• Saturday, 9 September 2017
  • Siky H Wibowo
  • 0

Pendidikan di India sebelum ajaran Buddha, telah diawali oleh sistem pendidikan Brahmanisme yang didasarkan pada kitab-kitab Weda kuno. Pada sistem pendidikan Brahmanisme, masing-masing guru mempunyai tempat-tempat pendidikan dalam bentuk petapaan yang  dikenal dengan terminologi “padepokan sang guru” (gurugrha).

Seperti halnya pendidikan Brahmanisme, sejarah pendidikan Buddhis lahir dari sebuah pendidikan monastik (kebiaraan) yang berisi kaum-kaum petapa. Berbeda dengan sistem pendidikan Hindu yang pada umumnya hanya diajar oleh satu orang guru, pendidikan Buddhis pada masa itu ditangani oleh banyak guru atau pengajar (Mookerji, tanpa tahun: 460).

Dari sistem tersebut, pendidikan Buddhis berkembang dengan pesat, di mana dari berbagai daratan Asia banyak orang yang melakukan studi ke India menjadi siswa di berbagai universitas India yang terkenal pada abad ke 3 atau ke 4 diantaranya Nalanda, Valabhi, Vikramasila, Jagaddala, Odantapuri,  (Sankacis, tanpa tahun: 181).

Selanjutnya melalui jalinan hubungan baik dengan India maupun Tiongkok, Kedatuan Sriwijaya kemudian membangun dan mengembangkan sistem pendidikan akademis tersebut di tanah Swarnadwipa/Sumatera.

Walaupun kebudayaan India memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap peradaban Nusantara, namun pada dasarnya Nusantara memiliki corak dan kekhasannya tersendiri dalam perkembangan sistem pendidikannya. Menurut Agus Aris Munandar dalam tesisnya yang berjudul Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad 14—15(1990), sistem pendidikan Hindu-Buddha dikenal dengan istilah karsyan.

Karsyan

Karsyan merupakan tempat yang diperuntukan bagi petapa dan untuk orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan mendekatkan diri pada Dewa tertinggi. Karsyan sendiri dibagi menjadi dua bentuk yaitu patapan dan mandala. Patapan memiliki arti tempat bertapa, tempat di mana seseorang mengasingkan diri untuk sementara waktu, hingga ia berhasil dalam menemukan petunjuk atau sesuatu yang ia cita-citakan.

Ciri khasnya adalah tidak diperlukannya sebuah bangunan, seperti rumah atau pondokan. Bentuk patapan dapat dibangun secara sederhana, seperti gua atau ceruk, batu-batu besar, ataupun pada bangunan yang bersifat artifisial. Hal ini dikarenakan jumlah Resi/Rsi yang bertapa lebih sedikit atau terbatas. Tapa berarti menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu, orang yang bertapa biasanya mendapat bimbingan khusus dari guru, dengan demikian bentuk patapan biasanya hanya cukup digunakan oleh seorang saja.

Sedangkan Mandala, atau disebut juga kedewaguruan merupakan tempat suci yang menjadi pusat segala kegiatan keagamaan, sebuah kawasan atau kompleks yang diperuntukan untuk para wiku/pendeta, murid, dan mungkin juga pengikutnya. Mereka hidup berkelompok dan membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama dan nagara. Mandala tersebut dipimpin oleh dewaguru. Suatu negara atau ibu kota atau juga pusat pemerintahan, biasanya dikelilingi oleh mandala.

Dalam hal ini, antara mandala dan nagara tentunya mempunyai sifat saling ketergantungan. Nagara memerlukan mandala untuk dukungan yang bersifat moral dan spiritual, mandala dianggap sebagai pusat kesaktian, dan pusat kekuatan gaib. Dengan demikian masyarakat yang tinggal di kawasan mandala mengemban tugas untuk melakukan tapa.

Kemakmuran suatu negara, keamanan masyarakat serta kejayaan raja sangat tergantung dengan sikap raja terhadap kehidupan keagamaannya. Oleh karena itu, nagara perlu memberi perlindungan dan keamanan, serta sebagai pemasok keperluan yang bersifat materiil (fasilitas dan makanan), agar para pendeta/wiku dan sisya/murid dapat dengan tenang mendekatkan diri dengan para Istadewata-nya.

 

Pustaka:

Agus Aris Munandar, Kegiatan Keagamaan di Pawitra Gunung Suci di Jawa Timur Abad 14—15 (1990)

Bhikkhu Nyanasuryanadi Mahathera, Sejarah Pendidikan Buddhis, Petikan Naskah : “Komparasi Pendidikan Buddhis di Indonesia dengan Negara lain.”

 

*Pemerhati pendidikan dan buddhaya, tinggal di Tangerang.

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *