“Wajahnya cerah bersinar seperti rembulan, begitu cantik. Raden Putri jauh lebih cantik dibanding Dewi Ratih. Dia bersinar bahkan di kegelapan, tanpa satu cacat yang ada.
“Dia sangat cemerlang sampai memancar ke langit saat memandang angkasa. Sinar matahari bahkan tak kuasa menandingi. Dia begitu cantik hingga tak terkatakan.”
Kalimat di atas tertulis dalam buku The History of Java karya Thomas Stamford Raffles. Pada waktu itu kecantikan wanita Jawa digambarkan seperti itu. Sementara ada versi lain, Wanita, dalam istilah Jawa “wani ditata”. Wanita diartikan sebagai seseorang yang hanya bisa tunduk pada perintah, utamanya perintah suami.
Wanita hanya bisa mengurus rumah tangga, memasak, mencuci, dan melayani suami. Namun, saya memiliki interpretasi sendiri dari kata “Wanita”, yaitu “wani nata”. Maksudnya, wanita itu berani menata, menyusun, atau memimpin.
Salah satu sosok yang saya kagumi sebagai wanta adalah Ibu Kartini. Nama lengkap beliau adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat, wanita kelahiran 21 April 1879 di Jepara. Sosok wanita hebat yang mampu memperjuangkan kaum wanita agar dapat mengenyam pendidikan seperti kaum pria lainnya dan tidak mengurus rumah saja.
Kartini merupakan salah satu putri dari pasangan R.M. Sosroningrat dan M.A. Ngasirah. Saat kecil, Kartini disekolahkan Ayahnya di ELS (Europese Lagere School) dan mulai belajar Bahasa Belanda hingga usia 12 tahun karena seorang wanita harus dipingit pada usia tersebut.
Baca juga: Perjuangan R.A. Kartini Dipengaruhi oleh Ajaran Buddha
Meskipun beliau berada di rumah, R.A. Kartini tetap melakukan kegiatan surat-menyurat dengan temannya di Belanda. Berawal dari surat-menyurat itulah beliau tertarik dengan cara berpikir wanita Eropa dan berusaha untuk mengembangkan wanita pribumi yang berstatus sosial rendah.
Saat usianya yang ke-20, beliau banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt dan berbagai roman lainnya yang berbahasa Belanda, serta buku karya Multatuli berjudul Max Havelaar dan Surat-Surat Cinta.
Karena kebiasaan membaca beliau mendapat banyak informasi terutama dalam bidang kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Dari sinilah perjuangan Kartini dimulai, beliau menulis surat-surat berisi keluhan tentang kondisi wanita pribumi yang kurang maju.
Beliau juga menulis tentang makna Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan, Peri Kemanusiaan, dan Nasionalisme. Itulah salah satu sisi dari Kartini dengan budaya membaca. Surat tulisan beliau belakangan dikumpulkan dan dikompilasi menjadi buku, di antaranya: Habis Gelap Terbitlah Terang, Surat-surat Kartini, Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandiri dan suaminya, dan lain sebagainya.
Apabila Kartini itu hidup pada zaman dahulu, bagaimana dengan wanita zaman sekarang?
Ada beberapa wanita Indonesia yang berprestasi dalam skala Nasional bahkan Internasional, pertama, Agnez Monica, wanita yang sukses dalam panggung musik Internasional dengan lagunya, yaitu Coke Bottle, Damn I Love You, Get Up, dan lain-lainny; kedua, Dian Pelangi, adalah desainer yang mendapat pengakuan Internasional dengan karyanya Modest-wear.
Ketiga, Sri Mulyani, dinobatkan sebagai menteri keuangan terbaik di dunia; keempat, Laras Sekar, merupakan satu-satunya model dari Indonesia yang bergaya di catwalk Yves Saint Laurent di Paris Fashion Week 2017; kelima, Kevin Lilliana, adalah Miss International 2017.
Keenam, Anggun C. Sasmi, ialah wanita yang juga sukses dalam karier musiknya hingga kancah Internasional, dengan single terbarunya “What We Remember”; ketujuh, Liliana Natsir, adalah olahragawati bulutangkis Indonesia yang mendapat medali perak Olimpiade Beijing 2008.
Kedelapan, Winnie Mischka Aoki, merupakan desainer pakaian anak favorit Kim Kadarshian dan Beyonce; kesembilan, Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang memiliki PT ASI Pudjiastuti Marine Product, dan memiliki maskapai penerbangan Susi Air dengan 50 pesawat; dan kesepuluh, Merry Riana, wanita yang sukses berbisnis, motivator, penulis, dan aktris.
Masih banyak wanita Indonesia lainnya yang berani menghadapi tantangan dan memiliki karya yang membanggakan. Jika wanita hanya sebatas “wani ditata”, maka sudah tentu tidak akan pernah ada kisah wanita yang berpretasi dan berkarya seperti pada contoh di atas.
Wanita mesti dapat bersinergi dengan orang lain untuk berkarya dan memberikan jerih payah terbaik bagi masyarakat luas bahkan bangsa dan negara. Wanita itu wani ditata atau wani nata? Bukan benar atau salah dari suatu jawaban, namun yang jelas suatu jawaban adalah pilihan.
Junarsih
Bahagia dengan alam, terutama gunung. Tinggal di Temanggung, Jawa Tengah.
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara