• Friday, 24 January 2020
  • Adica Wirawan
  • 0

Sepasang lampion merah tampak tergantung di teras rumah. Saat ditiup angin, lampion itu terlihat bergoyang pelan. Suara bel yang terdapat di bawahnya menciptakan suara gemerincing yang lembut. Suaranya mirip dengan genta Zen, yang mampu “mengheningkan” pikiran!

Meskipun suaranya sangat menenangkan, pemasangan lampion tersebut tidak dilakukan untuk keperluan meditasi, tetapi untuk perayaan Imlek yang jatuh pada tanggal 25 Januari 2020. Sebagai keturunan Tionghoa, keluarga saya merasa “wajib” memasangnya di depan rumah. Biar tahun ini tambah hoki, katanya.

Selain lampion, ada hal lain yang juga disiapkan untuk menyambut Imlek. Di antaranya ialah kue keranjang, pakaian baru, dan tentunya angpau. Semua itu adalah hal yang mesti ada saat Imlek tiba. Sudah tradisi, katanya.

Berbicara tentang tradisi, Imlek sejatinya bukanlah perayaan keagamaan tertentu. Jika dirunut dari sejarahnya, Imlek sebetulnya adalah “pesta” yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa pada zaman dulu untuk menyambut musim semi.

Pada waktu itu, musim semi dianggap sebagai periode penting karena petani bisa mulai bercocok tanam kembali setelah melewati musim dingin yang panjang. Agar kegiatan tersebut berjalan lancar, perayaan besar-besaran pun dilakukan. Beragam jenis makanan dan minuman dipersembahkan. Perayaan itu kemudian terus dilakukan setiap tahun, hingga akhirnya jadi sebuah tradisi hingga kini.

Oleh sebab itu, Imlek boleh dibilang sebagai “produk budaya”, bukan agama. Siapa pun bisa ikut merayakannya, termasuk umat Buddha sekalipun. Meskipun berbeda asal wilayah karena Imlek berasal dari Tiongkok dan buddhis dari India, bukan berarti perayaan Imlek di kalangan umat Buddha bisa memicu perselisihan, yang terjadi justru sebaliknya. Semangat Imlek mampu selaras dengan buddhis.

Saya pribadi menemukan nilai-nilai buddhis di dalam perayaan Imlek. Nilai-nilai ini bisa ditemukan di Manggala Sutta. Sedikit penjelasan, sutta ini muncul dari pertanyaan yang diajukan pada dewa tentang konsep “berkah”. Pada waktu itu, ada banyak dewa yang menyebut-nyebut soal berkah tanpa betul-betul paham berkah yang sesungguhnya.

Agar terhindar dari “hoax”, sesosok dewa kemudian datang menemui Buddha di Jetavana untuk bertanya tentang berkah. Untuk mengatasi ketidaktahuan para dewa, Buddha kemudian menyebutkan 38 hal yang disebut sebagai “berkah utama”. Di antara semuanya, ternyata ada beberapa berkah yang bisa ditemukan pada perayaan Imlek.

Menghormat yang patut dihormat

Setiap hari Imlek, seorang anak biasanya melakukan sungkem (bahasa Tionghoa-nya Pai Kui) di depan orang tuanya. Hal ini dilakukan sambil mengucap maaf atas kesalahan yang telah diperbuat pada masa lalu, serta mendoakan supaya orang tua tetap sehat, cukup makan, dan berkah selalu.

Perbuatan ini termasuk perwujudan rasa hormat anak kepada orang tua, dan sebagaimana kita tahu, menghormat yang patut dihormat adalah berkah utama.

Bertutur kata dengan baik

Seingat saya, pada hari Imlek, jarang sekali ada anggota keluarga yang marah-marah. Semuanya saling mengucapkan kata-kata yang ramah. Tidak ada yang melontarkan kata-kata kasar, yang bisa menyakiti hati orang lain.

Biarpun mungkin memendam dendam pada orang lain, pada hari Imlek, biasanya seseorang mampu mengendalikan ucapannya agar suasana yang penuh kebahagiaan bisa terjaga, dan hal itu jelas sesuai dengan berkah utama.

Berdana

Pemberian angpau selalu diidentikkan pada perayaan Imlek. Pasangan yang sudah menikah umumnya membagikan angpau kepada orangtua, anak-anak, atau orang lain yang dianggap layak. Hadiah tersebut tak hanya menjadi berkah bagi yang menerimanya, tetapi juga bagi yang memberikannya. Siapa pun yang berdana angpau dikatakan telah memperoleh berkah utama.

Memang tidak semua berkah bisa diperoleh dalam perayaan Imlek, tetapi hanya dengan mendapat tiga berkah yang sudah disebutkan sebelumnya, hidup seseorang sudah terberkahi. Oleh sebab itu, bagi saya, Imlek bukanlah sekadar perayaan tradisi, melainkan sebuah kesempatan untuk menuai banyak berkah.

Selamat Imlek. Semoga hidup kita semua terbekahi.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *