• Monday, 24 October 2022
  • Surahman
  • 0

“Melihat (Candi) Bodhipakkhiya Dhamma yang menjulang tinggi, sejak kami hadir kami datang dari atas sana kami sudah melihat candi ini. Candi ini tidak hanya megah dan indah. Candi ini dibangun, Borobudur juga dibangun untuk kepentingan yang lebih dalam. Candi ini bukan hanya melihat keindahan, bukan hanya melihat kemegahan, tetapi candi ini dibangun untuk menjaga keyakinan saudara.”

Itulah petikan pesan Dhamma yang oleh Bhante Pannavaro pada perayaan Sangha Dana di Bulan Kathina, Jumat (21/10) di Candi Bodhipakkhiya Dhamma, Dusun Semanding, Desa Candi Garon, Kecamatan Sumowono, Semarang.  Perayaan yang dihadiri kurang lebih 400 umat ini di iringi turunnya hujan lebat selama acara berlangsung. Perayaan dihadiri puluhan bhikkhu Sangha dan atthasilani.

Sutrisno, ketua panitia pembangunan menyampaikan bahwa perayaan Sanghadana ini merupakan salah satu dari rangkaian tiga perayaan yang dihelat hari itu. Ia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara. 

“Hari ini kita menyelenggarakan tiga perayaan atau peringatan yaitu peresmian Candi Bodhipakkhiya, Peringatan tercapainya 10 vassa Bhante Khemadhiro, dan perayaan Sangha Dana. Maka dari itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak dan para donatur yang sudah membantu kami dalam pelaksanaan perayaan hari ini,” katanya.

Bhante Pannavaro saat memberikan penjelasan untuk apa candi dibangun. Foto: Ana Surahman/Buddhazine.

Terkait dengan candi baru, seperti halnya Borobudur yang dibangun untuk kepentingan ibadah umat Buddha, begitu juga dengan pembangunan Candi Bodhipakkhiya yang dibangun dalam waktu tiga tahun sejak 2019 dan selesai tahun 2022 ini. Bhante Pannavaro menjelaskan bahwa layaknya Borobudur yang bertahan hingga 1200 tahun sampai saat ini, Candi Bodhipakkhiya juga akan bertahan sangat lama karena dibangunn dengan pondasi yang kuat.

“Candi Bodhipakkhiya Dhamma yang baru, dibangun hanya tiga tahun, sejak tiga tahun yang lalu sudah rampung. Melihat perjalanan sejarah Nusantara, Bangsa Indonesia membangun candi merupakan kebajikan yang dilakukan sejak nenek moyang kita. Sejak zaman Syailendra, Borobudur, bahkan sebelumnya sejak kerajaan Sriwijaya. Borobudur adalah sarana puja bakti yang dibangun oleh raja-raja Syailendra bersama umat Buddha pada waktu itu, sekali lagi sebagai sarana puja bakti. Hingga sekarang Borobudur bertahan hampir 1200 tahun. Candi Bodhipakkhiya Dhamma ini tentu akan bertahan sangat lama, karena dibangun dengan pondasi yang sangat kuat,” ungkap bhante.

Bhante juga menyatakan keyakinannya bahwa Candi Bodhipakkhiya Dhamma ini bukan hanya untuk umat Buddha Semanding saja, tetapi untuk seluruh umat beragama yang berada di wilayah sekitar Dusun Semanding. Untuk masyarakat Semanding, untuk masyarakat Sumowono, untuk masyarakat Semarang bahkan untuk semua yang akan hadir dan mengaguminya. Hal ini karena melihat Candi Borobudur yang serasa berguna bagi seluruh umat manusia, bukan hanya milik umat Buddha Indonesia, tetapi Borobudur adalah pusaka Bangsa Indonesia. Borobudur adalah warisan bagi dunia. 

“Kalau saudara melihat candi-candi, melihat Borobudur yang megah, melihat Bodhipakkhiya Dhamma yang menjulang tinggi, sejak kami hadir kami datang dari atas sana kami sudah melihat candi ini. Tetapi saudara, candi ini tidak hanya megah dan indah. Candi ini dibangun, Borobudur juga dibangun untuk kepentingan yang lebih dalam. Saudara-saudara melihat candi ini bukan hanya melihat keindahan, bukan hanya melihat kemegahan, tetapi candi ini dibangun untuk menjaga keyakinan saudara,” lanjut bhante.

Menurut bhante, mendirikan candi, mendirikan vihara yang bagus dan megah bertujuan untuk menjaga iman atau keyakinan. Menjaga keyakinan umat Buddha terhadap Tri Ratna supaya tidak menjadi luntur. Karena ketika keyakinan luntur, maka seseorang akan mudah untuk melakukan perbuatan buruk, karena keyakinanlah yang mengarahkan pikiran, ucapan, dan perbuatan.

“Kalau keyakinan itu luntur, kalau iman itu luntur, habislah kita semua. Karena yang mengarahkan pikiran menjadi baik, ucapan menjadi baik, perilaku menjadi baik, tidak jahat itu adalah keyakinan. Kalau keyakinannya buruk, imannya buruk, maka pikiran, ucapan, perilakunya juga menjadi buruk. Itulah gunanya keyakinan, gunanya iman, dan candi ini didirikan juga untuk menjaga iman, menjaga keyakinan,” imbuh bhante.

Selanjutnya bhante menjelaskan bahwa tidak hanya menjaga keyakinan terhadap Triratna, tetapi hadirnya candi-candi, termasuk Candi Bodhipakkhiya adalah untuk menjaga keyakinan umat Buddha akan hukum karma. Dengan keyakinan terhadap hukum karma yang berlaku bagi semua makhluk tanpa kecuali, seseorang akan takut untuk melakukan perbuatan jahat yang merugikan, sebaliknya akan semangat dalam memperbanyak perbuatan baik.

Ratusan umat Buddha sedang mengikuti kegiatan peresmian Candi Bodhipakkhiya Dhamma, Dusun Semanding, Desa Candi Garon, Kecamatan Sumowono, Semarang. Foto: Ana Surahman/Buddhazine. 

“Di dalam Anguttara Nikaya, Guru Agung kita menjelaskan, iman, yakin itu juga kepada hukum karma. Ada perbuatan yang baik juga ada perbuatan yang buruk. Berhati-hati, karena perbuatan baik dan yang buruk itu akan berakibat, tidak sia-sia. Dan akibat itu akan datang kepada pembuatnya sendiri.  Siapa yang melakukan dia akan menerima akibatnya. Sing nanam ngunduh, Sing agawe nganggo.Itu adalah hukum alam. Kebajikan yang anda lakukan akan datang kepada anda sebagai kebahagiaan, keburukan akan berakibat penderitaan. Hukum karma tidak pernah lupa.”

Dengan meyakini hukum karma, lebih dalam bhante menjelaskan, seseorang akan tumbuh kesadaran untuk menghindari perbuatan buruk dan melakukan perbuatan baik atas dasar kesadaran sendiri. Bukan karena ancaman, bukan pula karena ditakut-takuti. Pemahaman akan hukum karma menyadarkan manusia khususnya umat Buddha bahwa perbuatan jahat akan menghancurkan pembuatnya dan juga orang lain. Sebaliknya perbuatan baik akan memberikan manfaat bagi pembuatnya dan juga orang lain. 

“Sekalipun kecil, kebaikan juga sangat berharga. Kebaikan yang kita lakukan akan disimpan di bank karma, tidak akan hilang. Maka simpan terus kebajikan, bank karma tidak akan pernah lupa, tidak akan pernah bangkrut. Kathina, sebulan penuh kita diajarkan untuk berdana, memberi. Karena memberi itu adalah kebajikan. Guru Agung Buddha Gautama tidak pernah mengajarkan untuk meminta-minta. Beliau menekankan kita umat Buddha untuk memberi dan memberi. Guru Agung tidak ingin umat Buddha menjadi pengemis.”

Tidak hanya menjauhi kejahatan dan melakukan hal baik. Keyakinan menurut bhante juga mendorong seseorang untuk menjaga sila yang baik, melakukan kebaikan sebanyak mungkin. Sehingga tumbuh kemauan untuk melakukan kebaikan dengan sungguh-sungguh, mau berkorban, berbuat kebaikan tanpa pamrih. 

“Tidak ada gunanya melakukan kebaikan dengan pamrih. Karena pamrih akan mengotori batin kita. Apa manfaatnya pamrih, karena itu kotoran batin. Dan terakhir Guru Agung kita mengingatkan kita untuk waspada dengan ke-aku-an, inilah yang disebut panna. Siapapun yang melakukan kebajikan, aku-nya harus dibuang.”

“Semoga Candi Bodhipakkhiya ini menjadi pengingat dan pendorong kita untuk menjaga keyakinan kita terhadap Tri Ratna, keyakinan menjaga sila, keyakinan melakukan kebajikan, dan kebajikan membuang ke-aku-an. Berbuatlah kebajikan dengan ketulusan, kebajikan dengan tanpa pamrih. Buang ke-aku-an, buang ke-aku-an, buang. Maka kebajikan saudara menjadi kebajikan yang sangat tinggi, bukan kebajikan biasa,” pungkas bhante. [MM]

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *