• Wednesday, 22 August 2018
  • Hendrick Tanu
  • 0

Tanah Suvarnadvipa atau Sumatera, tidak hanya sebagai pusat pengajaran bodhicitta dari Dharmakirti. Pulau Emas ini barangkali memiliki jodoh kuat dengan Mahamudra dan Dzogchen (Mahasandhi / Maha-ati).

Menelusuri sejarah dan silsilah Buddhis sangat menarik sehingga dengan demikian kita bisa paham bahwa semua aliran Buddhis ada benang merahnya, bahwa ajaran Guru Sakyamuni beresensi hanya satu. Sebagai warga negara Indonesia, kita juga tampaknya tertarik akan bagaimana dahulu Nusantara ini kaya dengan pelbagai aliran Buddhis yang terus berlangsung hingga kini.

84 Mahasiddha India adalah para praktisi Mahamudra yang mencapai realisasinya lewat praktik Tantra Yoganiruttara Cakrasamvara atau Hevajra juga Vajrayogini. Menurut sistem Yoganiruttara Buddhis ini, ada 24 lokasi yang diberkati yang kebanyakan lazim menjadi tempat ziarah di India atau Tibet. Menariknya adalah disebutkan dari antara tanah berkat itu salah satunya bernama Suvarnadvipa atau Sumatera!

Tidak heran sebenarnya, jika melihat ditemukan beberapa rupang Heruka dari kelas Yoganiruttara di situs-situs Sumatera. Di Jawa juga ada sedikit jejak Heruka. Para peneliti mungkin berkata bahwa Suvarnadvipa tidak hanya mencakup Sumatera namun juga merujuk pada kepulauan Indonesia yang lainnya.

Peneliti lainnya ada pula yang mengatakan bahwa Suvarnadvipa sebenarnya berada di India Selatan atau bahkan Thailand dan sekitarnya. Lokasi persisnya masih menjadi sumber perdebatan, namun paling banyak merujuk pada Kepulauan Nusantara ini.

Jika memang benar demikian, Nusantara juga menjadi jejak para Mahasiddha. Mahasiddha Sri Simha yang berasal dari Tiongkok dan terkenal sebagai sesepuh Dzogchen itu ditahbiskan di Suvarnadvipa dan mendapat penampakan Avalokiteshvara di sana. Sesepuh Dzogchen lainnya, Manjusrimitra Muda juga berasal dari Suvarnadvipa. Beliau merupakan emanasi dari Manjusrimitra Senior.

Silsilah dari para Mahasiddha yang mahir dalam Mahamudra dan Dzogchen ini lantas dibawa ke Tibet dan menjadi fondasi bagi praktik Nyingma dan Kagyu, dua aliran yang amat banyak saling berbaur satu sama lainnya.

Tidak hanya Nusantara, juga Tiongkok

Sri Simha, murid dari Manjusrimitra, pernah belajar di Wutai Shan dan kemudian dikenal beremanasi kembali lewat garis silsilah Tai Situ Rinpoche, seorang guru yang banyak berjodoh karma dengan Tiongkok. Tai Situ Rinpoche berulang kali bertumimbal lahir sebagai murid Karmapa. Tiga silsilah Tai Situ awal memiliki kaitan erat dengan Buddhis Tiongkok: sebagai Jincheng (金城- Gyimshang) pengikut Chan yang mengatur astrologi biara Samye menurut biara Chan di gunung Wutai, kedua sebagai kaisar dinasti Yuan Shundi (元順帝- Toghon Tashing Temur) murid Karmapa yang mencetak aturan Chan dari Baizhang (百丈), ketiga sebagai Chokyi Gyeltsen di mana ia menerima gelar Tai Situ (大司徒) dan Guanding Yuantong Miaoji Guoshi (灌頂圓通妙濟國師) dari Kaisar Ming Yongle lewat sida-sida Hou Xian.

Silsilah Karma Kagyu punya kaitan karma kuat dengan bangsa Han Tiongkok. Beberapa reinkarnasi Karmapa dan Tai Situ menjadi guru-guru bagi para Kaisar Dinasti Yuan dan Ming, sampai akhirnya Zheng He (鄭和- Cheng Hoo) disinyalir mendapat nama Sonam Tashi dari Karmapa ke-5 sebelum sang laksamana pergi berlayar ke Nusantara. Sida-sida Hou Xian, asisten yang menemani Zheng He ketika berlayar ke Nusantara, adalah juga yang menemani Karmapa ke-5 ketika bertandang ke Tiongkok.

Baca juga: Menapaki Jejak Para Guru Agung

Buddhis Tibet dan Chan juga dahulu berkembang bersama-sama di Gunung Wutai, tak heran banyak kisah menceritakan para yogi Tibet berkelana ke gunung-gunung Tiongkok. Silsilah Buddhis Tiongkok juga masih lestari lewat Nub Sangye Yeshe murid Padmasambhava yang mewarisi ajaran Chan. Sangye Yeshe ini lalu beremanasi menjadi Tulku Urgyen.

Para Guru Mahamudra dan Dzogchen yang sebelumnya kita sebutkan yaitu Tai Situ dan Tulku Urgyen  akhirnya menjadi guru bagi Mingyur Rinpoche, yang ketujuh dari garis tumimbal lahir Yongey Mingyur Dorje pendiri silsilah Tergar, seorang yogi yang amat terkenal di Tibet. Semangat dari Tulku Urgyen yang menyatukan Mahamudra dan Dzogchen ini diwarisi sang putra, Mingyur Rinpoche. Rinpoche kemudian juga belajar Mahamudra pada Tai Situ dan Dzogchen pada Nyoshul Khen Rinpoche.

Sebaliknya, pendahulu Rinpoche yaitu Yongey Mingyur Dorje memiliki murid yang amat bertalenta yaitu Tai Situ ke-8 Panchen Chokyi Jungne, seorang seniman yang amat berbakat dengan gaya lukisan Tionghoanya di istana Kaisar Manchu Qianlong. Silsilah Mingyur dan Tai Situ semenjak itu menjadi hubungan guru-murid yang saling berganti tak terpisahkan.

Pendekatan modern, mencakup semua

Dilatarbelakangi sejarah yang kaya dari Nusantara dan Tiongkok, Tergar kembali meluas baik di Asia Timur maupun Indonesia. Hubungan karma kedua negara ini dengan Mahamudra dan Dzogchen nampaknya mulai bangkit kembali dalam wujudnya yang modern baik dalam praktik serta studi dan mampu menjangkau banyak kalangan di Indonesia dan masyarakat Tionghoa. Silsilah Tergar lantas menjadi pemain utama dalam penyebaran Mahamudra dan Dzogchen di Asia dewasa ini.

Metode samatha-vipasyana disebarkan meluas oleh Rinpoche. Beberapa bulan lalu, beliau bahkan sepanggung dengan aktor kenamaan Jet Li dalam sebuah konferensi meditasi yang cukup akbar. Keluwesan yang melampaui sekat-sekat aliran dari metode Rinpoche dirasakan Jet Li sendiri yang merupakan murid alm. Chan Master Shengyen. Dalam status Facebooknya, Jet Li berkata bahwa Rinpoche sebenarnya mengajarinya meditasi Zen.

September 2018 ini Mingyur Rinpoche untuk kesekian kalinya akan hadir di Indonesia. Jika memang Suvarnadvipa itu adanya di Kepulauan Nusantara, maka tampaknya jodoh Rinpoche dengan negeri ini sudah terjalin sejak masa lalu, karena Manjusrimitra dari Suvarnadvipa merupakan inkarnasi masa lalu beliau. Mari kita menyambut guru yang amat paiwai menjabarkan samatha-vipasyana dalam mengenali hakekat batin (nature of mind) daripada kita semua!

Hendrick Tanuwidjaja

Penggemar Zen dan siswa mindfulness.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *