• Friday, 17 May 2019
  • Deny Hermawan
  • 0

Secara historis, Buddha diakui mengatakan banyak hal dalam hidupnya selama mengajar kurang lebih sepanjang 45 tahun.

Kini, banyak kutipan bijak yang bisa ditemukan di mana-mana yang disebut-sebut dikatakan oleh Buddha. Tetapi apakah kamu pernah mengetahui sabda Buddha berdasarkan kitab suci, lalu mempertanyakan, kenapa banyak kata-kata bijak yang disebut-sebut dikatakan Buddha, tidak ada basis skripturalnya?

Ajahn Thanissaro, seorang bhikkhu dan penerjemah yang terlatih akan kata-kata Buddha berdasarkan kanon Pali, telah menjawab hal ini. Dia mengungkapkan beberapa hal populer yang dia temukan yang sebenarnya tidak berasal dari Buddha. Inilah lima di antaranya:

1. “Hidup adalah penderitaan.”

Menurut Ajahn Thanissaro, ini adalah salah satu Kebohongan Besar Buddhis — klaim yang dianggap benar hanya karena diulang begitu sering — baik dalam buku-buku populer maupun buku-buku akademik. Ungkapan “Hidup adalah penderitaan” seharusnya merupakan ringkasan dari kebenaran mulia pertama Buddha. Tetapi kebenaran mulia pertama hanya memaparkan hal-hal dalam kehidupan yang merupakan penderitaan: “Kelahiran adalah penderitaan, penuaan adalah penderitaan, kematian adalah penderitaan; kesedihan, ratapan, rasa sakit, kesusahan, dan putus asa sangat membuat penderitaan; berjumpa dengan orang yang tidak disukai adalah penderitaan, berpisah dari orang yang dicintai adalah penderitaan, tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan. Singkatnya, lima kelompok unsur kemelekatan sangat mengakibatkan penderitaan.” (Kutipan dari Samyutta Nikaya, 56.11)

Dari kalimat di atas, jika kita perhatikan, kata “hidup” tidak ada dalam daftar.

Kebenaran mulia lainnya melanjutkan untuk menunjukkan bahwa ada lebih banyak hal dalam kehidupan daripada sekadar penderitaan: Ada asal mula penderitaan, lenyapnya penderitaan, dan jalan praktik yang mengarah ke lenyapnya penderitaan juga.


Foto kutipan yang diajarkan Buddha, padahal itu kata-kata motivator Dale Carnegie

2. “Tidak ada diri.”

Ini adalah kebohongan besar lainnya, menurut Bhikkhu Thanissaro. Suatu kali, saat Buddha ditanya langsung apakah “diri” ada atau tidak ada, beliau menolak untuk menjawab (Samyutta Nikaya 44.10). Dalam Majjhima Nikaya 2, Buddha menyatakan bahwa pandangan “Aku memiliki diri” dan “Aku tidak memiliki diri” keduanya adalah kumpulan pandangan yang akan membuat terjebak dalam penderitaan. Ketika Buddha mengajar bukan-diri (anatta) – bukan tanpa diri – ia merekomendasikan strategi untuk mengatasi kemelekatan, cara memotong kecenderungan batin untuk berpegang teguh pada sesuatu dengan mengklaimnya sebagai “aku” atau “milikku”.

Buddha juga tidak pernah mengatakan bahwa “Tidak ada diri yang terpisah”. Beliau menolak untuk terlibat dalam masalah apakah jenis diri apa pun ada atau tidak ada.

3. “Segala sesuatu tidak kekal.”

4. “Penderitaan datang dari menolak perubahan.”

Dua kutipan salah ini cenderung berjalan seiring. Jika segala sesuatu berubah (tidak kekal), maka satu-satunya cara seseorang bisa lepas dari penderitaan adalah dengan menerima bahwa semua kebahagiaan itu tidak kekal dan berhenti mencari “sesuatu” yang lebih tahan lama dari itu. Menurut Bhante Thanissaro, ini adalah pesan yang sangat menyedihkan.

Untungnya, Buddha hanya mengatakan bahwa semua hal yang terbentuk/dibuat itu tidak kekal. Apa pun yang dirasakan melalui enam indra itu dibuat, dalam arti bahwa itu dibentuk oleh kondisi, baik eksternal maupun internal.

Namun, ada sesuatu yang tidak dibuat-buat yang dapat kamu alami, dan itu adalah Nibbana. (Lihat Majjhima Nikaya 49, dan Samyutta Nikaya 43, untuk informasi lebih lanjut.)

Baca juga: Bijak dan Bajik Bermedia Sosial dalam “Kacamata” Lima Agama

Seperti yang dikatakan Buddha, Nibbana atau yang disebut Nirwana dalam bahasa Sanskerta adalah kebahagiaan tertinggi (Dhammapada 203) – bebas dari perubahan, bebas dari kematian, bebas dari segala keterbatasan. Itu sebabnya Buddha mengajarkan jalan: supaya seseorang dapat menemukan kebahagiaan tanpa syarat. Jika pesannya adalah, “Hei, tidak ada kebahagiaan yang abadi, jadi berhenti memikirkannya,” itu tidak akan bertahan selama bertahun-tahun.

Tetkait kutipan nomor empat, Buddha sebenarnya mengatakan bahwa orang menderita karena mereka mengidentifikasikan diri dengan hal-hal yang berubah. Ketika batin cukup kuat sehingga tidak perlu mengidentifikasi dengan apa pun, saat itulah tidak ada lagi penderitaan. Pada titik ini, lihat Samyutta Nikaya 22: 1.

5. “Jika kamu ingin melihat tindakan seseorang di masa lalu, lihat kondisinya sekarang. Jika kamu ingin melihat kondisi seseorang di masa depan, lihat tindakannya saat ini. ”

Gagasan ini mengubah karma menjadi sesuatu yang sangat sederhana dan deterministik. Inilah yang disebut Ajahn Thanissaro sebut teori “rekening bank karma” – gagasan bahwa kondisi seseorang saat ini menunjukkan saldo berjalan dalam rekening karmanya: jumlah total semua tindakan baiknya, dikurangi jumlah total tindakan buruknya, sama dengan apa yang dia sedang alami sekarang.

Alih-alih satu rekening bank, Buddha membandingkan karma masa lalu seseorang dengan lahan benih: Beberapa benih telah tumbuh, beberapa belum siap untuk tumbuh. Dan untuk benih yang siap tumbuh, mereka yang mendapatkan banyak air punya peluang terbaik untuk berkembang. Ini berarti bahwa, meskipun kamu tidak dapat kembali dan mengganti benih yang sudah kamu tanam, kamu memiliki kendali atas benih mana yang akan kamu sirami. Dengan kata lain, kondisimu saat ini hanya menunjukkan sepotong tindakan masa lalumu. Tindakanmu saat ini memengaruhi sejauh mana kamu akan menderita karena hasil dari tindakan sepotong itu atau tidak.

Deny Hermawan

Seorang penjelajah, bekerja sebagai jurnalis di Kota Gudeg, Jogja.

 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *