“Kebijaksanaan adalah isi dari perpustakaan Jedi itu, tapi tiada satupun kebijaksanaan yang si Rey belum miliki.”
(Yoda, Star Wars: The Last Jedi – 2017)
Kata-kata si makhluk hijau legendaris di atas tentu terasa tak asing bagi yang belajar Zen atau Chan. George Lucas, Irvin Kershner, Lawrence Kasdan dan Gary Kurtz adalah para legendaris pencipta kisah-kisah Star Wars.
Mereka duduk bersama berdiskusi bagaimana semua agama-agama besar, khususnya Buddhis Zen, membentuk konsep utama cerita Star Wars. Lucas banyak berguru pada sutradara Zen Akira Kurosawa tentang bushido dan juga pada penulis Joseph Campbell, yang belajar Zen dari Daisetz Teitaro Suzuki.
Kasdan dan Kershner berdiskusi pentingnya pelatihan Guru-Murid dalam Zen dan penerapannya di Jedi. Kurtz berdiskusi bagaimana Buddhis dan Zen mengilhami The Force. Membayangkan mereka berdiskusi, tentu akan sangat asyik sekali. Barangkali dari kita kemudian ingin belajar Zen.
Baca juga : Sutradara Star Wars “The Last Jedi” Rayakan Filmnya di Vihara Byodo-in, Jepang
“Kita semua, faktanya, adalah Buddha. Hanya delusi yang menghalangi Kebuddhaan kita bersinar dengan brilian,” ujar Koun Yamada Roshi. Bodhidharma, pendiri Zen, juga berkata, “Tujuanku jauh-jauh datang ke Tiongkok adalah untuk mengajarkan bahwa batin adalah Buddha. Buddha adalah tubuh dan batin sejatimu.”
Tripitaka memang mengandung kebijaksanaan, akan tetapi dalam diri kita semua, mau belajar kitab sutra atau tidak, mau Buddhis atau tidak, kebijaksanaan itu sudah ada, hanya saja tidak kita sadari. Buddha yang bijaksana ada dalam diri kita semua, bukan di luar diri.
Diri yang kita pandang buruk dan lemah ini, ternyata menyimpan kegemilangan bak Tathagata sendiri. Hanya saja, perlu seorang Guru untuk menunjukkannya. Dan kita sebagai murid perlu latihan untuk mengungkapkannya.
Inilah yang diyakini oleh pengembang karakter Star Wars yaitu sutradara Star Wars: Empire Strikes Back, alm. Irvin Kershner, ketika memberi jiwa abadi pada saga tersebut.
Ia membungkusnya dalam satu kosmologi dan hubungan guru-murid khas Zen. “Bagiku, Yoda adalah guru Zen,” ujarnya. Hubungan guru-murid adalah salah satu aspek paling penting dalam Buddhis Zen.
David Kershner mengingat sang ayah dan guru, Irvin, “Ayahku selalu fokus pada kisah yang akan diceritakannya dan sangat tertarik terhadap kreatifitas. Ia selalu yakin bahwa masalah akan diselesaikan oleh dirinya atau satu dari ratusan orang yang bekerja bersamanya.
Apa ia dilatih oleh seorang Master Jedi? Saya pikir jawabannya adalah Zen. Dengan belajar Buddhis Zen, ayahku belajar untuk hadir di saat ini dan tidak menggandoli apa yang salah di masa lalu atau takut-takut akan apa yang terjadi di masa depan. Ia belajar kekuatan untuk penuh kesadaran.
Ia belajar untuk melakukan alih-alih mencoba. Apa ada sedikit Yoda dalam dirinya? Aku pikir iya. Ia filosofis namun praktis, banyak mau tapi dermawan dan humoris. Pada intinya, ia adalah seorang Guru.
Aku belajar darinya bahwa kreatifitas adalah masuk ke dalam zona yang penuh misteri. Sebagaimana Yoda berkata pada Luke: ‘Lakukan atau tidak. Tidak ada coba-coba.” Itulah esensi Zen dari latihan Jedi.
Kebangkitan Jedi yang Relijius
Yoda: “Guru terbaik adalah kegagalan.”
Shunryu Suzuki Roshi: “Kekeliruan yang terus menerus adalah guru Zen.”
Seiring diluncurkannya The Last Jedi (2017) di pasaran, media mulai menyorot orang-orang yang menyatakan bahwa mereka meyakini spiritualitas Jedi. Barangkali ini cukup menggelikan bagi telinga banyak orang, namun nilai-nilai yang mereka anut sebenarnya tak jauh-jauh dari nilai-nilai Buddhis dan Tao yang mendasari Star Wars.
Menurut beberapa kesaksian, paham spiritualisme Jedi ini membantu para pengikutnya untuk bisa lepas dari trauma masa lalu. Daniel M.Jones pendiri Church of Jediisme, menggunakannya untuk mengatasi autismenya. “Lucas melakukan banyak riset akan Buddhis, Tao, dan Joseph Campbell.
“Star Wars mengajarkanku untuk berjuang demi kebaikan dan jujur pada diri sendiri serta membantu yang lain,” ujarnya. Baginya, Jediisme tak lain adalah praktik mindfulness (penuh kesadaran).
Sedangkan Nicholas Harrison, pencipta drama “Bagaimana Star Wars Menyelamatkan Hidup Saya” (How Star Wars Save My Life), mengatakan bahwa saga Star Wars menyelamatkan dirinya dari trauma kekerasan seksual dan fisik yang dialaminya ketika masih kecil. “Jedi sangatlah Zen, sangat Buddhis. Semesta Star Wars mengisi kompas moralku.” Keyakinannya bahwa kebaikan akan melampaui kejahatan membuat Harrison bebas.
Baca juga : Kepingin Jadi Jedi? Belajarlah Zen!
Dharma bisa ditemukan lewat apa pun. Lakon-lakon utama dalam Star Wars seperti Luke Skywalker, Darth Vader, dan kali ini Rey barangkali dapat menunjukkan pada kita bagaimana seorang biasa dapat menemukan kembali jati diri mereka, meskipun masih hanya percikan dari yang maha gemilang. Yang Maha Gemilang itu barangkali bisa kita sebut Hakekat Buddha, The Force, Tao, atau Tuhan.
Saat ini bagaimana belajar Zen dan bagaimana cara menemukan guru Zen? Apakah Buddhis Zen pernah masuk ke Indonesia? Sejarah mencatat pada era penjajahan, Biksu Taisen Deshimaru Roshi (1914-1982), murid Kodo Sawaki, pernah mengunjungi pulau Bangka dan mengajari orang setempat, Tionghoa, dan Eropa duduk meditasi Zen (zazen) untuk menemukan diri mereka sendiri.
Ia kecewa akan penjajahan bangsanya sendiri atas Indonesia yang membuatnya dipenjara oleh Jepang ketika dengan gagah berani melindungi masyarakat Bangka dari kekerasan penjajah.
Namun saat ini barangkali Zen Jepang masuk lewat komunitas Chan Indonesia, yang mana guru akarnya, Chan Master Shengyen adalah murid Zen Sanbo Kyodan (gabungan Soto Zen dan Rinzai Zen).
Komunitas Chan Indonesia telah dan terus menghadirkan guru-guru Zen terbaik dari beragam tradisi negara (Chan Tiongkok, Zen Jepang, Seon Korea) dan saat ini tersebar di Jakarta, Surabaya, Medan, Jogja, Jambi, Riau, Semarang, dan Bali.
“Mereka berkata bahwa Buddha adalah apa yang kita kerjakan di Star Wars,” ujar Lawrence Kasdan, penulis naskah Star Wars: The Force Awakens ketika membicarakan The Last Jedi.
Jangan pernah hakimi diri sendiri. Kita jauh lebih berharga daripada apa yang kita bisa bayangkan.
Hendrick Tanuwidjaja
Penulis dan executive editor majalah Buddhis Sinar Dharma, aktivis komunitas Chan Indonesia, dan co-founder dari Mindful Project. IG: @hendrickhengki
=================
Ayo Bantu Buddhazine
Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara