• Monday, 14 January 2013
  • Robin Dharmawan
  • 0

Seperti membawa biji padi ke tempat penggilingan padi, adalah hal yang alamiah apabila kita mendapatkan kulit padi. Demikian juga ketika kita ingin menolong orang lain dengan cinta kasih yang sempurna, adalah hal yang alamiah juga apabila kita mendapatkan pencerahan.

Kata-kata inilah yang menjadi kalimat pembuka dari ceramah “Compassion Life” oleh Gede Prama di Vihara Pitakananda, Jakarta Barat, Minggu, 13 Januari 2013. Guru Gede Prama, begitu ia akrab disapa, memberikan sebuah ilustrasi mengenai kehidupan. Seperti seorang bayi yang menangis “di dalam”, bukanlah cubitan yang membuatnya berhenti menangis, namun pelukan dengan cinta kasihlah yang membuatnya tenang. Segala penderitaan kita, kesedihan kita, kemalangan kita, ibarat seorang bayi yang menangis “di dalam”. Segala penderitaan itu membutuhkan pelukan cinta kasih.

Gede Prama lebih lanjut menjelaskan bahwa menyanyi adalah cara yang paling baik untuk membuat diri kita bahagia. Karena itulah dalam ceramahnya kemarin, Gede Prama mengajak semua hadirin untuk bernyanyi bersama, “Nina bobo, ohh… nina bobo. Kalau tidak bobo, digigit nyamuk.” Lagu nina bobo ini adalah lagu yang baik, karena lagu ini memiliki getaran cinta kasih yang baik. Jadi ketika bayi kita menangis “di dalam”, cepat-cepatlah kita pergi ke kamar mandi dan bernyanyi lagu nina bobo, saran Gede Prama.

Kita juga dapat menggunakan metode visualisasi dalam memberikan cinta kasih kepada diri kita sendiri. Pada saat bayi menangis “di dalam”, visualisasikanlah Dewi Kwan Im datang dan memeluk bayi tersebut dengan penuh cinta kasih. Bayi menangis “di dalam” adalah segala kesedihan kita, penderitaan kita, kemalangan kita, dan sosok Dewi Kwan Im adalah wujud dari kesadaran kita. Kita memeluknya dan memberikan cinta kasih kita dengan menyanyikan lagu nina bobo atau yang lainnya.

Setelah kita menenangkan bayi menangis “di dalam”, barulah kita memberikan cinta kasih kita kepada orang lain. “Seperti perjalanan Lama Tulku Yeshi dari India menuju Tibet, ia membawa seorang umat yang 3B (Brengsek, Brengsek, Brengsek),” ujar Gede Prama. Ketika semua umat yang lain sibuk melayani Lama Tulku Yeshi, orang ini malah sudah makan duluan, demikian juga ketika yang lain baru saja menyandarkan tubuhnya, orang itu sudah mendengkur, dan seterusnya.

Ketika ditanya oleh umat yang lain, mengapa Lama Tulku Yeshi mengajak orang ini bersamanya, Lama Tulku Yeshi menjawab bahwa ia mengajak orang itu untuk melatih cinta kasih yang sempurna. Karena Lama Tulku Yeshi tidak dapat melatih cinta kasihnya dengan sempurna bila bertemu dengan orang yang baik, yang rajin, dan seterusnya.

Begitu juga halnya dengan diri kita yang bertemu dengan orang yang 3B (Brengsek, Brengsek, Brengsek), kepada orang tersebutlah kita belajar menyempurnakan cinta kasih kita. Di dalam penderitaan, kita akan menemukan pencerahan. Ketika kita bersama dengan pasangan hidup kita yang brengsek, memiliki orangtua yang brengsek, anak yang brengsek, atau siapapun juga, janganlah kita melarikan diri darinya. Namun berlatihlah kita untuk menyempurnakan cinta kasih kita. Dengan bersama dengan orang yang tidak baik, dengan kondisi yang tidak menyenangkan, kita akan tumbuh dan berkembang.

Dalam upayanya untuk menjaga konsistensi cinta kasih kita, mulailah kita berada dalam laboratorium spiritual kita yang bernama keluarga. Mungkin anak kita tidak baik, mungkin orangtua kita tidak baik, namun kita tidak bisa melarikan diri darinya. Kita hanya dapat menghadapinya. Dalam kondisi itu, kita akan dapat melatih menyempurnakan cinta kasih kita dengan baik.

Seonggok tanah liat kecil akan menciptakan patung Buddha yang kecil dan seonggok tanah liat yang besar akan menciptakan patung Buddha yang besar. Tanah liat adalah perumpamaan dari penderitaan kita. Semakin besar penderitaan kita, maka akan semakin besar pencerahan yang akan kita peroleh.

Setiap orang memiliki bayi menangis “di dalam”, janganlah kita mundur ataupun melarikan diri. Dendangkanlah lagu nina bobo untuk menghibur bayi menangis “di dalam” diri kita dan/atau orang lain.

Kebahagiaan adalah seperti awan yang putih. Penderitaan adalah seperti awan yang hitam. Tidak usah kita bersikeras menggenggam awan putih erat-erat dan menendang awan hitam kuat-kuat. Biarlah kita menjadi langit yang biru. Hanya menyaksikan awan putih dan hitam datang dan pergi sesuka hatinya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *