• Tuesday, 4 July 2017
  • Wedyanto Hanggoro
  • 0

Pertama-tama yang harus dituliskan adalah kata “SALUT” untuk kerja keras dari anak-anak muda nan energik dari keluarga besar Buddhist Reborn Vihara Theravada Buddha Sasana Kelapa Gading, Jakarta Utara. Bukan hanya sekadar sukacita dalam kegemilangan cahaya Buddha di keindahan peringatan Trisuci Waisak, namun lebih dari itu, sebuah paket lengkap antara ritual, inspirasi dan ditutup dengan gegap gempita dari talenta-talenta seni teman-teman muda.

Pada Sabtu (27/05) lalu, Buddhist Reborn menyelenggarakan acara tahunan bernama “Tribute to Buddha’s Legacy: Stepping Ahead in Dhamma 2017”. Acara yang diselenggarakan di Beacon Academy, Kelapa Gading ini mengundang 10 pembicara terkenal yang dihadiri oleh lebih dari 500 anak muda Buddhis. Sepuluh pembicara tersebut adalah Yasa Paramita Singgih (CEO Men’s Republic), Arya Vandana (pendiri Buddhist Reborn), Irvyn Wongso (CEO Nuansa Musik), Corneles Wowor (mantan Direktur Urusan Agama Buddha Depag RI), Guido Schwarze (Direktur Plan Search), Alex Tan (Executive Coach dan EQ Specialist), Bhikkhu Atthadhiro, Herman Kwok (CEO Beritagar), Bhikkhu Atthapiyo, dan Ong Chye Chye (Direktur Citibank Singapura).

TBL kali ini mengusung konsep yang berbeda dengan adanya sesi indoor dan outdoor. Seminar bertempat di auditorium, sedangkan Vesakh Garden Market yang diikuti oleh 20 tenant bazaar, dan Live Concert digelar di halaman Beacon Academy yang diisi oleh band-band Buddhis yang saat ini cukup populer, seperti Sadhu Band dan True Direction, serta penyanyi-penyanyi Buddhis seperti Odelia Sabrina, Harris Kristanto, serta dimeriahkan oleh Buddhist Reborn Dance Crew.

Dibuka dengan inspirasi dari pengusaha muda yang sukses mengharumkan Indonesia di kancah internasional, Yasa Singgih. Ia pagi itu langsung menggebrak dengan pesan bahwa untuk bergerak, usahakan sejak sedini mungkin tanamkan konsep: “Bila tak mampu berlari, tetaplah berjalan”. Intinya, yang penting tetap bersedia bergerak dan sekaligus bersedia banyak belajar dari siapa pun, di mana kuncinya adalah kerendahan hati supaya mampu menampung semua ilmu dan juga siap apabila segala sesuatunya kurang berjalan sesuai harapan karena ketidakpastian hidup. Berikut fakta bahwa ‘melepas’ adalah salah satu kunci kesuksesan, entah itu berdana ilmu, tenaga, materi hingga spiritual, karena rezeki juga kebahagiaan justru mengalir lebih deras dari proses melepas dan berbagi ini. Pantang menyerah, rendah hati, melepas dan berbagi, serta jangan lupakan berbakti, adalah kunci utama dari apa yang disampaikan Yasa sebagai pembuka rangkaian inspirasi pada pagi nan cerah itu.

Perjalanan berlanjut pada Arya Vandana, salah satu figur utama terbentuknya Buddhist Reborn yang juga dengan simpel dan sekaligus keren, membagikan pengalaman dan perjalanan hidupnya selama ini bersentuhan dengan praktik dan kegiatan meditasi. Setelah dimotivasi dengan bagaimana seharusnya memperjuangkan hidup, maka Arya menyeimbangkan dengan mengingatkan kembali keseimbangan kehidupan untuk selalu kembali ke Jalan Tengah. Arya langsung menunjukkan dengan beragam praktik dan varian serta tips-tips tidak hanya bermanfaat dan berguna, namun juga sekaligus sangat mudah dipraktikkan, bahkan bagi seorang pemula maupun awam sekalipun untuk mencapai titik tenang. Karena bagaimanapun, perjuangan pasti selalu membutuhkan titik teduh dan bukan justru membuat senar malah jadi putus saat harus kecewa dan akan terlena dalam buaian kesombongan saat berjaya sehingga kurang waspada akan ketidakpastian hidup. Meditasi adalah kunci utama dari sebuah keseimbangan hidup yang berlaku baik saat roda sedang di atas maupun roda sedang di bawah.

Setelah memperoleh inspirasi dari manfaat meditasi bagi kehidupan, maka berikutnya Irvyn Wongso, seorang pengusaha muda sukses yang sekaligus salah satu figur yang saat ini mengemuka karena sukses membawa musik yang bernuansa Dhamma dari Indonesia hingga ke kancah internasional, menguraikan bagaimana seharusnya hidup yang seimbang. Bila sebelumnya seolah disampaikan secara terpisah pada sesi sebelumnya, maka pada sesi ini digambarkan secara utuh bagaimana sukses dalam duniawi mampu berjalan seiring dan harmoni dengan keindahan pelatihan kehidupan spiritual. Dibawakan dengan impresif melalui gabungan multimedia, musik dan juga ditutup dengan penampilan lagu ciptaannya sendiri I am Home, Irvyn Wongso sukses membawa pendengar kepada pengertian bahwa tidak ada dualisme dalam kegiatan bisnis maupun spiritual. Karena jika kegiatan bisnis tanpa pegangan spiritual, meski sukses sekalipun pasti tidak bermanfaat baik untuk orang lain terutama tentu saja diri sendiri, apalagi berpikir untuk memperoleh kebahagiaan dari situ. Tanpa daya juang yang menjadi salah satu indikator penting untuk mencapai kesuksesan dalam kegiatan bisnis, maka kehidupan spiritual juga pasti tidak akan pernah bertumbuh apalagi berkembang.

Perjalanan indah selanjutnya dipandu oleh salah satu Dhammaduta senior tanah air, Corneles Wowor. Ia begitu energik, meski di tengah keterbatasan tubuh jasmani yang sedang menjalani proses perjuangan dari tindakan medis yang cukup serius, namun sama sekali tidak terlihat di atas panggung. Ia sukses membuka mata hati sekaligus pikiran kita semua, bahwa tidak akan pernah ada kesempatan yang sungguh-sungguh “bersih” saat kita melaksanakan praktik kebajikan yang setulus apa pun dan juga sehati-hati apa pun. Hakekatnya adalah, Corneles Wowor mengingatkan, bahwa pasti selalu muncul “area abu-abu” dalam sebuah praktik Dhamma yang meski sudah dilaksanakan dengan pertimbangan yang sematang bahkan sejernih apa pun. Area abu-abu yang mana merupakan tanda bahwa hidup pasti takkan pernah sempurna, namun masing-masing dari diri kita masih memiliki kesempatan untuk mencapai kesempurnaan diri, yaitu pelepasan sempurna. Yang sayangnya tetap akan memiliki konsekuensi bagi berbuahnya karma pribadi itu suatu saat, termasuk bahkan untuk seorang Buddha yang sudah sempurna sekalipun.

Intinya, jangan tunggu ada kesempatan baik terlebih dahulu baru melakukan kebaikan (karena kesempatan yang tidak memiliki area abu-abu sama sekali itu takkan pernah kita dapatkan), karena waktu tak bisa menunggu sementara maut bisa menjemput kapan saja dan tidak harus menunggu tua. Jangan sampai menyesal saat harus menjalani proses kematian tidak memiliki bekal sama sekali di kehidupan selanjutnya, karena sibuk menunggu kesempatan “sempurna” dalam menanam kebajikan.

Energi seakan tak pernah habis saat pintu selanjutnya diisi oleh dua entrepreneur luar biasa, Guido Schwarze dan Alex Tan. Alex Tan yang berasal dari Malaysia sukses mengharu biru audiens dengan kisahnya yang sangat inspiratif yang meski disampaikan dengan sangat jenaka, namun faktanya kita memahami apa yang sesungguhnya sedang terjadi kepadanya. Usianya mungkin terkondisi tidak bisa terlalu panjang karena sakit degeneratif hormon yang dideritanya kebetulan belum menemukan pengobatan yang memadai setidaknya untuk kondisi sekarang. Degeneratif hormon itu merupakan efek samping dari operasi tumor otaknya yang meski sukses diangkat seluruh tumornya, ternyata berpengaruh pada sistem otaknya yang mengatur produksi hormon dalam tubuhnya. Namun ia memilih untuk tetap bersyukur, karena usianya yang pada awalnya tinggal beberapa bulan lagi kini “bertambah” menjadi beberapa tahun lagi. Menurut perkiraan dokter, umurnya hanya sekitar 4-5 tahun lagi. Tapi semangat dan motivasinya untuk menjalani hidup yang berharga sekaligus bermanfaat dengan gagah meski maut sudah menantinya, telah sukses membuat suasana begitu moving hingga membuat sebagian besar audiens tak tahan untuk tidak berderai air mata.

Terlebih saat momen ia menyampaikan bahwa ia tidak berani menjanjikan apa pun pada putrinya yang masih sangat kecil, karena kuatir tak bisa ia penuhi karena faktor kesehatannya yang sangat kurang mendukung, namun bersedia berjuang keras untuk bisa hadir pada pernikahan putrinya kelak. Setidaknya ia masih boleh berharap ada penemuan baru dalam dunia kedokteran yang bisa membantu penyembuhan penyakitnya. Baginya, berfokus pada harapan meski sekecil apa pun jauh lebih bermanfaat daripada berfokus pada prosentase kegagalan yang lebih besar sehingga kita memilih untuk berhenti dan menyerah. Seperti halnya Corneles Wowor pada sesi sebelumnya, Alex Tan mengingatkan pentingnya mengisi setiap detik kehidupan dengan tabungan spiritual, karena maut yang tak pernah tahu kapan datangnya. Menjadi cahaya sudah jelas jauh lebih berharga daripada sekadar menunggu cahaya.

Sementara Guido Schwarze mengetuk nurani dan kesadaran kita akan hakekat bahwa selalu menolong orang lain sama dengan menolong diri sendiri. Kepemimpinan, baik secara aspek duniawi maupun aspek spiritual adalah selalu tentang dua hal penting, yaitu contoh nyata yang selalu lebih bermanfaat daripada ribuan nasehat dan semangat membantu orang lain untuk sukses bersama.

Guido memberikan begitu banyak ilustrasi kisah nyata yang terjadi pada sekelilingnya betapa banyak keuntungan dan juga berkat sekaligus kebahagiaan dari mendorong kesuksesan orang lain. Jangan pernah takut orang yang kita tolong kemudian di atas kita sehingga kita seakan “kalah”, sebaliknya dengan menolong orang lain, justru kita kadang malah “dibantu angkat” oleh mereka yang kita bantu. Tidak perlu takut juga bila ternyata yang kita bantu justru merugikan, karena tidak ada yang pernah rugi dalam melakukan kebajikan, karena hukum alam universal yang tidak akan pernah menyimpang bahwa apa pun karma yang dilakukan pasti akan selalu kembali kepada pemilik/pembuatnya.

Menyalakan lilin bagi lilin orang lain tidak membuat cahaya kita berkurang, melainkan justru menambah terang lingkungan tersebut. Sedangkan bila kita hanya ingin sibuk untuk sukses sendiri, maka kita pasti akan kesepian di garis finish. Sebaliknya bila berprinsip bahwa sukses itu adalah milik bersama, maka kita pasti akan berkelimpahan sahabat di ujung cerita. Demikianlah sesi “cahaya” dari dua pengusaha yang value kegiatan bisnisnya kebetulan sudah sama-sama level internasional.

 

Kemudian langkah hati kita berlanjut pada Bhante Attadhiro, seorang bhikkhu muda yang cerdas dan giat menempuh pendidikan dengan kualitas yang istimewa. Ia bersanding bersama Herman Kwok, seorang entreprenuer di bidang industri digital. Bhante mengingatkan kita semua bahwa kesadaran dan kewaspadaan adalah kunci utama dari segala aspek dalam kita menjalani kehidupan yang fana/sementara ini. Bahkan untuk ranah kebajikan sekalipun. Bila tidak disertai kesadaran dan juga kewaspadaan, justru akan membawa kita menuju jurang kehancuran yang kita gali sendiri melalui kesombongan dan keangkuhan yang muncul bukan dari luar diri kita melainkan murni dari dalam kita sendiri.

Saat kita lengah juga sangat berbahaya, karena sifat kehidupan yang tak pernah pasti membuat kita bisa terjebak dalam kegelapan hidup. Bila tak mampu waspada bahwa kesulitan seberat dan seburuk apa pun pasti akan berlalu, sebab banyak orang baik bisa berubah jadi buruk saat ia tak mampu lagi menanggung beban kehidupan akibat dari ketidakmampuan menjaga kesadaran dan kewaspadaannya. Orang yang tak mampu menjaga kesadaran dan kewaspadaan sesungguhnya sudah mati, meski ia masih bernafas sekalipun, demikian Bhante Atthadhiro menutup sesinya.

Ada pun Herman Kwok mengingatkan manfaat komunikasi bukan hanya sebagai sarana bantu yang sangat efektif dalam membantu untuk menjangkau lebih banyak orang dalam menjalani kehidupan yang lebih baik melalui metode siar Dhamma. Lebih dari itu, banyak kehidupan yang begitu terpengaruh oleh kemampuan komunikasi yang baik, sebab banyak orang baik hidupnya sulit karena kekurangbaikan dalam berkomunikasi. Setiap orang pasti mampu berbicara selama tidak mengalami keterbatasan fisik di bidang itu, namun belum tentu semua orang mampu berkomunikasi dengan baik. Komunikasi yang baik adalah saat terjadi keselarasan antara ucapan, hati, pikiran dan tindakan nyata. Menjadi sesuatu standar yang mutlak yang kalau bisa wajib dicapai oleh kita, karena pasti akan sangat kurang nyaman saat menyampaikan kebajikan namun jalan kehidupan kita di keseharian malah justru bertolak belakang dengan apa yang disampaikan. Ketidakseimbangan semacam itu pasti tak kan pernah menemui kebahagiaan, baik bagi yang mendengarkan apalagi bagi yang menyampaikan. Bajik saja belum cukup, bila tak diimbangi dengan kemampuan komunikasi yang seimbang dengan hati baiknya itu.

Tanpa terasa keindahan seluruh rangkaian 10 pesan dan 10 inspirasi hari itu harus berakhir jua, yang pada kesempatan luar biasa itu ditutup dengan sangat-sangat indah oleh Bhante Atthapiyo dari Flores dan Ong Chye Chye dari Singapura. Perjalanan spiritual seorang Bhante Atthapiyo yang besar dan bertumbuh dalam keluarga dan juga lingkungan yang sama sekali berbeda dengan jalan spiritual yang sekarang dipilihnya memiliki banyak dinamika. Disampaikan dengan luar biasa sekaligus penuh nuansa jenaka, yang bukan hanya meledakkan tawa seisi ruangan namun sekaligus mengobrak-abrik pola pikir kita selama ini yang cenderung melekat pada label (religiusitas) dan bukan pada manfaat (spiritualitas). Inti dari perjalanan spiritualitas Bhante mungkin bisa dirangkum dalam esensi utama pesannya tentang “Pewaris Kebenaran vs Penembus Kebenaran”.

Pada kesempatan itu Bhante menyampaikan bahwa kita wajib berlatih untuk menjadi Penembus Kebenaran dan bukan Pewaris Kebenaran. Karena Penembus Kebenaran berfokus pada kebenaran itu sendiri, sehingga tak perlu merasa terganggu lagi saat ada yang mengusik labelnya, karena ia lebih melihat kebenarannya dan bukan apa labelnya. Penembus Kebenaran sendiri memang sudah tidak memperdulikan lagi apa labelnya, karena ia lebih sibuk menggunakan kebenaran sekaligus memperoleh manfaatnya dan bukan melekat pada labelnya. Pewaris Kebenaran yang hanya sibuk berfokus pada label, ia akan marah saat labelnya diusik, karena ia memang tak memperoleh manfaat apa pun dari kebenaran.

Pewaris Kebenaran diumpamakan seseorang yang memiliki mobil namun tak pernah menggunakannya dan hanya sibuk memamerkannya, sementara Penembus Kebenanaran lebih memilih untuk sibuk mempergunakan dengan tanpa mempedulikan orang lain melihat atau tidak apa kendaraan yang dipakainya tersebut. Bhante juga mengingatkan bahwa ciri khas Pewaris Kebenaran adalah meski berpengetahuan luas dan mendalam sekalipun tentang kebenaran, biasanya akan begitu keras memperjuangkan pemikirannya itu tanpa memiliki pemahaman bahwa setiap orang memiliki prosesnya sendiri, pengalaman hidupnya masing-masing, dan kebijaksanaan yang juga berbeda-beda. Sementara Penembus Kebenaran sudah mampu memahami semua proses yang harus dijalani itu sehingga mampu untuk bersikap lebih toleran alih-alih radikal juga fanatik sebagaimana para Pewaris Kebenaran. Bhante menutup dengan kenyataan bahwa seorang Penembus Kebenaran pastilah akan selalu berasal dari Pewaris Kebenaran terlebih dahulu, sementara para Pewaris Kebenaran belum tentu mampu “naik kelas” menjadi seorang Penembus Kebenaran.

Ong Chye Chye yang kebetulan merupakan salah satu eksekutif muda dengan posisi yang cukup tinggi dari sebuah bank berskala dunia dan sekaligus penggiat siar Dhamma via media digital, menyampaikan dengan lugas dan juga indah mengenai manfaat dan bantuan dunia maya dalam perkembangan metode siar Dhamma saat ini. Namun sebanyak apa pun nilai positif yang telah dicapai dan juga sangat membantu pertumbuhan dan perkembangan kegiatan penyebaran Dhamma saat ini, tetap wajib diwaspadai dengan adanya penyebaran hoax, pesan-pesan yang bukan berasal dari Buddha langsung namun diklaim sebagai pesan Sang Guru Agung. Berikut juga ujaran-ujaran kebencian yang kadang menggunakan medium Dhamma yang justru bukan hanya malah merusak keindahan Dhamma itu sendiri namun sekaligus mengganggu kedamaian dan menodai keberagaman, sementara kita hidup dalam dunia yang penuh perbedaan, mulai dari suku, ras, budaya, bangsa hingga ragam, jalan spiritual. Nikmati kemudahan akses Dhamma saat ini, namun jangan lupa untuk tetap waspada, karena tak semuanya yang ada adalah kebenaran. Menguji dan memeriksa dengan hati-hati dan juga bijaksana merupakan sebuah keharusan. Pada akhirnya kembali lagi pada hakekat utama bahwa Dhamma hadir bukan untuk kalangan atau golongan tertentu, apalagi sampai bersifat eksklusif, melainkan sebagai jalan pembebasan dari lingkaran samsara unuk kebahagiaan semua makhluk.

Maha anumodana untuk kesempatan dan juga sekaligus kepercayaan panitia bagi saya untuk menjadi host/moderator dari keseluruhan rangkaian 10 jam luar biasa yang takkan pernah terlupakan bersama 10 narasumber istimewa berskala dan berprestasi dunia. Sebuah kado Waisak yang lebih dari indah buat saya pribadi memperoleh berkah 10 pesan dan 10 inspirasi penuh pencerahan sekaligus dalam satu momen. Semoga rangkuman singkat dari seluruh 10 cahaya hari itu tidak berkurang keindahannya. Dengan penuh segala kerendahan hati, sekali lagi saya menyampaikan terima kasih banyak untuk segalanya. Semoga bermanfaat, dan semoga semua makhluk selalu berbahagia. Namaste.

*) Wedyanto Hanggoro, CHt., CPS® adalah moderator tunggal sesi seminar 10 pembicara Tribute to Buddha’s Legacy 2017. Seorang professional public speaker dan edukator/konseling. Tinggal di Tangerang

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *