Sebagai umat Buddha, keyakinan terhadap Buddhadharma selain dimengerti juga perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Buddha mengajarkan dharmanya agar diaplikasikan. Pendidikan adalah sebuah pengalaman, karenanya sebuah keyakinan itu adalah juga praktek atau manifestasi dari ajaran.
Begitulah pendidikan dalam Buddhadharma yang juga dapat dipandang sebagai perwujudan misi Buddhadharma untuk membebaskan manusia dari penderitaan. Cahaya pandangan terang yang tumbuh setelah lenyapnya awan kegelapan batin, kebahagiaan yang hadir dari balik lenyapnya penderitaan, dan kedermawanan, kasih sayang, sikap altruisme, keterlibatan sosial yang menjelma ketika kekikiran, kegoisan, keakuan berlalu. Pada buku “Wacana Buddha-Dharma” ini terdapat juga sejumlah topik yang bertemakan Buddhadharma aplikatif di dalam berbagai ranah kehidupan.
Topik-topik yang menghantar mahasiswa untuk mengenali tanggung jawabnya di dalam mewujudkan keyakinannya terhadap Buddhadharma dalam berbagai ranah kehidupan dan persoalan sosial kemanusiaan. Topik-topik itu misalnya: bab: 6. Pluralisme Agama. 11. Sains dan Buddha-Dharma. 12. Pendidikan dalam Agama Buddha. 13. Kehidupan Kaum Perumah-tangga. 14. Kebudayaan dan Gaya Hidup. 15. Ekonomi dan Ekologi. 16. Etos Kerja. 17. Tanggung Jawab Sosial dan Kemanusiaan dan 18. Agama dan Kebangsaan.
Topik-topik yang cukup luas dan variatif itu perlu dipelajari sebagai pembekalan bagi mahasiswa untuk mampu mengaplikasikan Buddhadharma, menerapkan Buddhadharma sesuai ranah kehidupan dan profesi yang akan digelutinya, serta sekaligus sebagai manifestasi dari keyakinan Buddhis atau sraddha seorang Buddhis yang berbasis pada pengertian.
Pembelajaran Buddhadharma kontekstual ini yang memampukan mahasiswa mengaplikasikan berbagai segi ajaran Buddha dan nilai-nilai Buddhadharma sesuai dengan tujuan pembelajaran Buddhadharma atau pendidikan agama Buddha menghasilkan insan Buddhis yang humanis.
Pluralisme, Sains Modern dan Pendidikan
Agama Buddha di Indonesia berada bersama dengan agama-agama lainnya. Karenanya topik tentang Pluralisme Agama menjadi suatu keniscayaan yang perlu dipahami oleh setiap insan beragama Buddha. Pada bab 6, penulis menguraikan tentang masalah Pluralisme Agama, dalam rangka menumbuhkan wawasan pluralisme yang ada di Indonesia.
Buddhadharma yang memiliki semangat misioner tentu saja akan juga bersentuhan dengan agama-agama lainnya yang tumbuh dan berkembang di Nusantara. Insan Buddhis akan bertemu, bergaul dan hidup bersama dan berinteraksi dengan insan beragama lainnya.
Wawasan pluralisme perlu ditumbuhkan agar mampu bersikap toleransi dan sikap kebangsaan sehingga mampu menciptakan kerukunan hidup bersama, mengatasi berbagai hambatan kerukunan melalui dialog antarumat beragama.
Dunia dewasa ini dikepung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi dalam berbagai ranah kehidupannya. Menyadari akan perkembangan ini, penulis juga menyajikan masalah Sains dan Buddha-Dharma (bab 11). Dijelaskan mengenai latar belakang sains modern dalam rangka melenyapkan takhayul, serta dinamika dalam proses penemuan ilmu pengetahuan.
Mahasiswa diharapkan dapat memahami hubungan Buddhisme dengan sains, kesejajaran dan kesesuaiannya. Memahami adanya pengaruh Buddhisme terhadap sains dan pengaruh sains terhadap Buddhisme, mencermati perbedaan posisi sains dan agama, serta tantangan membangun sintesis pemikiran sains dan agama.
Buddhadharma pada esensinya adalah sebuah pendidikan. Buddhadharma hadir karena Sang Buddha mengajar, mendidik siswa-siswanya hingga berhasil. Pada Bab 12, penulis menjelaskan tentang Pendidikan dalam Agama Buddha, yang meliputi dasar filosofis pendidikan, mengenali makna dan tujuan pendidikan, paradigma pendidikan dan nilai ilmu pengetahuan.
Diuraikan juga mengenai dasar psikologis pendidikan dimana didalamnya membahas tentang keunikan dan perkembangan individu, prinsip, strategi, metode, dan perencanaan belajar, dan tak ketinggalan pula peran orang tua, guru dan murid serta bagaimana huhungan diantara mereka sebaiknya.
Perumah Tangga dan Kebudayaan-Gaya Hidup
Meski pada mula pembabaran dharmanya Sang Buddha menyampaikan kepada lima orang pertapa yang telah meninggalkan kehidupan berumah tangga, namun bukan berarti Buddhadharma tidak diperuntukkan bagi perumah tangga.
Menyadari akan hal ini, dan menyadari bahwasanya setiap mahasiswa pun kelak akan hidup berumah tangga, penulis menguraikan masalah Kehidupan Kaum Perumah-tangga (bab 13). Diawali dengan jalan hidup yang akan ditempuh memilih menikah yang mensyaratkan ditemukan dalam pergaulan yang baik.
Bila memasuki hidup dalam perkawinan, maka perlu mengenali dasar, makna dan tujuan perkawinan. Peran individu dan keluarga, serta fungsi, tanggung jawab. Memahami adanya krisis dalam keluarga yang menyangkut ketahanan keluarga.
Karenanya hidup berkeluarga perlu perencanaan, didahului pendidikan persiapan perkawinan. Sejumlah permasalahan lain yang menyangkut hidup perkawinan ini juga diketengahkan, seperti yang berkenan dengan pertimbangan moral, perkawinan berbeda agama, pengendalian kelahiran dan keluarga berencana.
Keberadaan kita tidak bisa dilepaskan dari warisan masa lalu dalam tradisi maupun masa kini dalam gaya hidup dan nilai-nilai baru yang tumbuh dan berkembang. Semua itu terangkum dalam kebudayaan. Begitu pula dengan agama, tak terpisahkan dari kebudayaan yang melatarbelakanginya maupun yang sedang tumbuh dalam perkembangan dan kebaruannya.
Untuk ini, insan beragama diajak untuk mengenali kebudayaan dan gaya hidup (bab 14), dan memahami hakikat, wujud, unsur-unsur kebudayaan.
Agama merupakan basis bagi perkembangan peradaban. Pembudayaan nilai-nilai agama menjadi penting melalui sosialisasi, pewarisan dan transformasi kebudayaan.
Menyadari tentang masalah kekinian yang berkembang di tengah dunia globalisasi, menghadirkan gaya hidup modern dimana manusia mengalami dinamikanya dalam pencaharian dan identifikasi dirinya serta tantangan penyesuaian di tengah masih adanya ikatan subkultur.
Bagaimana Nilai Budaya Buddhis menghadapi fenomena kehidupan yang cepat berubah ini dimana nilai-nilai lama banyak yang telah ditanggalkan dan nilai-nilai baru selalu dalam pencaharian? Nilai-nilai Buddhis yang tetap menjadi mutiara kehidupan, seperti: kesahajaan dan kewajaran, kesucian dan kebenaran, keindahan dan kebaikan selalu akan tetap eksis. Nilai-nilai keutamaan yang menawan itu bagaikan keindahan dalam seni, baik seni suara, sastra dan gerak, maupun seni rupa yang merupakan perwujudan harmonisasi dari pikiran, ucapan dan tindakan.
Ekonomi dan Ekologi
Dunia Ekonomi selalu menjadi masalah umat manusia, baik individu, keluarga, bangsa, maupun dunia, karena setiap manusia perlu memenuhi kebutuhan hidupnya. Masalah Ekonomi dan Ekologi (bab 15) memperoleh bahasannya melalui prinsip-prinsip ekonomi perihal rumah tangga kehidupan, persaingan bebas, keserakahan dan kearifan, efisiensi dan penghematan, biaya dan manfaat. Penulis menempatkan Ekonomi Buddhis dengan berbasis pada mata pencaharian benar (samma ajiva), jalan tengah, serta aktualisasi nilai buddhis.
Dalam aktivitas Bisnis dibahas juga mengenai etika bisnis, perihal utang dan bunga, praktik monopoli, praktik spekulasi, pertanggungan risiko. Ekonomi menghasilkan kekayaan, dan untuk itu diulas mengenai posisi dan fungsi serta penggunaan kekayaan, maupun kriteria kaya miskin, serta kebahagiaan.
Tindakan ekonomi yang terangkum dalam kata samma-ajiva ini mengarahkan untuk menumbuhkan penghidupan benar, dimana manusia dalam memenuhi kebutuhan ekonomisnya juga tidak terpisahkan dengan alam dan lingkungannya.
Aktivitas ekonomi bisa juga ditempatkan sebagai alat melakukan kebajikan, dan karenanya relevan untuk mengaitkannya dengan masalah ekologi, lingkungan alam. Baik ekonomi dan ekologi memiliki akar yang sama yaitu oikos, rumah tangga. Rumah tangga kehidupan dalam rangka memenuhi kebutuhan dan berkaitan dengan lingkungan alam.
Penting menumbuhkan wawasan ekologis bahwa manusia merupakan bagian dari kesatuan ekosistem agar keserakahan dalam tindakan ekonomi, serta keakuan sebagai tuan atas alam menjadi menjauh. Topik ekonomi dan ekologi memang saling berkelindan, penting disajikan bersama agar mampu menciptakan surga sukhavati di bumi, kehidupan yang serasi dengan alam dan penduduknya sejahtera.
Etos Kerja dan Tanggung Jawab Sosial-Kemanusiaan
Mahasiswa sebagai sumber daya manusia yang mumpuni dan yang sedang mempersiapkan karier dan profesinya perlu juga dibekali pengetahuan dan pemahaman mengenai Etos Kerja (bab 16). Dijelaskan mengenai filosofi kerja, makna, dan fungsi kerja serta mentalitas kerja dengan cirinya kerja yang benar, memiliki tekad dan kewaspadaan. Selain itu juga siaga berintrospeksi, membuka kedua belah mata, dan tidak mengabaikan hal kecil, selalu menghargai waktu.
Kerja dan profesi merupakan suatu aktualisasi diri, dan karenanya pemahaman diri, mengatasi keakuan menjadi sangat penting. Pemahaman diri sebagai dasar bagi motivasi kerja untuk mencapai kepuasan dengan mencermati hirarki kebutuhan.
Kerja sebagai ekspresi diri juga melibatkan kerja sama dalam hubungan kerja, kedudukan dan posisi dalam struktur dan manajemen organisasi. Hal ini penting menumbuhkan tanggung jawab sosial-kemanusian dalam kehidupan bersama.
Sebagai insan akademik yang terdidik dan teprelajar, mahasiswa perlu memiliki Tanggung Jawab Sosial dan Kemanusiaan (bab 17). Penulis menghantarnya melalui pembahasan fenomena sosial, seperti fenomena yang dialami oleh semua orang, yaitu: tua, sakit dan mati.
Selain itu ditinjau pula mengenai masalah kasta yang berkenan dengan stratifikasi sosial, dan diskriminasi gender, serta berbagai permasalahan sosial lainnya. Pembahasan topik ini menegaskan perlunya ada tanggung jawab sosial dari insan beragama karena agama terutama agama Buddha itu bersifat humanis.
Humanisme yang menekankan persaudaraan universal, merangkul semua kehidupan dan menghargai hak asasi manusia. Tanggung jawab sosial baik dalam peran personal maupun secara institusional dan dilakukan tanpa kekerasan, bersama kemurahan hati dan siap berkorban, seperti melakukan macam-macam dana dalam dana paramita.
Agama dan Kebangsaan
Konteks dimana mahasiswa lahir, berada, tumbuh dan berkembang yakni negara dan bangsa Indonesia sendiri pantas diperkenalkan. Mahasiswa belajar dan tumbuh di tanah airnya, Indonesia dalam karenanya masalah Agama dan Kebangsaan (bab 18) wajib dihadirkan untuk menumbuhkan.wawasan Kebangsaaan.
Disajikan perihal Buddhisme dalam sejarah Indonesia, serta paham kewarganegaraan, masalah mayoritas dan minoritas. Hubungan Agama dan Negara yang mencakup adanya konsep Dewa-Raja, Cakrawarti, serta masalah agama dan politik, dan bagaimana agama menyikapi mengenai perang yang selalu mengintip menghancurkan kehidupan.
Perspektif kebangsaan juga hadir dalam fenomena dan cita-cita masyarakat madani dan syarat kesejahteraan negara, serta paham demokrasi, hukum dan keadilan. Perlu juga diwaspadai adanya berbagai penyebab krisis kebangsaan, dan untuk itu perlu mendekatkan anak didik dengan masalah-masalah kebangsaan.
Dalam konteks inilah, kita dapat melihat rasa kebangsaan Sang Penulis yang menempatkan Buddhadharma dalam wawasan kebangsaan, dan seakan menyatakan bahwa Sang Saka Merah Putih itu patut juga berkibar bersama panji-panji Buddhis.
Tujuan Pendidikan Agama
Kini buku “Wacana Buddha-Dharma” setebal 600 halaman ini telah berpisah dari penulisnya. Sebagai dosen agama Buddha, penulis telah mewariskan sebuah karya besar, sebuah karya yang dimaksudkan untuk memenuhi tujuan Pendidikan agama di Perguruan Tinggi Umum.
Tujuan pendidikan agama di perguruan tinggi umum yang berbunyi: membantu terbinanya sarjana yang beragama, yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berpikir filosofis, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas dan menghargai kerja sama antara umat beragama dalam mengabdikan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan nasional (Konsorsium Ilmu Agama, 1988).
Tujuan ini akan tercapai jika pendidikan agama menghasilkan sosok mahasiswa atau sarjana yang menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama terkait dengan profesi yang dimasukinya. Kiranya penulis, sebagai dosen agama Buddha terinspirasi dan berkewajiban untuk memenuhi tujuan itu dengan menghadirkan karyanya, sebuah buku teks pendidikan agama Buddha untuk perguruan tinggi berjudul“Wacana Budha-Dharma”.
Legacy dan Warisan Literasi
Buku “Wacana Buddha-Dharma” yang memiliki ISBN: 978-602-1235-62-1, dan telah masuk dalam cetakan kelima (Agustus 2020, Yayasan Karaniya), merupakan legacy, warisan dr, Krishnanda Wijaya Mukti Msc, (Alm.) bagi dunia literasi dan pendidikan tinggi Buddhis.
Kiranya masih terdapat beberapa buku lainnya dr Khrishnanda Wijaya Mukti lainnya. Beliau menulis dalam mimbar Buddha pada harian Suara Karya selama kurun waktu empat tahun, dari 20 Agustus 1986 hingga 6 Maret 1991. Tulisan-tulisan mimbar Buddha sebanyak 218 judul itu kemudian dikumpulkan dalam tiga buku yang berjudul: “Diatas Kekayaan dan Kekuasaan.” (1993), “Belajar Menjadi Bijaksana” (1993), dan “Berebut Kerja Berebut Sorga’ (1995).
Karya intelektual dari sang penulis yang bersifat Buddhadharma Kontekstual, dan yang patut menjadi standar, rujukan serta memberi inspirasi bagi siapa saja yang mau menulis tentang pelajaran agama Buddha.
Mereka yang akan menjadi penulis agama Buddha, pastinya akan juga memperhatikan dua aspek pembelajaran Buddhadharma ini, aspek teortis, dogmatis, normatif ajaran sebagai pembinaan saddha yang berbasis pengertian, dan aspek praksis, aplikatif-kontekstual yang merupakan penerapan Buddhadharma di berbagai ranah kehidupan.
Dr Krishnanda Wijaya Mujkti, Msc, (alm.) telah meninggalkan jejak karya besarnya bagi dunia pembelajaran agama Buddha, terutama pendidikan agama Buddha di perguruan tinggi. Sebuah karya yang nyatanya mendapat sambutan luas pada masyarakat Buddhis pada umumnya. Penyajian pengetahuan Buddhadharma yang inklusif dan merujuk kepada Buddhadharma penerapan, aplikasi Buddhadharma. Sebuah karya yang memperlihatkan kebesaran misi Buddhadharma dalam konteks pendidikan dan literasi, dan pantasnya karya ini akan selalu menjadi wacana, discourse serta perbincangan di kalangan akademisi Buddha.
Sang penulis telah meninggalkan kita di tahun 2016, namun keberadaan karyanya menunjukkan dan menandakan bahwa kita semua senantiasa dapat berdialog dengannya, dan serasa sang penulis melalui karyanya ini hidup terus sepanjang masa, terekam dalam sejarah literasi Buddhis.
Benarlah kata Pramoedya Ananta Toer, “orang boleh sekolah setinggi langit, namun jika tidak menulis, dia akan tetap ditelan sejarah.” Dr Khrisnanda Wijaya Mukti Msc. yang mengecam pendidikan tinggi dan juga menulis, berkarya, sebuah teladan, contoh ideal bagi para akademisi Buddha.
Sang penulis memang telah tiada, namun karyanya justru terus bergema mengatasi kefanaan tubuhnya, buah pikiran selalu mengatasi masa dan menjangkau massa. Dunia akademik perguruan tinggi dan mereka yang belajar agama Buddha di perguruan tinggi sepantasnya berterima kasih dan berhutang intelektualitas atas legacy karya sang penulis ini.
Sebuah karya yang menjadi penanda kualitas intelektual sang penulis dan yang akan selalu menjadi rujukan oleh setiap generasi yang cinta Buddhadharma, cinta literasi Buddhis, misi Buddhadharma dan pendidikan tinggi agama Buddha. Melalui “Wacana Buddha-Dharma, Abadilah nama Sang Penulis, Sang Krishnanda Wijaya Mukti!
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara