Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya adalah sebuah judul buku trilogi. Hadir beberapa tahun lalu dengan judul Membuka Pintu Hati yang kemudian berganti judul menjadi Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya telah menyedot begitu banyak pembaca dari berbagai agama, suku, ras dan lain sebagainya, untuk membaca buku ini.
Ajahn Brahm adalah tokoh dibalik kesuksesan buku yang telah diterbitkan di berbagai negara dan diterjemahkan ke dalam begitu banyak bahasa, menjadi sebuah jaminan mutu untuk sebuah bacaan yang bermutu, sarat pesan moral, tawa, dan juga inspirasi.
Hadir melengkapi dua buku sebelumnya, Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3! bukanlah hanya sekadar pelengkap dari trilogi semata. Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3! ini kembali memberikan pembelajaran-pembelajaran mengenai kehidupan yang belum dibahas pada dua buku terdahulunya.
Mengetahui bahwa ini adalah buku terakhir dari trilogi 108 kisah pembuka hati, Ajahn Brahm menghadirkan begitu banyak kisah andalannya, yang memberikan kita pembelajaran mengenai kehidupan serta tak luput juga menertawakan kebodohan-kebodohan kita sendiri.
Banyak kisah dari buku ini yang mengundang pembacanya untuk tertawa terbahak-bahak, membuka mulutnya cukup lebar, sehingga Ajahn Brahm dapat begitu mudah untuk memasukkan pil-pil kebijaksanaan ke dalam diri pembaca tanpa disadari oleh pembaca itu sendiri.
Dengan kekuatan konsepnya, Ajahn Brahm melalui buku ini menghadirkan sebuah bacaan yang menggembirakan untuk dibaca hingga berulang kali untuk segala kondisi batin yang pembaca alami. Kesal, gembira, lelah, bersemangat, depresi, penuh kebahagiaan, berada di puncak kehormatan,ataupun terpuruk dalam kegagalan, buku ini memberikan semua pembelajaran untuk apapun kondisi batin pembaca.
Sebagai salah satu penikmat semua buku dari Ajahn Brahm, Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3! ini menjadi sebuah bacaan yang lebih baik (menurut persepsi saya) daripada buku terdahulu Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! dan menyamai keindahan buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya.
Melalui buku ini, Ajahn Brahm menularkan prinsip-prinsip kebahagiaan hidup yang dijalani dan dialaminya sendiri, yang membuat dirinya menjadi sosok pribadi yang begitu bahagia dan juga tenang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Tercantum juga beberapa kisah klasik Buddhis yang dikemas dengan bahasa yang berbeda untuk membuat pembaca tidak menganggap ini sebuah kisah yang sama dan membosankan, namun tetap menghadirkan esensi ajaran Buddha yang baik, welas asih, dan universal.
Buku ini menjadi bacaan wajib dan juga koleksi yang indah untuk mewarnai tidak saja lemari buku Anda, namun juga menjadi koleksi batin yang baik. Berikut salah satu kisah dari 108 kisah Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 3!
Cuma Begini?!
Bukan tujuannya yang penting, melainkan perjalanannya –perjalanan mencapai tujuan, itulah yang penting. Saya tak tahu berapa banyak orang dalam hidup kita yang mengorbankan perjalanan yang disebut hidup demi mencapai tujuan-tujuan ini. Dan saya tidak tahu berapa banyak lagi yang ketika mencapai puncak tujuan itu –saat Anda berhasil melunasi semua cicilan, atau Anda akhirnya berhasil sampai ke tempat liburan yang sangat indah itu, atau mencapai apa pun yang ingin Anda capai– Anda merasakan sendiri betapa mengecewakannya tujuan itu!
“Cuma begini?!” Saya tidak bisa menghitung lagi berapa banyak perempuan yang sejujurnya mengatakan ini ketika mereka menikah, pada hari pernikahan mereka, pada hari yang seharusnya menjadi hari paling bahagia dalam hidup mereka, namun mereka malah mengatakan, “Cuma begini?!”
Ini juga terjadi dalam salah satu kisah saya sendiri mengenai hidangan fish and chips. Saya berada di hutan Thailand selama 9 tahun dan makanan di sana begitu menjijikkan. Anjing Anda pun mungkin tidak doyan makanan kami di sana. Apa pun yang berkerlapan, meratap di sana bisa dimasukkan ke dalam mangkuk kami –kodok rebus, tokek, kadal, bekicot, belalang, telur semut sampai pusar kerbau– inilah yang kami makan, sungguh payah.
Jadi bisa Anda bayangkan ketika saya berangkat ke Australia, saya bisa mendapat hidangan fish and chips. Saya sampai memimpi-mimpikan fish and chips. Meskipun saya vegetarian, namun saya terus mendambakan makanan ini.
Lalu akhirnya, setelah dua tahun, ketika saya melakukan upacara perkabungan untuk seseorang, waktu acara itu membuat saya tidak bisa kembali ke wihara untuk makan di wihara. Jadi kepala wihara bilang, “Oke, kalau begitu makanlah dahulu di jalan sebelum pulang.”
Horeee! Inilah kesempatan saya! Saya bisa mendapat fish and chips panas, dibubuhi lada, cuka, dan garam! Satu porsi lengkap! Tidak seperti makanan yang bisa Anda peroleh di wihara. Anda bisa saja mendapat fish and chips tetapi dimasukkan ke dalam mangkuk, lalu dicampur kari dan custard di atasnya. Hidangan tidak lagi sama. Dan hidangan dingin. Ketika ditaruh dalam mangkuk, hidangan itu masih panas, tetapi setelah Anda memberikan pemberkahan dan segala macam tetek bengek, makanan itu sudah jadi dingin.
Akhirnya saya mendapat fish and chips yang enak dan panas ini… Selama 9 tahun saya sudah memimpikan, membayangkan momen ini, tetapi ketika saya mencicipinya…, “Cuma begini?!”
Saya begitu kecewa. Sungguh buang-buang waktu saja.
Apakah Anda bisa memahami apa yang berusaha saya sampaikan? Anda memiliki semua impian dan tujuan ini. “Kalau aku bisa mendapat ini, aku akan bahagia!” Tapi berapa kali Anda dikecewakan setelahnya? Saat kebahagiaan itu lenyap, dan Anda kembali harus memburu cita-cita baru, tujuan baru, sambil berharap tujuan dan cita-cita batin itu akan memberikan Anda kebahagiaan selamanya, dan ternyata…cuma begini?!
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara