• Tuesday, 9 March 2021
  • Deny Hermawan
  • 0

Museum Sonobudoyo Yogyakarta menyelenggarakan Pameran Temporer “Harmoni Cina-Jawa dalam Seni Pertunjukan” di Gedung Pameran Temporer Museum Sonobudoyo, Jl Pangurakan No. 4 Yogyakarta.

Pameran temporer yang dalam rangka menyemarakkan tahun baru Imlek ke-2572 ini dimulai tanggal 26 Februari hingga 27 Maret 2021 mulai pukul 09.00 – 21.00 WIB, tanpa biaya tiket masuk.

Sejumlah koleksi dari masa lampau dipilih, dibaca ulang, dinarasikan kembali, dan disajikan ke hadapan publik untuk menengok dan menelusuri perjalanan kehidupan bersama budaya Jawa dan Tiongkok di Yogyakarta, khususnya dalam hal seni pertunjukan.

“Pameran ini diselenggarakan sebagai salah satu upaya merayakan keragaman budaya yang ada di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Gelaran pameran ini mengangkat kembali koleksi Wayang Cina-Jawa atau Wacinwa yang merupakan koleksi unggulan Museum Sonobudoyo. Koleksi Wacinwa saat ini tengah diupayakan terdaftar sebagai benda cagar budaya tingkat nasional oleh pemerintah,” kata Kepala Museum Sonobudoyo, Setyawan Sahli di acara pembukaan pameran, Jumat (26/2/2021).

Interaksi dua kebudayaan

Lebih lanjut ia mengatakan, pameran Harmoni Pertunjukan Cina-Jawa ini sebagai wujud interaksi dua kebudayaan yang tidak saling menghilangkan identitas kebudayaan masing-masing. Perpaduan kebudayaan ini membawa sebuah keberagaman budaya yang diwujudkan dalam koleksi museum yaitu, Wayang Cina Jawa.

Lie Sie Bin muda dan tua

Adapun koleksi unggulan dalam pameran ini adalah karakter wayang Sie Jin Kwi, tokoh protagonis Wacinwa, seorang ksatria Tiongkok yang mengenakan jubah berwarna putih. Namun ada juga karakter lain yang dipamerkan yang punya peran besar dalam sejarah peradaban Tiongkok.

Lie Sie Bin (李世民) namanya, atau Kaisar Tong Thay Chong (Tang Tai Zong) , merupakan putra Li Yan, pendiri Dinasti Tang (626-649M). Ia melakukan invensi militer untuk memperluas kekuasaan yang digambarkan dalam legenda klasik Tiongkok berjudul Sie Jin Kwie Ceng Tang, Sie Jin Kwie Ceng See dan Lo Thong Ceng Souw Pae.

Dengan kecerdasan serta sifatnya yang arif dan bijaksana, Lie Sie Bin mampu menjadikan Tiongkok sebagai Negara terkuat di Asia bagian Utara.
Lie Sien Bien dikenang sebagai seorang kaisar yang adil dan bijaksana serta pemeluk agama Buddha yang taat sehingga selalu dicintai oleh rakyatnya.

Menurut situs ancient.eu, di tahun 634 M Kaisar Tong Thay Chong menandatangani perjanjian damai dengan Tibet dan mempersembahkan pada raja Tibet putri angkatnya sebagai pengantin perempuan. Toleransi dan keragaman agama di Tiongkok berkembang di bawah pemerintahan kaisar ini.

Agama Buddha bisa dipraktekkan secara luas, melampaui Konfusianisme dan melewati popularitas Taoisme. Kaisar Thay Chong bahkan mengizinkan seorang misionaris Kristen Nestorian bernama Alopen untuk mengkhotbahkan agamanya di Tiongkok pada tahun 635 M, memperkenalkan konsep Kristianitas ke negara tersebut. Dan pada tahun 638 M sebuah misi Persia diizinkan untuk membentuk kelompok agama Zoroaster.

Karakter hewan dalam wacinwa

Antara 638-645 M, delegasi dari sejumlah pemerintahan, termasuk Bizantium, datang menemui sang kaisar, meminta bantuan untuk menghentikan penyebaran militan Islam, tetapi Thay Chong menolak karena dia tidak ingin terlibat dalam perang agama. Ia adalah seorang umat Buddha yang percaya bahwa semua agama harus dapat hidup bersama dengan damai.

Sejarah Wacinwa

Sebagai tambahan informasi, Wacinwa sendiri lahir di Yogyakarta pada 1925. Gan Thwan Sing adalah pencipta sekaligus dalang dari Wacinwa. Sebagai keturunan Tionghoa, Gan Thwan Sing mewarisi seni tradisi dari kakeknya, Gan Ing Kwat.

Dalam buku “Kajian Wacinwa: Silang Budaya Cina-Jawa: Koleksi Museum Negeri Sonobudoyo” (2015), disebutkan bahwa pada masa puncak perkembangan seni budaya ini, Wacinwa sudah menyebar hingga ke berbagai wilayah di luar Yogyakarta.

Gan Thwan Sing meninggal pada 1966 dalam usia 81 tahun, meninggalkan hasil karya sekitar 200 Wacinwa. Sebelum meninggal, Gan Thwan Sing sempat menjual sekotak Wacinwa-nya kepada Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Dan sesudah kepergiannya, Wacinwa mulai surut. Terlebih pada masa Orde Baru, yang melarang berbagai unsur budaya yang berbau Tionghoa.

karakter prajurit Tiongkok dalam wacinwa

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *