• Wednesday, 28 March 2018
  • Hendrick Tanu
  • 0

Selama dua milenium, Nusantara menampung dua arus kebudayaan dan spiritualitas dari dua negara yaitu India dan Tiongkok. Tiga agama yaitu Hindu, Buddha, dan Tao adalah tiga yang paling menonjol. Hindu dan Buddha sudah sering kita bahas. Namun kalau agama Tao? Hmmm… barangkali fakta-faktanya akan mengejutkan kita!

Menurut banyak penelitian, Tiongkok Selatan/Barat Daya diduga sebagai asal muasal manusia ataupun keyakinan dari banyak manusia di Asia Timur, Asia Tenggara, dan bangsa Austronesia (yang termasuk di dalamnya adalah manusia Nusantara ini).

Baca juga: Milyarder Tiongkok Tinggalkan Hartanya untuk Menjadi Bhiksu

Uniknya, Tiongkok merupakan asal usul dari Shamanisme kuno atau Wujiao (巫) yang pengaruhnya masih sangat terasa terutama di suku-suku yang tinggal di Tiongkok Selatan / Barat Daya. Banyak yang meneliti Shamanisme Tiongkok ini banyak kemiripan dengan kepercayaan asli bangsa Austronesia di Asia Tenggara termasuk agama Bon yaitu agama asli Tibet.

Shamanisme ini kemudian terus berevolusi dan terserap ke agama Tao. Agama Tao saat ini memiliki filosofi yang amat sesuai dengan zaman modern, jauh melebihi apa yang disebut sebagai Shamanisme, namun bukan berarti tidak ada unsur-unsur tersebut di sana. Shamanisme di Tao sebagai agama juga masih sangat kuat adanya. Bermuasal dari Wujiao, agama Tao dibuka oleh Kaisar Kuning (Huangdi), diperkenalkan oleh Laozi dan dijadikan agama oleh Zhang Daoling di Sichuan (Tiongkok Barat Daya).

“Dukun”, “Datuk”

Istilah Jawa / Malay “dukun” mungkin paling pas untuk menerjemahkan kata “shaman”. Para peneliti mengatakan bahwa kata tersebut merupakan kata serapan dari bahasa Hokkian yang berakar Mandarin.

Menurut Kok Seong Teo dan Thomas FW, “Dukun” berasal dar pelafalan Hokkian “lokun” atau Mandarinnya “laojun” (老君). Dugaan lain mungkin bisa saja dari kata “bukun” (wujun 巫君) atau “thokun” (tujun 土君).

Laojun artinya adalah tabib, dokter. Tujun adalah orang yang pribumi yang berbudi. Wujun artinya shaman. Semuanya pas dengan definisi dukun. Laojun khususnya juga menjadi akhiran dari dewa pendiri agama Tao yaitu Laozi/Taishang Laojun (太上老君). Namun perlu diingat bahwa dari Laojun ke “dukun” juga terjadi pergeseran makna sehingga tidak bisa disamakan persis.

Sebaliknya, bahasa Malay/Minangkabau, datuk (tuan ketua, kepala) yang berasal dari Sanskerta juga banyak digunakan untuk menyebut dewa bumi Tao Tudi Gong di Malaysia yaitu “Nadu (Datuk) Gong” (拿督公) atau Nadu Zunwang (拿督尊王) yang berunsur Tao. Beberapa datuk ini memang merujuk pada orang Tionghoa di Malaysia/Brunei.

Taois dan Bon di Tibet

Sedikit yang tahu bahwa agama Tao juga meluas sampai ke Tibet dan menjadi agama asli Bon (shaman) yang menjangkau ke semua daerah Himalaya. Sama dengan Nusantara, pengaruh India dan Tiongkok bercampur di sana. Orang-orang Tibet juga merupakan Tiongkok Barat Daya, memiliki banyak kesamaan dengan orang Qiang.

Menurut catatan-catatan Tibet, Taishang Laojun di Tibet dikenal sebagai Tonpa Shenrab Miwoche sedangkan Kongzi (Khonghucu) dikenal sebagai salah satu dari empat raja pendukung Tonpa Shenrab. Kisah Kong-tse yang menghormati Tonpa Shenrab ini berasal dari kisah Kongzi menghormati Laozi.

Selain Kongzi, agama Bon juga menghormati Shennong, Fuxi dan Yanwang yaitu raja-raja kuno Tiongkok. Mereka semua bersamaan dengan Kongzi dianggap sebagai dewa-dewa dengan kekuatan besar yang merupakan asal muasal dari astrologi. Maka dari itu sampai saat ini kita masih bisa lihat Bagua di thangka astrologi Tibet.

Dikisahkan dalam kitab Tao bahwa Laozi pergi ke Himalaya menjadi Yang Agung Mijia Daren, kemungkinan merujuk pada Yang Agung Miwoche Daren. Para pendeta Tao juga dipanggil orang orang Tibet sebagai “Padri Bon Tiongkok”.

Bahkan tidak hanya Tibet, agama Tao juga banyak berinteraksi dengan kepercayaan asli suku-suku Yao dan Hmong di Selatan menjadi agama Tao yang unik. Di Indonesia tampaknya Tao juga sekali lagi berinteraksi unik dengan kepercayaan asli.


Bangunan suci di Gunung Kawi, Jawa Timur. Imam M

Akulturasi Taois dan Kejawen

Nio Joe Lan dalam catatannya berkata bahwa di Indonesia ini banyak dipuja dewa agama Tao, namun hampir tidak ditemukan pemuka agama Tao yang dikenal sebagai saikong. Hampir semua kelenteng di Indonesia memuja dewa dewi Tao.

Agama Tao telah dikenal di Nusantara semenjak raja Sriwijaya Deva Kulotungga membantu pembangunan kuil Tao Tianqing di Tiongkok. Selain itu juga ditemukan cermin Bagua di bangkai kapal Dinasti Tang di Bangka Belitung.

Di Indonesia bahkan dikenal dewa-dewa Tao yang aslinya adalah pejuang Tionghoa yang tinggal di Indonesia seperti misalnya Zehai Zhenren (澤海眞人 – Tekhay Cinjin) yang terkenal di Jawa Tengah, Chenfu Zhenren (陳府眞人 – Tanhu Cinjin) yang terkenal di Jawa Timur dan Bali, dan Chenhuang Er Xiansheng (陳黄弐先生 – Tan Oei Jisianseng) yang terkenal di Lasem. Ada pula pendeta Tao orang Indonesia yaitu Chen Dexiu.

Baca juga: Kunlun: Akar Tionghoa dan Nusantara

Semuanya menunjuk kepada pribadi yang dekat dengan masyarakat Nusantara. Belum lagi beberapa ajudan Zheng He (Cheng Hoo) juga dihormati di kelenteng-kelenteng. Ada juga Prabu Siliwangi, Ratu Kidul, dan Eyang Suryakencana yang benar-benar non-Tionghoa juga dihadirkan di kelenteng.

Salah satu akulturasi yang paling menarik di Jawa adalah Pesarean Gunung Kawi. Tokoh yang dipuja di sana yaitu Eyang Djugo (1800-an) disinyalir adalah seorang Tionghoa bekas penganut Hong Xiuquan yang lari ke Jawa.

Versi lain menyebutkan Eyang Djugo adalah orang Jawa yang pernah pergi ke Tiongkok. Muridnya yang asli Jawa yaitu Imam Soedjono juga dipuja sebagai Jinhua Shan – Da Er Laoshi (嘉恵山・大二老師). Eyang Djugo juga punya beberapa orang murid Tionghoa bernama Chenyuan dari Fujian, Tjan Thian (Mbah Sifat) dan Tan Giok Tjwa (Mbah Kijan).

Pengaruh agama Tao juga dirasakan lewat budaya-budaya materi. Motif-motif flora percandian Jawa juga ditemukan ternyata berasal dari motif flora yang bermakna spiritual di Tiongkok. Ini juga diteruskan lewat motif-motif batik pesisir yang sarat dengan filosofi Tao seperti Yin dan Yang.

Hendrick Tanuwidjaja

Penulis dan executive editor majalah Buddhis Sinar Dharma, aktivis komunitas Chan Indonesia, dan co-founder dari Mindful Project

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *