World Fellowship of Buddhists (WFB) sejak didirikan pada tahun 1950 di Kolombo, Sri Lanka, melalui beberapa konferensi yang diadakan senantiasa berupaya agar Hari Waisak atau Hari Buddha menjadi hari libur di berbagai negara. Untuk itu satu waktu yang sama untuk Hari Buddha kemudian berhasil ditetapkan. Disepakati Trisuci Waisak adalah pada bulan purnama di bulan Mei.
Mengingat bisa terdapat dua purnama pada bulan Mei, dalam konferensi ke-6 di Phnom Penh, Kamboja, tahun 1961, ditetapkan Hari Buddha adalah purnama yang pertama.
Umat Buddha Indonesia mengikuti keputusan tersebut. Meski belakangan kadang terjadi juga perbedaan waktu penetapan hari Waisak, oleh karena ada yang menetapkan purnama di bulan Juni.
Terlepas dari itu, umat Buddha di Indonesia bukan hanya memiliki satu hari yang sama, yang sejak tahun 1983 telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari libur nasional, tetapi juga memiliki tradisi meditasi bersama saat detik-detik Waisak.
Detik-detik Waisak adalah saat singkat purnama siddhi, atau bulan sebulat-bulatnya, di bulan Waisaka. Di luar negeri umat Buddha umumnya tidak mengenal detik-detik Waisak. Bagaimana ceritanya sehingga umat Buddha memiliki tradisi detik-detik Waisak ini?
Awalnya
Ternyata bermula dari Borobudur. Sejak tahun 1930 walau dalam jumlah kecil, kaum Theosofi memperingati Waisak di Borobudur saat detik-detik Waisak. Tradisi spiritual ini tetap dilanjutkan ketika hari Waisak mulai diperingati secara besar-besaran sejak tahun 1953 hingga kini. Umat Buddha Indonesia yang berada di Candi Borobudur, di Candi Sewu, di wihara-wihara, maupun di rumah masing-masing, bersatu dalam kedamaian meditasi saat detik-detik Waisak.
Tradisi yang baik tentu layak dipertahankan. Namun dari mana asal-usul kaum Theosofi menjalankan praktik ini? Ternyata bersumber dari buku “The Masters and the Path” karya C.W. Leadbeater. Menurut buku tersebut, tepat saat purnama siddhi di bulan Mei, Buddha Gotama terlihat sebagai manusia sangat besar di atas pegunungan Himalaya. Oleh karena itu upacara Waisak diadakan di lembah sebelah utara dari Himalaya, menyambut detik-detik itu dalam keheningan.
Mengingat berkah Buddha tidak terbatas, bersinar ke seluruh dunia, untuk semua makhluk, maka siapa pun yang membuka hati dapat menerima berkah tersebut. Oleh karena itu para umat Buddha mengadakan upacara di Borobudur pada waktu yang sama seperti upacara Waisak di Himalaya. Borobudur dibangun untuk mengagungkan Kebuddhaan, selayaknyalah berkah Buddha dihadirkan di sana melalui meditasi detik-detik Waisak. [MM]
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara