• Tuesday, 24 May 2016
  • Ngasiran
  • 0

Dharmasanti Waisak Umat Buddha 2560 BE/2016 digelar meriah di Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Acara yang dihadiri puluhan ribu umat Buddha dari dalam negeri dan mancanegara ini dihadiri oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, jajaran menteri kabinet kerja serta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. (Baca Wakil Presiden Jusuf Kalla Hadiri Dharmasanti Waisak di Candi Borobudur)

Bhikkhu Sri Pannyavaro dalam pesan Waisaknya, menyampaikan bahwa cinta kasih dan kasih sayang dapat menciptakan kehidupan bahagia. “Pada saat Pangeran Siddharta keluar istana, beliau melihat penderitaan. Penderitaan itu menggetarkan hatinya. Beliau tidak melihat dari kasta mana yang menderita, dari agama manakah yang menderita, hanya penderitaan-lah yang beliau lihat, dan penderitaan itu mengguncang hatinya. Pada saat seseorang bergetar hatinya, tidak tahan melihat penderitaan orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk menolong mereka, itulah sesungguhnya kasih sayang!

“Lazimnya, kita tidak tahan dengan penderitaan kita sendiri, tetapi amat jarang yang tidak tahan melihat penderitaan orang lain. Mereka yang tidak tahan melihat penderitaan orang lain itulah manusia mahasattva.

“Penderitaan yang dilihat Siddharta itu, kemudian mengubah seluruh kehidupan Siddharta. Ia meninggalkan kenikmatan dan kepentingan pribadi sebagai putra mahkota. Sengsara selama enam tahun di hutan Uruvela, hingga tercapainya pencerahan sempurna.

“Empat puluh lima tahun kemudian dengan cinta kasih yang sempurna, Guru Agung Buddha Gotama mengajarkan Dharma. Cinta kasih merupakan landasan moral Dharma yang Beliau ajarkan. Moral cinta kasih yang menumbuhkan kepedulian kita kepada semua yang menderita, yang menumbuhkan sikap kita untuk menerima perbedaan dan menghargai perbedaan, moral cinta kasih menuntun kita untuk mengendalikan kita dari perbuatan-perbuatan buruk.

“Karena perbuatan yang buruk akan merugikan orang lain, lingkungan, dan juga diri sendiri. Moral cinta kasih menuntun kita untuk bertanggung jawab, jujur, sungguh jujur untuk kepentingan orang lain dan diri sendiri. Moral cinta kasih itulah yang meredam kebencian dan amarah, moral cinta kasih juga meredam keakuan kita. Keakuan itulah yang membuat kita tidak malu untuk melakukan perbuatan yang buruk dan tidak takut akan akibatnya.

“Namun demikian, kebencian dan kemarahan tidak bisa dibendung, karena kita belum mencapai kesucian. Guru Agung Buddha Gotama menasihatkan, ‘Jangan karena marah dan benci mengharap yang lain celaka’,” jelas Bhante.

Menurut Bhante Pannya, untuk menumbuhkan moral cinta kasih harus dimulai dari keluarga. “Dimulai dari kehidupan keluarga, orangtua menjadi sumber moral dan keteladanan perilaku kita saat ini bagi para putra dan putrinya. Pendidikan formal umumnya memberi pengetahuan, tetapi ibu dan ayah yang bisa memberikan kehangatan hati cinta kasih kepada putra maupun putrinya. Kehangatan cinta kasih itulah yang melindungi anak-anak kita dari perilaku-perilaku kejahatan, tidak ada cara yang lain.

“Kami juga sangat mengharap para pemimpin kita, laksana orangtua bagi masyarakat, yang tidak tega melihat anak-anaknya yang menderita. Selalu memberi bimbingan tanpa pamrih terus-menerus pada putra putrinya agar mereka mandiri, luhur budinya, dan sejahtera.”

Lebih lanjut Bhante Pannya menyampaikan, “Seorang pujangga Buddhis besar, Mpu Tantular, menerjemahkan cinta kasih dengan ungkapan bersejarah, Bhinneka Tunggal Ika, dalam lontar Sutasoma. Antara lain Mpu Tantular menuliskan Shiva Buddha Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, yang artinya agama Shiwa dan Buddha memang berbeda tetapi tetap tunggal, karena hakikat kebenaran, Dharma itu adalah tunggal. Kebenaran hakiki tidak pernah mendua.

“Moral cinta kasih yang mengejawantah pada Bhinneka Tunggal Ika menjadi perekat kebersamaan di semua lini kehidupan bangsa. Keindahan dan kebersamaan itulah yang tercermin dalam kehidupan beragama, dan sudah tentu kehidupan bersama segenap umat Buddha.

“Amat berbeda-beda itulah bhinneka, kita tidak mungkin melebur yang bhinneka menjadi satu, tetapi kita menerima dan menghormati dengan ketulusan hati. Karena yang bhinneka itu hakikatnya paramata satya merupakan tunggal. Kemanusiaan adalah universal, hakikat kebenaran tidak pernah mendua, tan hana Dharma mangrwa, adalah keniscayaan alam. Khammata, bahwa dunia diwarnai dengan berbagai macam perbedaan, dan perbedaan itu sering saling menghancurkan.

“Oleh karena itu, pada saat purnama sempurna di bulan Mei, di bulan Waisak ini, dari Candi Agung Borobudur, kami ingin memberikan pesan moral Bhinneka Tunggal Ika kepada dunia. Kami yakin tidak hanya 600 tahun yang lalu moral Bhinneka Tunggal Ika dimulai oleh tulisan Mpu Tantular, melainkan jauh, ratusan tahun sebelum Mpu Tantular, moral Bhinneka Tunggal Ika sudah menjadi jati diri Nusantara, sifat dasar bangsa Indonesia hingga kini.”

Mengakhiri ceramahnya, Bhante Pannya mengajak masyarakat Indonesia untuk bekerja dengan sungguh-sungguh, “Mari bekerja keras untuk kita semua, tidak sekadar untuk mencapai kesejahteraan, tetapi juga untuk menjaga dan membangun bangsa ini, menjadi bangsa yang tangguh dan berbudi luhur. Appamadena Sampadetha, berjuanglah dengan penuh kesadaran. Tandhang gawe kanthi kawaspadan.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *