• Friday, 8 October 2021
  • Deny Hermawan
  • 0

Jawa adalah sebuah melting pot, kuali peleburan terhadap berbagai unsur budaya yang masuk dari luar. Hasilnya, muncul berbagai kepercayaan baru, yang embrionya unsur asing, namun dilahirkan dalam bentuk kelokalan yang segar.

Salah satu contohnya adalah aliran kepercayaan bernama Buddha Jawi Wisnu. Dari namanya saja sudah adalah nisbi bahwa itu adalah hasil sinkretisme beberapa ajaran spiritual, Buddha, Kejawen [spiritualitas Jawa setelah masuknya Islam], dan Hindu. Aliran Buddha Jawi atau yang disebut juga Buddha Jawi Wisnu muncul pada masa setelah kebangkitan agama Buddha di Indonesia pada abad ke-20.

photo by DENY HERMAWAN

Buku “Propinsi Djawa Timur” terbitan Kementerian Penerangan tahun 1953 menyebut Kusumodewo, seorang pemuda asal Ngawi sebagai pendiri aliran tersebut. Pria yang masa kecilnya bernama Slamet itu ingin mencari jejak agama atau keyakinan orang Jawa di masa lalu. Setelah menjalani proses pencarian spiritual, Kusumodewo lantas meramu ajaran yang disebutnya sebagai Buddha Jawi. Dan dia sendiri memakai gelar Resi Buddha Jawi/Wisnu. Disebutkan juga kalau Buddha Jawi didirikan pada 25 November 1925.

Setelah mendapatkan banyak pengikut, pusat kegiatan Buddha Jawi lalu dipindahkan ke Malang. Para penganutnya menyembah Gusti Ulun Bethara Wisnu. Sedangkan Dewi yang diagungkan adalah Dewi Sri sebagai dewi pemberi kesejahteraan. Selain itu Hyang Ismaya (Semar) dan Ratu Kidul juga tak luput jadi objek penghormatan. Resi Kusumodewo menyebut ajarannya sebagai agama seperti yang ada di era Kerajaan Majapahit.

Namun meski ajaran Buddha Jawi sempat berkembang luas, peristiwa kudeta 30 September 65 menumbangkan komunitas ini. Pasalnya, penganut Buddha Jawi diklasifikasikan sebagai pendukung PKI. Kegiatan Buddha Jawi di Jawa Timur dibekukan dengan surat surat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada tanggal 21 November 1967.

Guna menyelamatkan diri, para penganut Buddha Jawi terpaksa berafiliasi dengan agama resmi yang sudah diakui pemerintah. Sebagian dari mereka memilih menjadi umat Hindu. Dan sebagian lainnya memantapkan hati masuk ke agama Buddha.

Salah satu sisa peninggalan Buddha Jawi adalah Vihara Jati Dhamma Loka, yang berada di Dusun Kutorejo, Desa Kalipait Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Letaknya di kawasan barat Alas Purwo, yang terkenal angker. Keunikan utama vihara ini adalah adanya cakra di atapnya, yang masih ada sejak vihara ini awalnya disebut sebagai Sanggar Pamujan di tahun 60-an. Seperti diketahui, cakra adalah senjata dari Bathara Wisnu.

photo by DENY HERMAWAN

Umat di vihara yang diresmikan oleh camat setempat tahun 2012 ini kini jumlahnya hanya 13 KK. Mereka menganut ajaran Buddha, yang berbasis aliran Theravada di bawah naungan Walubi. Namun mereka juga masih setia mempraktikkan ajaran spiritualitas Buddha Jawi, namun diletakkan dalam konteks adat dan budaya.

Umat di vihara ini masih rutin mengadakan ritus tradisi Jawa seperti 1 Suro, nyadran, kenduri, sedekah bumi, bersih desa, dan ruwatan. Bahkan, peringatan malam 1 Suro di vihara ini lebih meriah daripada peringatan Waisak.

Umat Buddha di sini memiliki keyakinan dan cara penyucian diri yang khas Jawa. Mereka memiliki konsep jalan penyucian diri atau menuju kebahagiaan sejati dengan cara mencapai guru sejati, merealisasi manunggaling kawula lan gusti.

“Kawula adalah diri kita. Gusti adalah kebaikan dalam diri kita. Guru sejati diraih melalui meditasi. Jadi titik temu ajaran Buddha Jawi dan ajaran [Buddha] Dharma itu di meditasi,” ungkap Sugito, Ketua Vihara Jati Dhamma Loka kepada BuddhaZine, akhir September 2021.

Kaum buddhis di sini memiliki kegiatan rutin anjangsana ke rumah umat tiap Selasa malam, dan menggelar kebaktian di vihara tiap Jumat malam. Kebaktian di sini diawali dengan ritual Buddha Jawi selama sekitar 15 menit menggunakan bahasa Jawa. Setelah itu umat melanjutkan ritual dengan membacakan Paritta berbahasa Pali. Sungguh unik.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *