• Tuesday, 7 November 2017
  • Victor A Liem
  • 0

Buta Cakil dalam pewayangan sosoknya raksasa dan nyakil. Sebagaimana lazimnya, Buta digambarkan tinggi besar dengan gigi taring yang keluar sehingga wajahnya tampak bengis dan menyeramkan. Namun mengapa ditambahi ‘nyakil’?

Dalam mitologi India, raksasa memiliki sifat arogan. Tubuh yang besar adalah simbol dari ego yang besar. Ego besar itu membuat seseorang haus kekuasaan, arogansi yang tinggi, dan haus akan dominasi terhadap yang lainnya. Dalam banyak kisah, raksasa melawan dewa dan kaum raksasa ini hidupnya selalu dipenuhi iri hati dengan para dewa.

Penggambaran ‘nyakil’ adalah menyesuaikan kondisi di Jawa pada waktu itu untuk mengkritik mereka yang selain haus kekuasaan juga serakah. Nyakil adalah bagian rahang bawah yang lebih maju dari atas. Mewakili sifat yang rakus, serakah, ingin meraih segalanya. Hasrat yang lebih besar dari yang seharusnya.

Dalam pewayangan, Buta Cakil diakhiri dengan kematian yang sia-sia. Tertusuk dan mati oleh kerisnya sendiri setelah dihajar oleh Arjuna.

Keris dalam budaya Jawa adalah pinandel yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Atau lebih tepat bagian dari dirinya sendiri. Karena itu keris sering menjadi identitas diri. Buta Cakil yang mati tertusuk oleh kerisnya sendiri adalah pelajaran bahwa hasrat kekuasaan dan keserakahan itu ibarat menggali lubang kuburannya sendiri.

Zaman sekarang, mereka yang termasuk ‘Buta Cakil’ tidak selalu nyakil dan berbadan besar. Politikus busuk yang haus kekuasaan dan korupsi banyak yang tampan, sopan, dan hidup dalam gaya hidup yang memiliki citra yang jauh dari wujud ‘buta cakil’. Namun di dalam, mereka adalah Buta Cakil. Demikian juga dengan yang ada pada diri kita.

Kekuasaan

Hasrat berkuasa dan keserakahan jika tidak diwaspadai maka akan membuat diri kita menderita. Jika penderitaan diri mulai menyebar dan menyebabkan penderitaan orang lain, maka kita juga akan mendapat sanksi hukum dalam hidup bermasyarakat.

Buta Cakil yang merusak tatanan dunia, maka akan ditaklukan oleh ksatria yang bertugas menjaga tatanan itu. Dalam kisah, Arjuna melawan Buta Cakil. Namun Buta Cakil akhirnya mati tertusuk oleh kerisnya sendiri.

Pada akhirnya hukum alam yang membuat kejatuhan seseorang. Hukum yang dibuat manusia mungkin tidak sempurna, namun hukum alam selalu sempurna dan adil. Apa yang telah ditanam, maka itu juga yang akan dituainya.

Victor Alexander Liem 

Penulis adalah pecinta kearifan Nusantara dan penulis buku Using No Way as Way.

Tinggal di kota kretek, Kudus, Jawa Tengah. Memilih menjadi orang biasa, dan menjalankan laku kehidupan sehari-hari dengan penuh suka cita.

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Victor A Liem

Penulis adalah pecinta kearifan Nusantara dan penulis buku "Using No Way as Way"
Tinggal di kota kretek, Kudus, Jawa Tengah. Memilih menjadi orang biasa, dan menjalankan laku kehidupan sehari-hari dengan penuh suka cita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *