Nanging yen sira ngeguru kaki, amiliha manungsa kang nyata.
Sokur oleh wong tapa, iya kang wus mungkul, tan mikir piwewehing liyan.
Iku pantes yen den guronana kaki, sartana kawruhana.
(Namun bila engkau berguru duhai anakku, pilihlah manusia yang sesungguhnya. Syukur guru tersebut adalah petapa, yang telah meninggalkan segala pamrih atas pemberian orang lain. Ia pantas sebagai tempat mempersembahkan baktimu) ~ Dhandanggula IV
Serat Centhini
Ditulis pada 1742 tahun Jawa (1823 M), tertanggal 26 Sura, oleh Pakubuwono V, yang merupakan Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Tersusun dalam 4.200 halaman folio dalam 12 jilid. Kemudian diteruskan oleh generasi penerusnya. Ada enam versi dari berbagai zaman. Pertama, Serat Centhini yang baku. Kedua, Serat Centhini Pisungsung oleh Pakubuwono VII Surakarta. Ketiga, Serat Centhini dalam bahasa Jawa Timur. Keempat, Serat Centhini dalam bahasa Jawa Pegon. Kelima, Serat Centhini Jalalen. Keenam, Serat Centhini Among Raga.
Isinya adalah ensiklopedia yang memuat berbagai macam hal: seksualitas, sejarah, sosial, wejangan-wejangan suci, tempat-tempat suci di Jawa, perbuatan-perbuatan luhur, flora dan fauna, pendidikan, tata cara masyarakat, hingga tipe-tipe manusia.
Bab II
Karena pergolakan politik dan keterdesakan kerajaan Mataram Islam, Kedaton Giri dengan terpaksa tunduk pada Mataram. Namun Jayengsari, putra dari Sunan Giri, tidak mau menyerah, sehingga ia memilih berkelana di tanah Jawa.
Disebutkan dalam sub bab kesembilan, Jayengsari bersama Rancangkapti dan Buras naik ke puncang Gunung Brama (Bromo) melihat kepunden lautan pasir. Lalu turun, pagi harinya ke desa Ardisari, bertamu kepada ajar Satmaka, penghulu agama Buddha di Tengger, beristirahat satu malam dan bertanya tentang adat istiadat Tengger. Cara dukun –dukun merupakan tokoh spiritual di masyarakat Tengger– mengobati penyakit, mengatasi kelahiran bayi, kaidah agama Buddha yang terdiri atas enam macam, yakni kaidah Makukuhan, Sambu, Brahma, Endra, Wisnu, Bayu, dan Kala.
Buras bertanya pada seorang wiku (bhikkhu atau bhiksu) tentang pemeliharaan bayi. Sang wiku menjelaskan Sri Sadana. Beberapa larangan bagi bayi anak Ki Trigu, dan selamatnya ular sanca Dewi Sri. Moksanya Dewi Sri dan Tiksnawati. Kemudian, Jeyengresmi pamit dan dinasihatkan agar berjalan ke arah Timur.
Jilid V
Memuat tentang perubahan politik dan budaya Jawa. Disebutkan seorang tokoh yang bernama Mas Cebolang, ia merupakan anak dari Syekh Akadiyat dengan Siti Wuryan. Ia berkelana dari satu tempat ke tempat yang lainnya. Berguru ke berbagai guru dengan latar kepercayaan yang berbeda.
Ada tata cara ketika bertemu guru spiritual, umumnya orang Jawa mengenalnya dengan istilah sungkem. Sungkem sendiri secara postur tubuh adalah mendudukkan tubuh lebih rendah dari guru spiritual, lantas mencium tangan. Itu sekarang. Bagaimana ketika zaman dahulu? Khususnya yang tertulis di dalam serat Centhini.
Mas Cebolang, berjumpa Brahmanasidhi kemudian ketika menghadap, ia mencium kaki Brahmanasidhi tersebut (namaskara).
Dalam sub bab enam, berguru ajaran agama Buddha, dijelaskan Mas Cebolang bertanya tentang agama Buddha. Brahmanasidhi lantas menjelaskan peraturan yang berlaku dalam jenjang para siswa, ajaran Guru Agung Buddha yang bernama: Upasaka, siswa yang lakunya pada aturan Pancasila; Sangha, siswa yang lakunya pada jenjang Asthasila; Samana, tingkat biksu yang sudah menjalani laku Dasasila.
Kepercayaan agama Buddha tentang tumimbal lahir, yang disebabkan oleh tanha dan karma, dan disebut penderitaan yang menyebabkan pusaran lingkaran hidup. Empat tingkat yang disebut jalan penebusan untuk membebaskan diri dari penderitaan menuju kesempurnaan. Apa yang harus dicapai dan tujuan utama kesempurnaan menurut ajaran agama Buddha.
Brahmanasiddhi menjelaskan tentang layon atau kematian kepada Mas Cebolang dengan sebuah contoh, yakni sebuah kapal. Brahmana hendak pulang, menggunakan layar, berlayar, dan meninggalkan kapal tersebut. Mereka kemudian berpisah, Mas Cebolang melanjutkan perjalanan hingga sampai di daerah Silatu.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara