• Thursday, 22 November 2012
  • Jo Priastana
  • 0

Langit sore begitu cerah, ketika kaki menapakkan jejak di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Sejauh mata memandang tampak jalan lurus dihiasi pemandangan pepohonan menghijau. Serasa mata ini dimanjakan oleh keteduhan langit biru di antara semilir angin yang berhembus bersama kendaraan sepeda motor yang melaju.

Di sore yang cerah dan menyejukkan menuntun langkah mengunjungi Candi Brahu yang terletak di situs Trowulan. Candi Brahu yang letaknya 2 km dari jalan raya Jombang – Mojokerto ini tampak terawat dengan baik dan ramai dikunjungi wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Candi yang terletak di Dusun Jambu Mente, Desa Bejijong ini dibangun dari batu merah di atas sebuah bidang tanah menghadap ke arah barat. Diantara sejumlah candi yang berada di situs Trowulan, Candi Brahu dikenal sebagai satu-satunya bangunan suci yang tersisa dan masih cukup utuh diantara bangunan-bangunan suci yang pernah berdiri.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Candi Brahu adalah tempat dimana diselenggarakan upacara kremasi atau pembakaran jenazah raja Majapahit, dan dikenal sebagai bangunan suci untuk memuliakan anggota keluarga kerajaan yang telah wafat.

 

Bangunan Candi

Dilihat dari pemakaian bahan pembuatannya, Candi Brahu sama seperti bangunan-bangunan kuno lain yang terdapat di Trowulan, yaitu terbuat dari batu bata. Batu bata direkatkan satu sama lain dengan sistem gosok. Candi ini berdenah bangunan bujur sangkar, berukuran 10 x 10,50 meter dan tinggi 9,6 meter. Di dalamnya terdapat bilik berukuran 4 x 4 meter, namun kondisi lantainya telah rusak.

Pada waktu pembongkaran struktur bata pada bilik ini ditemukan sisa-sisa arang yang kemudian dianalisa di Pusat Penelitian Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Yogyakarta. Hasil analisa menunjukkan bahwa penanggalan radio carbon arang Candi Brahu berasal dari masa antara tahun 1410 hingga 1646.

Candi Brahu menghadap ke barat dengan azimut 227 derajat. Ukuran bangunan memiliki tinggi 25,7 meter, serta lebar 20,7 meter, dengan struktur bangunan candi yang terdiri dari kaki, tubuh, dan atap.

Pada kaki candi terdiri dari bingkai bawah, tubuh, serta bingkai atas. Bingkai tersebut terdiri dari pelipit rata, sisi genta, dan setengah lingkaran. Dari penelitian yang terdapat pada kaki candi diketahui terdapat susunan bata yang strukturnya terpisah, diduga sebagai kaki candi yang dibangun pada masa sebelumnya.

Ukuran kaki candi lama 17 x 17 meter. Dengan demikian struktur kaki yang tampak sekarang merupakan tambahan dari bangunan sebelumnya. Kaki Candi Brahu terdiri dari dua tingkat dengan selasarnya serta tangga di sisi barat yang belum diketahui bentuknya dengan jelas.

Sedangkan pada pagian tubuh Candi Brahu sebagian merupakan susunan batu bata baru yang dipasang pada masa penjajahan Belanda.

 

20121122 Situs Trowulan Majapahit (1), Candi Brahu_2

Bangunan Suci Buddhis

Atap Candi Brahu tingginya kurang lebih 6 m. Pada sudut tenggara atap terdapat sisa hiasan berdenah lingkaran yang diduga sebagai bentuk stupa. Berdasarkan gaya bangunan serta profil sisa hiasan berdenah lingkaran pada atap candi yang diduga sebagai bentuk stupa, menunjukkan bahwa Candi Brahu adalah Candi Buddhis.

Selain itu diperkirakan umur Candi Brahu lebih tua dibandingkan dengan candi-candi yang ada di situs Trowulan. Dasar dugaan ini adalah prasasti Alsantan yang ditemukan tidak jauh dari Candi Brahu. Prasasti tersebut dikeluarkan oleh Raja Mpu Sindok pada tahun 861 Saka atau 939 M. Isi prasasti diantaranya menyebutkan nama sebuah bangunan suci yaitu waharu atau warahu. Nama inilah yang diduga sebagai asal nama Candi Brahu sekarang.

Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Buddha, didirikan pada abad 15 Masehi. Candi ini berusia jauh lebih tua ketimbang candi lain yang ada di sekitar Trowulan dan merupakan tempat pembakaran jenazah (krematorium) raja-raja Brawijaya (Majapahit), meski dalam penelitian tak ada satu pakar pun yang berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi.

Candi Brahu dipugar pada tahun 1990/1991 sampai 1994/1995, dan kini setelah direkonstruksikan dapat dipandang kembali keutuhannya. Candi Brahu yang berada dalam komplek situs kerajaan Majapahit di Trowulan ini letaknya tak jauh dari reruntuhan Candi Gentong serta Siti Hinggil yang merupakan petilasan pendiri Majapahit, Raden Wijaya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *