Kalau pada minggu lalu, BuddhaZine secara khusus membahas umat Buddha di Dusun Tekelan, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang; kali ini kami kembali membahas komunitas Buddhis yang berada di pegunungan, namun di tempat yang berbeda yaitu, umat Buddha di Desa Cemara. (Baca Tekelan, Dusun Buddhis di Lereng Gunung Merbabu)
Desa Cemara merupakan salah satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung. Jarak dari kota Temanggung kira-kira 35 km. Cemara merupakan daerah pegunungan yang terletak di deretan pegunungan Sitlerep dan Gunung Prau dengan ketinggian antara 1.200 – 1650 mdpl dengan suhu antara 16-23 derajat celcius.
Desa dengan luas sekitar 488 hektar ini didiami oleh sekitar 2.335 jiwa. Area ini berupa ladang pertanian yang di setiap tahunnya ditanami dengan komoditas secara bergantian antara tembakau di musim kemarau dan sayur-sayuran di musim penghujan. Diberi nama Desa Cemara karena di desa ini banyak pohon cemara. Dan sampai saat ini di desa tersebut terdapat ada cemara tua yang dijadikan tempat wisata spiritual terutama orang Jawa.
Desa Cemara dilintasi oleh akses jalan aspal namun sempit antara Candiroto sampai Kejajar, Wonosobo. Kondisi ini memungkinkan untuk warga desa dapat menjalin hubungan sosial-ekonomi dengan warga desa, kecamatan maupun kabupaten lainnya.
Desa Cemara sendiri dibagi menjadi tiga dusun, yaitu Cemara Atas, Cemara Bawah, dan Tempel. Di Dusun Tempel inilah hidup komunitas umat Buddha.
Sejarah Umat Buddha Desa Cemara
Umat Buddha di Temanggung tersebar hampir di semua wilayah, meskipun paling banyak berada di Kecamatan Kaloran. Jauh dari wilayah Kaloran bahkan hampir tidak ada akar yang sama dengan umat Buddha Kaloran, komunitas umat Buddha ternyata juga bisa berkembang di wilayah Cemara yang letaknya di ujung barat Temanggung, di lereng Gunung Prau dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonosobo. Lalu bagaimana awal berkembangnya agama Buddha di Cemara?
Umat Buddha di Cemara mulai berkembang pada tahun 1997, bermula dari pencarian agama oleh penduduk setempat yang cocok setelah sebelumnya merupakan penganut kepercayaan Kejawen. Sebelum berkembang agama-agama yang saat ini dianut oleh masyarakat Indonesia, sebagian besar masyarakat Cemara menganut kepercayaan Pangestu sebagai jalan spiritual.
Dan pada tahun 1997, Mbah Hadi bersama puluhan masyarakat Cemara datang dalam perayaan Waisak di Vihara Dwipaloka, Parakan, Temanggung. Dari situlah Mbah Hadi merasa cocok dengan agama Buddha yang kemudian dibawa ke Cemara, dan kemudian pada tahun 2000 resmi menjadi agama yang mereka anut.
“Setelah mengikuti perayaan Waisak saat itu, kami kok merasakan adem dan cocok dengan ajaran Buddha. Saat itu pula kami meminta bimbingan dari Rumadi, umat Buddha Desa Giyono, Kecamatan Jumo,” tutur Mbah Hadi.
Kecocokan dengan agama Buddha bukan tanpa alasan. Sebagian besar umat Buddha saat ini meyakini bahwa sebelum ada agama Buddha, sudah ada kakek moyang masyarakat Cemara yang beragama Buddha. “Ini adalah ikatan karma, ikatan sebab akibat. Kalau tidak ada bibit tidak mungkin tumbuh tanaman. Jadi, kami merupakan umat Buddha yang tumbuh dari biji nenek moyang kami. Dan sebab akibat ini adalah ajaran Buddha yang paling mendasar dan harus dipahami,” tambah ayah dari Suhut yang saat ini menadi ketua Vihara Dhamma Ratna, Desa Cemara.
Namun lebih dari itu, umat Buddha Cemara meyakini bahwa agama Buddha sangat cocok dengan kepercayaan Kejawen. “Dalam kepercayaan kami sebelumnya, orang hidup itu yang penting adalah tingkah lakunya benar, itu yang dipegang teguh. Dan ini yang kami temukan di ajaran Buddha,” tambah Mbah Hadi.
Oleh sebab itulah, dalam melakukan kegiatan keagamaan Buddha, umat Buddha Cemara memadukan dengan tradisi Jawa, seperti anjangsana weton (puja bakti di rumah umat saat hari kelahiran berdasarkan penanggalan Jawa sebagai bentuk rasa syukur telah lahir sebagai manusia), puja bakti Minggu kliwon di vihara, dan lain-lain.
Umat Buddha Cemara Harus Lebih Banyak Diperhatikan
Komunitas umat Buddha di Desa Cemara adalah satu-satunya komunitas Buddhis di Kecamatan Wonoboyo. Hal inilah yang menyebabkan umat Buddha Cemara kurang interaksi dan pembinaan dari umat Buddha dari wilayah lain.
Bangunan Vihara Dhamma Ratna juga sederhana. Tapi Mbah Hadi dengan kerendahan hati mengungkapkan bahwa yang terpenting adalah kualitas umat, bukan kualitas rumah ibadah. Sukurlah saat ini Vihara Dhamma Ratna telah dipugar menjadi lebih baik.
Minimnya pembinaan inilah yang menyebabkan umat Buddha Cemara tidak berkembang dengan baik. “Pada saat diresmikan agama Buddha pada tahun 2000, yang masuk agama Buddha sangat banyak, tetapi belum sampai merasakan manisnya ajaran Buddha mereka sudah pada pergi. Namun dengan kesamaan karma baik, saat ini Pak Lukas dan Dhammaduta-dhammaduta dari Kaloran sudah mulai memberi harapan kepada kami lagi,” ujar Suhut.
“Perjalanan kali ini tak pernah terlupakan dalam hidup saya. Bertemu dengan Mbah Hadi, tokoh penjaga Dhamma di Desa Cemoro, betapa beliau teguh memegang ajaran budi pekerti, ajaran Dhamma, walaupun dalam kesederhanaan dan keterbatasan tempat ibadah mereka,” ujar Lukas Sanjaya, seorang Dhammaduta asal Semarang.
Melakukan Pembinaan Sambil Berwisata ke Cemara
Desa Cemara merupakan desa yang mempunyai potensi wisata yang sangat besar. Keindahan alam pegunungan dan beberapa curug (air terjun) juga tersaji di dusun yang juga mempunyai tempat wisata spiritual cemara tua ini.
Saat Anda akan melakukan wisata ke Dieng, Wonosobo bisa juga melalui rute lewat Desa Cemara yang nanti juga bisa melewati vihara yang berada sebelah jalan persis. Untuk menuju dataran tinggi Dieng melalui Desa Cemara bisa mengambil rute dari kota Temanggung ke arah Parakan, Candiroto, sebelum pasar belok kanan, Anda akan melewati Kecamatan Wonoboyo, ambil arah ke Cemara.
Saat memasuki wilayah Cemara, Anda akan dimanjakan dengan pemandangan alam pertanian yang indah dengan udara yang sejuk khas pegunungan. Jadi tidak salah apabila Anda ingin berwisata ke Dieng bisa mampir sekalian menyapa umat Buddha Desa Cemara.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara