Foto : Surahman Ana
Pada Rabu (26/6/2024), Vihara Vajra Bumi Giri Putra Desa Segaralangu, Kecamatan Cipari, menjadi saksi kesakralan Ritual Puja Api Homa Adinata Vajrasattva umat Buddha Vajrayana Cilacap. Ritual ini juga dihadiri umat dari berbagai kota lain seperti Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Semarang, dan Jakarta.
Sejak pukul 09.00 WIB, orang-orang sudah sibuk mempersiapkan acara, satu per satu umat dan tamu undangan mulai berdatangan melewati puluhan bendera Buddhis yang terpasang rapi sepanjang jalan menuju vihara. Riuh para umat di area vihara mulai terdengar, menandakan kemeriahan salah satu puja terbesar bagi umat Vajrayana di wilayah ujung barat Provinsi Jawa Tengah ini. Beragam sesaji, makanan, pakaian dan perhiasan tertata memenuhi teras Dhammasala dan altar gedung Sekolah Minggu, yang akan menjadi sarana utama ritual.
“Demi kesempurnaan ritual hari ini, kami merapalkan mantra Sataksara sebanyak satu juta enam ratus kali lebih selama lima bulan. Jadi dalam satu menit bisa dapat tiga sampai lima rapalan,” jelas Romo Pandita Tasimun, tokoh umat Buddha Vajrayana di Cipari.
“Kekuatan mantra ini, kita meyakini sebagai upaya kita bertobat, menaklukkan karma, kemudian sebagai upaya untuk mendapatkan berkah dari Pancatathagata dan juga untuk menambal segala kekurangan kita dalam berperilaku,” tambahnya.
Kehadiran pemimpin puja, Acarya Shi Lian Fei, yang dijemput oleh barisan muda-mudi berseragam Jawa memasuki Dhammasala, disambut dengan penuh hormat oleh segenap umat. Pukul 10.00 WIB, lantunan mantra dari pengeras suara menggema di udara dusun yang berada di puncak perbukitan penuh rindang pepohonan ini. Kurang lebih satu jam pembacaan mantra dan persembahan mandala berlangsung, sebagai pengantar menuju puncak ritual.
“Saya ucapkan terima kasih kepada umat di Segaralangu, yang telah menyelenggarakan upacara ini rutin setiap tahun. Semoga ke depan upacara ini tetap bisa adakan,” ujar Acarya Shi Lian Fei.
Acarya mulai menyalakan api dalam tungku yang terpasang di depan pintu Dhammasala, api membesar begitu cepat dengan siraman minyak, siap menghanguskan apa pun yang dimasukkan ke dalamnya. Menyusul antrian sarana puja ditumpahkan ke dalam tungku untuk dilebur, pujian dan mantra pun tiada henti diperdengarkan mengiringi ritual peleburan.
“Peleburan ini adalah simbol penghancuran keserakahan, kedengkian, kesombongan, iri hati, dan kegelapan batin dalam diri manusia, sebagai jalan menuju pencerahan dan kesucian,” ucap salah satu pandita melalui pengeras suara yang bertengger di samping Dhammasala.
Sambil menyaksikan ritual ini, dari pelataran vihara berjarak kurang lebih lima puluh meter, nampak berdiri sebuah tenda besar berkelambu putih. Rupanya di waktu yang bersamaan, ada warga yang sedang mengadakan hajatan pernikahan. Banyak orang yang kondangan, tetapi di tengah suasana para tamu yang sedang menikmati hidangan, suasananya sepi, tanpa musik layaknya pesta pernikahan pada umumnya. Justru alunan mantra dari vihara yang terdengar.
“Kita di sini hidup bertetangga, harus bisa saling menghormati supaya tetap rukun. Nanti kalau acara di vihara sudah selesai, baru saya akan menyalakan sound,” ungkap Murtono, umat Islam yang punya hajat.
Murtono mengaku, bahwa sikap saling menghormati seperti ini sudah berjalan lama. Tidak hanya dalam kegiatan keagamaan, dalam berbagai bidang lain pun warga tetap menjaga kerukunan dan gotong royong.
Suasana harmonis ini pun mendapatkan apresiasi dari Dirjen Bimas Buddha Kementrian Agama RI, Supriyadi, yang saat itu juga hadir dalam acara dan menjadikan ritual tahun ini terasa istimewa. Ia menilai bahwa hal ini wujud cinta kasih yang berkembang dalam masyarakat Desa Segaralangu.
“Saya melihat ada sebuah rasa yang dibangun, yang tumbuh tanpa paksaan, bisa menerima kondisi yang ada. Ini adalah ungkapan hati suci yang diimplementasikan dengan sikap saling menerima, melepaskan ego, lobha, dosa dan akhirnya akan tumbuh cinta kasih, simpati, dan empati. Dan itu yang terjadi hari ini,” katannya.
Momen tersebut tidak hanya menginspirasi umat Vajrayana, tetapi juga menegaskan pentingnya toleransi dan keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menghormati perbedaan, mereka membangun fondasi yang kokoh untuk kehidupan beragama yang damai dan sejahtera.
Dalam kesederhanaannya, ritual tahun ini tidak hanya mengukuhkan keyakinan, tetapi juga mengingatkan akan kekuatan persatuan dalam perbedaan, sebuah pelajaran yang relevan bagi semua umat beragama.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara