Candi Jago terletak di Dusun Jago, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Kurang lebih 22 km sebelah timur Kota Malang. Penduduk setempat menyebut candi ini dengan sebutan tradisi ialah “cungkup” yang maksudnya adalah suatu bentuk bangunan yang dikeramatkan, lebih umum disebut Candi Jago.
Akan tetapi nama atau sebutan candi ini adalah “jajaghu” seperti tertulis di dalam dua kitab kuno, yaitu kitab Pararaton dan kitab sastra kuna Nagarakertagama. Arti dari jajaghu ialah penyebutan dari suatu nama tempat suci, atau dapat juga diartikan dengan istilah “Keagungan”. Candi ini dibangun oleh Raja Kertanegara untuk ayahnya, Raja Jaya Wisnuwardhana dari Singhasari (1275-1300).
Pendirian Candi Jago
Di dalam kitab sastra kuno Nagarakertagama dijelaskan bahwa Raja Wisnuwardhana yaitu Raja Singasari ke-4 meninggal dunia pada tahun 1268 Masehi, kemudian beliau dicandikan (didarmakan) di dua tempat yaitu;
1. Dicandikan Waleri sebagai Hindu atau Siwa
2. Di Candi Jajaghu sebagai Buddha.
Dari keterangan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Raja Wisnuwardhana menganut suatu agama dari percampuran dua unsur agama tersebut (Sinkretisme), yaitu agama Hindu Buddha atau Siwa Budha dalam aliran Tantrayana. Agama ini berkembang dan dianut pada masa kerajaan Singhasari terakhir.
Proses percampuran dan penyatuan dua agama tersebut yaitu Siwa dan Budha yang berkembang karena pemahaman yang mendalam serta kristalisasi perkembangan agama di kerajaan Singhasari saat Raja Wisnuwardhana menyadari bahwa dua agama tersebut memiliki tujuan mulia yang sama.
Baca juga: Tenaga Kerja Asing dalam Pembuatan Candi
Di lain pihak Raja Wisnuwardhana berusaha mewujudkan suasana “tata tentrem kerta raharja” tanpa adanya suatu persaingan yang signifikan di antara kedua agama tersebut serta di antara para pemeluknya/pengikutnya.
Dapat diperkirakan peresmian Candi Jago ini pada tahun 1280 M, yang bersamaaan dengan diadakannya upacara Sradha (pelepasan atman dari dunia berselang 12 tahun setelah meninggalnya mendiang). Adanya pahatan padma (bunga teratai) yang keluar dari bongkolnya serta menjulur ke atas pada stela arcanya, hal ini merupakan ciri khas seni pada masa Kerajaan Singhasari.
Perlu diingat bahwa dari kebiasaan raja-raja zaman dahulu dalam masa pemerintahannya sering melakukan perubahan terhadap candi-candi yang didirikan oleh raja-raja sebelumnya atau leluhurnya. Dengan kenyataan seperti ini kita sering dihadapkan pada masalah yang berhubungan dengan pendirian bangunan suci atau candi. Hal ini berlaku juga dengan bangunan candi jago (jajaghu).
Pada Candi Jago terdapat banyak relief cerita “keagamaan”, relief itu terukir di sekeliling tubuh candi dari bawah hingga ke atas. Relief itu adalah :
1. Cerita binatang
2. Kunjarakarna
3. Parthayajna
4. Arjunawiwaha
5. Krsnayana
Pada tulisan selanjutnya akan kita bahas relief-reliefnya.
Goenawan A. Sambodo
Seorang arkeolog, Tim Ahli Cagar Budaya Temanggung, menguasai aksara Jawa kuno.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara