang ini selaras dengan ajaran Buddha. Selain menjaga tradisi dan menjalin kekeluargaan, membuat bakcang ternyata punya makna yang mendalam.

Selamat mencoba.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *