Kisah relief kerbau dan buaya. Dalam salah satu panel relief di Candi Jago, Jawa Timur. Cerita ini di ambil dari serat Kancil Amengsastra dan serat Saloka Darma. Menceritakan seekor buaya yang tidak tahu membalas budi setelah di tolong oleh banteng. Terdiri dari tiga bagian utama.
Di suatu hari yang panas, seekor buaya sedang tidur tiduran di bawah sebatang pohon besar di pinggir sungai. Tak lama kemudian datang tiupan angin yang sangat keras yang menyebabkan pohon besar itu tumbang dan menimpa tubuh buaya.
Datanglah kancil yang akan minum, ia dimintai tolong oleh Buaya itu, namun karena batang pohon itu sangat besar dengan tubuhnya yang kecil Kancil tidak kuat untuk menggesernya. Tidak lama kemudian datanglah banteng yang bertubuh besar hendak minum di sungai itu, oleh kancil, banteng itu diminta untuk menolong si buaya dengan menggeser batang pohon itu dari tubuhnya.
Setelah buaya berhasil terbebas dari batang pohon besar yang menimpanya ia merasa sangat lapar dan meminta sang banteng untuk mau menggendongnya masuk ke dalam sungai.
Setelah sampai di bagian yang dalam di dalam sungai, buaya tidak mau turun dari gendongan karena ia ingin memakan sang banteng tadi. Buaya pun menyampaikan maksud jahatnya, banteng pura-pura menyetujui namun dengan syarat untuk meminta nasehat terlebih dahulu kepada siapa saja yang lewat di dekat sungai itu. Apa pun nasihat yang akan diberikan banteng bersedia untuk dimakan oleh si buaya.
Baca juga: Relief Kera dan Penyadap Enau di Candi Jago
Tidak lama kemudian muncullah sebuah tempat berisi makanan yang hanyut di sungai, maka banteng pun meminta nasihat tentang maksud si buaya, tempat makanan itu menyarankan banteng untuk bersedia menjadi makanan si buaya, demikian pula nasehat benda berikutnya yang juga hanyut di sungai itu.
Melihat keadaan banteng yang sedang dalam kesulitan itu maka Kancil maka ia pun mencari kijang untuk turut menjadi hakim dalam masalah itu. Kijang bersedia memutuskan perkara itu namun ia harus tahu dahulu bagaimana asal mula terjadinya masalah tersebut. Buaya disuruhnya turun dahulu dari punggung banteng dan kembali ke tempat semula yakni di bawah pohon besar yang menimpanya.
Buaya yang sudah berada di bawah pohon itu tidak dapat berbuat banyak ketika datang para pemburu yang kemudian memukulinya sampai mati. Inti dari cerita ini adalah, “Kita harus dapat menahan hawa nafsu atas berbagai godaan yang muncul dalam kehidupan kita. Dengan keberhasilan usaha kita untuk menahan godaan itu maka kehidupan kita tidak akan berakhir buruk.”
Goenawan A. Sambodo
Seorang arkeolog, Tim Ahli Cagar Budaya Temanggung, menguasai aksara Jawa kuno.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara