• Thursday, 27 February 2014
  • Sutar Soemitro
  • 0

Ini premisnya: meditasi –khususnya meditasi kesadaran (mindfulness)– mengurangi kadar kortisol (hormon yang berkaitan dengan respon stres), tekanan darah, kecemasan sosial, dan depresi. Meditasi meningkatkan kekebalan tubuh, daya tahan dan fokus, serta meningkatkan kualitas hubungan Anda –termasuk dengan diri sendiri. Juga akan meningkatkan kinerja Anda di tempat kerja dan memberikan ketenangan batin. Bahkan mungkin menyembuhkan psoriasis (kulit bersisik).

Tren meditasi ini bahkan telah dipraktikkan oleh para selebritis Hollywood hingga para petinggi perusahaan digital dunia di Silicon Valley, Amerika. Sebut saja penyanyi Alanis Morissette, mendiang Steve Jobs, hingga konglomerat media Rupert Murdoch. Tak mengherankan jika pada Februari 2014 lalu ketika diadakan konferensi “Wisdom 2.0” yang mempertemukan dunia digital dengan meditasi, tiket sold out.

Dengar apa kata Rupert Murdoch tentang meditasi, “Semua orang menyarankannya, memang tidak mudah untuk memulainya, tetapi bermanfaat meningkatkan segala sesuatu.”

Benarkah?

Menarik untuk menyimak tulisan Tony Schwartz, seorang penulis dan pemimpin The Energy Project dalam tulisannya di The New York Times. Schwartz pertama kali belajar bermeditasi 25 tahun yang lalu, memulai latihan kesadaran setiap hari dan menghabiskan ratusan jam duduk dengan mata tertutup dan kaki bersila. Ia juga mewawancarai puluhan meditator, termasuk guru-guru yang paling menonjol, untuk sebuah buku yang ia tulis pada tahun 1995 yang berjudul What Really Matters: Searching for Wisdom in America. Tapi makin banyak waktu ia habiskan untuk bermeditasi, makin sedikit nilai yang ia peroleh. “Saya tidak mengatakan tidak ada manfaat sama sekali,” ujar Schwartz.

Definisi paling sederhana dari meditasi adalah belajar untuk melakukan satu hal pada suatu waktu. Membangun kemampuan untuk menenangkan pikiran memiliki nilai yang tak terbantahkan ketika perhatian kita terkepung, dan gangguan terus-menerus datang. Meditasi –dalam porsi yang tepat– juga berguna sebagai sarana untuk relaksasi tubuh, menenangkan emosi, dan menyegarkan energi. Ada bukti yang berkembang bahwa meditasi bermanfaat bagi kesehatan.

“Apa yang saya belum lihat adalah bukti bahwa meditasi menyebabkan orang berperilaku lebih baik, meningkatkan hubungan sosial, atau membuat mereka bahagia,” tutur Schwartz.

Coba renungkan apa yang Jack Kornfield katakan tentang meditasi. Pada 1970-an, setelah menghabiskan beberapa tahun sebagai seorang bhikkhu di Asia Tenggara, Kornfield adalah salah satu orang Amerika pertama yang membawa praktik meditasi kesadaran ke Barat. Hingga kini ia tetap menjadi salah satu guru meditasi paling terkenal, selain juga berpraktik sebagai psikolog.

“Ketika saya sangat diuntungkan oleh pelatihan di biara-biara Thailand dan Burma dimana saya berlatih,” tulisnya, “saya melihat dua hal mencolok. Pertama, ada beberapa bagian sulit yang utama dalam hidup saya, seperti kesepian, hubungan percintaan, pekerjaan, luka masa kanak-kanak, dan ketakutan, bahkan meditasi yang sangat mendalam pun tidak menyentuhnya.

“Kedua, diantara lusinan bhikkhu Barat (dan banyak meditator Asia) yang saya temui sewaktu saya di Asia, dengan beberapa pengecualian, sebagian besar tidak terbantu oleh meditasi dalam sebagian besar kehidupan mereka. Meditasi dan latihan spiritual dapat dengan mudah digunakan untuk menekan dan menghindari perasaan atau melarikan diri dari bagian yang sulit dalam hidup kita.”

Jadi bagaimana memanfaatkan meditasi agar memberikan efek terbaik?

Pertama, jangan berharap melebihi apa yang dapat meditasi berikan. Dalam dunia modern, meditasi jauh lebih efektif sebagai teknik manajemen diri, alih-alih sebagai sarana transformasi diri, apalagi untuk mencapai pencerahan.

Kedua, mulailah dengan sederhana. Mindfulness –atau “vipassana”– adalah jenis latihan meditasi dari Buddhisme Theravada. Praktik ini termasuk latihan untuk mengamati pikiran, perasaan dan sensasi yang timbul dan tenggelam, tanpa menjadi terjebak di dalamnya. Dengan membangun kemampuan untuk menyaksikan pengalaman sendiri tanpa melekat atau bereaksi, pembelajaran berlangsung, kita perlahan-lahan mulai melihat tidak adanya keabadian dan semua akan terpisah.

Masalahnya, meditasi mindfulness tidak cocok sebagai sebuah permulaan, karena mindfulness adalah sebuah praktik meditasi tahap lanjutan. Dalam pengajaran tradisional, siswa pertama kali belajar untuk menstabilkan perhatian mereka melalui “samatha” (meditasi konsentrasi). Konsentrasi dilakukan dengan fokus pada satu obyek perhatian, seperti nafas atau mantra, seperti dalam meditasi transendental. Ketika siswa telah berhasil dalam praktik menenangkan pikiran –sebuah proses yang sering membutuhkan latihan bertahun-tahun– maka praktik vipassana (mindfulness) yang lebih halus dan canggih baru bisa diperkenalkan.

“Menurut pengalaman saya, meditasi konsentrasi (samatha) adalah cara yang lebih sederhana dan lebih dapat diandalkan daripada meditasi kesadaran (vipassana) untuk meningkatkan tingkat perhatian, ketenangan, dan rileks –khususnya bagi mereka yang berada di tahap awal meditasi,” urai Schwartz.

“Praktik mindfulness memiliki manfaat,” kata Catherine Ingram, penulis buku Passionate Presence, “tapi dalam kasus saya, setelah 17 tahun praktik, datanglah titik ketika mental mencatat nafas, pikiran dan sensasi menjadi terasa melelahkan, merasa selalu memiliki pekerjaan rumah dan terus-menerus memotong realitas menjadi potongan-potongan kecil.”

Terakhir, lebih baik jangan berharap lebih.

Bahkan saat hanya beberapa menit duduk hening dan mengikuti nafas pergi jauh. Schwartz menemukan praktik itu sangat efektif untuk bernafas masuk ke hitungan tiga dan keluar ke hitungan enam –efektif memperpanjang nafas keluar dan memperdalam pengalaman relaksasi. Menghitung juga merupakan obyek yang efektif untuk perhatian, juga meningkatkan konsentrasi.

“Saya juga menemukan bahwa lebih praktis untuk benar-benar fokus dan rileks selama satu atau dua menit beberapa kali sehari daripada bermeditasi untuk waktu yang lama dan terus-menerus berperang dengan gangguan di sepanjang latihan,” ujar Schwartz.

Ada perbedaan antara meditasi kesadaran dan kesadaran sederhana. Kesadaran sederhana bukanlah praktik yang terpisah dari kehidupan sehari-hari. Kesadaran sederhana diartikan sebagai lebih sadar terhadap apa yang Anda rasakan, lebih memperhatikan perilaku Anda, dan lebih memperhatikan pengaruh Anda pada orang lain. Ini tentang keberadaan diri –apa yang Ingram sebut sebagai “mental hening dan diam adalah lebih baik dibandingkan melakukan aktivitas mental apa pun”.

Tantangan yang sebenarnya bukan apa yang kita dapat lakukan dengan mata tertutup. Namun bagaimana menjadi lebih sadar dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk berperilaku lebih baik sebagai hasilnya. Itulah kesadaran dalam tindakan. (the new york times)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *