Hari Minggu, 4 Februari 2018 adalah hari Li Chun, awal musim semi tiba dan masyarakat Tionghoa mulai bersiap-siap untuk Hari Raya Imlek. Pernak-pernik Imlek terlihat semarak dijual di mal-mal Indonesia. Tionghoa Peranakan di Chinatown seluruh dunia sudah berbenah menyambut Imlek. Video-video Imlek bertema kekeluargaan mulai bertebaran lewat kiriman Whatsapp dan media sosial.
Imlek, perayaan semua orang
Semua orang bisa menikmati budaya Imlek tanpa harus menjadi beragama A atau B. Saat ini Imlek menjadi milik semua, tidak hanya untuk orang Tionghoa semata. Pawai Imlek di mana-mana dan yang paling menarik adalah perpaduan budaya Grebeg Sudiro di Solo dan Cap Go Meh di Singkawang.
Kendati semua orang dapat merayakannya, Imlek bukanlah sekadar perayaan budaya melainkan juga menjadi perayaan keagamaan bagi umat Tao, Khonghucu, dan Buddha. Mengapa bisa seperti itu?
Sejarah kalender Imlek
Imlek yang merupakan bagian dari kalender Tionghoa yang kita kenal saat ini dibuat oleh Huangdi yaitu Kaisar Kuning, yang merupakan peletak dasar agama Tao dan dianggap orang suci oleh agama Khonghucu, bahkan beberapa guru Buddhis menyatakan beliau sebagai wujud upaya kausalya bodhisattva. Dikisahkan Huangdi/ Kaisar Kuning berguru ajaran agama Tao pada Dewi Jiutian Xuannu dan Guangcheng Zi (Taishang Laojun).
Lebih lanjut, Dinasti Xia yang didirikan Kaisar Yu Agung menggunakan kalender yang dibuat oleh Huangdi ini. Nabi Khonghucu (Kongzi) dalam naskah Taois Lingbao menyatakan bahwa Kaisar Yu Agung juga belajar agama Tao dan Khonghucu pula yang menyarankan kembali ke penggunaan kalender Dinasti Xia. Maka dari itu bisa dikatakan asal muasal kalender Imlek adalah agama Tao.
Baca juga: Kenapa Imlek Dirayakan di Vihara Padahal Bukan Hari Raya Agama Buddha?
Belakangan pada masa Dinasti Han, kerajaan menganut agama Tao aliran Huang-Lao yang artinya Huangdi dan Laozi (penulis kitab Daode Jing, pendiri filsafat Tao secara resmi). Sampai pada masa Han Wudi, Kaisar mengubah agama negara dari Huang-Lao menjadi agama Khonghucu. Sesuai saran dari Nabi Khonghucu, Han Wudi kembali memakai penanggalan Xia yang tahun barunya jatuh di tanggal 1 bulan 1 Imlek. Penetapan hari Imlek dari Kaisar Han Wudi ini stabil digunakan hingga saat ini.
Meski merupakan Konfusianis yang taat, Han Wudi juga dikenal sebagai praktisi agama Tao yang memuja Xi Wangmu, tercatat dalam kitab Han Wudi Neizhuan. Di goa Mogao, Han Wudi bahkan digambarkan menghormati rupang Buddha.
Kaisar Han Wudi dikenal sebagai salah satu kaisar yang mengundang masuk agama Buddha ketika ia meminta Zhang Qian mencari tahu tentang “pria emas” Buddha di India. Alhasil Buddha, Huangdi, dan Laozi dipuja bersama-sama pada era Han itu.
Mengundang Buddha dan kelahiran Bodhisattva masa depan
Jika kita melihat kalender sembahyang Tionghoa, perayaan Maitreya Bodhisattva ternyata tepat pada Hari Raya Imlek. Ada yang menyebutkan bahwa bhiksu Budai (Qici) emanasi Maitreya lahir pada tanggal 1 bulan 1 Imlek.
Akan tetapi dalam berbagai daerah di Asia, hari Maitreya memang acapkali dirayakan bertepatan dengan tahun baru Imlek semenjak lebih dari 1.000 tahun yang lalu. Dahulu bangsa Uyghur yang memakai kalender Sino-Uyghur, merayakan Maitreya bertepatan dengan tahun baru. Bangsa Korea juga memuja Maitreya (Mireuk) berdekatan dengan tahun baru Imlek pula.
Berbagai gerakan kepercayaan Maitreya di Tiongkok dilaksanakan saat Imlek juga. Tahun Baru Imlek dianggap secara simbolis sebagai momen saat Maitreya datang membawa era baru penuh kedamaian dan tahun lalu yang penuh kenegatifan menjadi sirna. Tahun baru Tibet, Losar, yang didasarkan pula atas Imlek, juga dirayakan dengan pawai Bodhisattva Maitreya. Hal ini sudah berlangsung ratusan tahun lamanya.
Baca juga: Refleksi Imlek, Sejarah Persahabatan Jawa Tionghoa (1)
Sedangkan menurut agama Tao, hari Raya Imlek adalah hari perayaan Yuanshi Tianzun, dewata tertinggi atau Tuhan primordial dalam agama Tao. Beberapa naskah Tao dalam kanon Daozang menyandingkan Yuanshi Tianzun dengan Buddha primordial Wairocana.
Sudah ratusan tahun pula pada saat Hari Raya Imlek, anggota kerajaan, masyarakat Tiongkok dan Tionghoa perantauan menghormati Langit (Tian) dan Bumi (Di), yang diwakili oleh segenap para dewata Buddha dan Tao pada saat hari raya Imlek, bukan hanya Maitreya atau Yuanshi Tianzun. Ini terbukti dari berbagai peninggalan sejarah. Istilah Tian atau Shangdi atau “Tuhan primordial” yang dihormati saat perayaan Imlek mendapat porsi baik dalam Tao, Khonghucu, ataupun Buddha – masing-masing sesuai dengan doktrin keyakinannnya sendiri-sendiri.
Perhitungan kalender Imlek
Di Indonesia, perhitungan tahun Imlek didasarkan atas kelahiran Khonghucu sehingga dianggap sebagai hari raya agama Khonghucu. Pendapat ini didasarkan atas Kaisar Han Wudi yang menjadikan Khonghucu sebagai agama negara dan menetapkan penggunaan kembali kalender Xia. Di luar negeri, perhitungan tahun Imlek didasarkan atas Huangdi, bukan Khonghucu. Meskipun pada tahun 1880 M sudah ditemukan kalender Khonghucu ini di Indonesia, namun gerakan perhitungan ini mulai amat digalakkan oleh reformis Konfusian seperti Kang Youwei dan Liang Qichao. Kang Youwei dan Liang Qichao sendiri juga banyak memahami dan menganut ajaran-ajaran Buddha, Yogacara, dan Chan.
Dinamika perayaan Imlek memang sebenarnya tidak terlepas dari 3 agama Tionghoa: Tao, Khonghucu, dan Buddhis Mahayana/ Chan. Meski Imlek sekarang semakin dikenal perayaannya, jangan sampai hanya jadi budaya materi atau komersil saja sehingga lupa akan spiritualitas perayaan Imlek itu sendiri. Tentu bagi pemeluk ketiga agama di atas, Imlek jauh lebih spesial dari sekadar perayaan budaya.
Penulis dan executive editor majalah Buddhis Sinar Dharma, aktivis komunitas Chan Indonesia, dan co-founder dari Mindful Project
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara