• Thursday, 11 October 2012
  • Sutar Soemitro
  • 0

Phra Achan Phoosit Khantitharo, atau lebih akrab dipanggil Luang Pho Phoosit adalah bhikkhu kepala Tiger Temple, Kanchanaburi, Thailand utara.

Vihara yang bernama asli Wat Pa Luangta Bua Yannasampanno itu lebih dikenal sebagai Tiger Temple karena memelihara sejumlah harimau dan beberapa satwa lain di dalam komplek vihara. Tiger Temple sangat terkenal tidak hanya di Thailand, tapi juga ke berbagai penjuru dunia, dan menjadi salah satu tujuan wisata favorit jika ke Thailand.

Selama dua minggu, Luang Pho Phoosit berkunjung ke Indonesia untuk membabarkan Dharma, membimbing meditasi, dan tentu saja berbagi cerita bahagianya bersama harimau-harimau kesayangannya.

Sabtu, 6 Oktober 2012, Luang Pho mengajar meditasi di Vihara Dharma Suci, Pantai Indah Kapuk Jakarta yang dihadiri lebih dari 100 orang. Acara ini dikoordinir oleh Anggrek Dhamma Saraniya (ADS). Luang Pho ditemani oleh Bhikkhu Khemanando sebagai penerjemah. Selama seharian penuh Luang Pho membimbing meditasi dari pukul setengah sembilan pagi hingga pukul setengah delapan malam.

Luang Pho tidak mengajarkan metode khusus dalam meditasi kali ini. Ia hanya mengajarkan posisi duduk paling nyaman untuk bermeditasi, selanjutnya peserta melakukan sendiri meditasinya dengan obyek masing-masing. Terlihat banyak peserta yang memang merupakan praktisi meditasi. Ini bisa terlihat dari banyaknya wanita yang membawa scarf dan memakai pakaian yang longgar. Sepertinya mereka sudah terbiasa mengikuti sesi meditasi sehingga sangat well prepared.

“Perhatikan tubuh jasmani kita, biarkan si pengetahu mengetahui tentang kondisi kita saat ini,” Luang Pho berpesan. “Jika timbul rasa sakit di kaki, ‘potong’ kaki! Jika timbul rasa sakit di kepala, ‘potong’ kepala!” Maksudnya? Jika timbul rasa sakit, biarkan si pengetahu mengetahui adanya rasa sakit itu, tapi kemudian potong. Kita hanya mengetahui, tapi kemudian kita lepas. Tidak memperhatikan terus-menerus. Kembali lagi ke obyek meditasi yang kita pilih. “Tahu, mengetahui, dan memahami apa yang kita rasakan, itu yang paling penting,” tegas Luang Pho.

Sesi meditasi berlangsung beberapa kali yang kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab. Terlihat sekali kualitas Luang Pho sebagai meditator ulung yang sangat berpengalaman. Ia begitu lancar menjawab pertanyaan dan mudah dicerna, bahkan untuk pengalaman-pengalaman ganjil ketika bermeditasi.

Tiap sesi meditasi berlangsung tidak terlalu lama, sekitar 1 jam. Malah sesi tanya jawab lebih panjang. “Buddha tidak menyarankan berapa lama meditasi. Meditasi bukan untuk menghitung waktu, tapi untuk mengamati proses di dalam batin kita,” jelas Luang Pho. Ia mencontohkan, bagi dirinya yang seorang bhikkhu, mau meditasi tiga jam, satu hari, atau seminggu sekalipun tidak masalah. Tapi bagi perumah tangga yang bekerja atau punya anak, tentu saja tidak bisa seperti itu.

Lalu kapan waktu terbaik untuk meditasi dan di mana? “Kapan saja dan di mana saja,” jawab Luang Pho, “Yang terpenting kita siap melakukannya.” Luang Pho juga menyarankan agar kita jujur dalam melihat karakter (carita) kita masing-masing sehingga bisa memilih obyek meditasi sesuai karakter kita.

Tentang banyaknya metode meditasi yang berbeda-beda antara satu guru meditasi dengan guru meditasi yang lain, Luang Pho meminta kita untuk melihat ke dalam diri kita sendiri. “Banyak metode meditasi, entah yang berasal dari Thailand, Jepang, Taiwan, Myanmar, atau bahkan Indonesia itu semua membuktikan bahwa jalan Dhamma itu bermacam-macam,” kata Luang Pho. Bagaimana kita bisa tahu mana yang paling cocok buat kita? “Kembalilah lihat ke dalam diri sendiri, jika metode meditasi yang kita pilih itu mendatangkan kebahagiaan, itulah yang paling cocok. Kita sendiri yang merasakan dan menentukan, para guru hanya memberi jalan.”

20121010 Sehari Meditasi Bersama Kepala Tiger Temple Thailand_2

Ada seorang ibu bernama Metta yang menanyakan tentang pengalamannya bermeditasi. Ia bercerita sejak kecil sudah mengenal meditasi melalui pelajaran Agama Buddha di sekolah. Kemudian ia mempraktekkan meditasi dengan obyek keluar masuknya nafas (anapanasati) sampai akhirnya terobsesi dengan meditasi. Tiap hari ia bermeditasi, bahkan kalau malam bisa kuat hanya tidur setengah jam sampai dua jam, selebihnya ia bermeditasi.

Suatu ketika Metta mengidap suatu penyakit. Ia mendapati sebuah teknik meditasi untuk menghilangkan rasa sakit itu. Ia pun berinisiatif mempraktekkan teknik meditasi itu, ia menjadikan rasa sakitnya itu sebagai obyek meditasi. “Suatu ketika rasa sakit itu bener-benar memuncak, sakit luar biasa sampai akhirnya meledak. Tapi setelah itu rasa sakitnya justru berangsur-angsur hilang,” kenang Metta. Sejak saat itu ia makin terobsesi dengan meditasi.

Pencapaian meditasinya pun makin jauh. Pada suatu malam ketika meditasi, ia merasakan suatu sensasi luar biasa. Ia melihat cahaya terang memenuhi kamar dan melingkupi dirinya, perlahan tubuhnya terasa ringan dan melayang. Tapi tiba-tiba, bruk! Ia merasa menabrak plafon kamar, dan begitu membuka mata, ia sudah tergeletak di lantai. Keesokan harinya ia bertanya kepada orang yang lebih mahir dalam meditasi dan diberitahu jika meditasi tanpa pembimbing bisa bikin gila jika caranya salah. Metta menjadi ketakutan. Sejak saat itu ia secara drastis mengurangi jam meditasinya menjadi hanya setengah jam. “Saya menjadi tidak fokus bermeditasi karena terus menunggu weker berbunyi,” kata Metta.

Sebagai ibu rumah tangga dan memiliki anak, persoalan sehari-hari yang harus dihadapi makin banyak sehingga lama-lama ia tidak lagi bermeditasi. Baru belakangan ini ia mulai lagi bermeditasi, bahkan ia ikut retret meditasi vipassana. “Tapi saya tidak bisa lagi (mendapat pencapaian meditasi) seperti dulu. Apakah ada yang salah?” tanyanya pada Luang Pho.

“Anda terobsesi ingin seperti dulu, sehingga justru membuat Anda tidak tenang dalam bermeditasi. Belum duduk bermeditasi saja Anda sudah terobsesi, apalagi setelah duduk. Harus dilihat juga Anda sekarang sudah beda dengan dulu, sekarang sudah berumah tangga, sudah banyak beban hidup. Solusi terbaik adalah meditasi ya meditasi saja, jangan punya keinginan apapun,” jelas Luang Pho.

Lalu Luang Pho menceritakan kisah bagaimana Bhikkhu Ananda mencapai kesucian Arahat. Tak lama setelah Buddha wafat, akan diadakan konsili untuk mengumpulkan kembali ajaran Buddha. Diantara semua bhikkhu yang diundang ke pertemuan, hanya Bhikkhu Ananda yang belum mencapai Arahat. Maka malam sebelum pertemuan Bhikkhu Ananda bekerja keras meditasi agar bisa mencapai Arahat, tapi selalu gagal. Karena kelelahan, akhirnya ia putuskan untuk istirahat tidur sehingga ia (sejenak) melepaskan keinginannya menjadi Arahat. Pada saat ia merebahkan tubuhnya, saat itulah ia mencapai kesucian Arahat. Jadi, yang menghambat Bhikkhu Ananda mencapai kesucian adalah obsesinya untuk menjadi Arahat. Ketika ia melepas obsesi tersebut, ia justru bisa mencapai kesucian.

Pada bagian lain, ada seorang wanita yang memiliki pengalaman spiritual meditasi berkaitan dengan obyek nafas. Ia bertutur, selama ini selalu menjadikan keluar masuknya nafas sebagai obyek meditasi. Pencapaiannya sudah begitu jauh sehingga tiap kali meditasi, yang ia rasakan hanya tarikan nafasnya saja, tak ada yang lain. Tapi lantas ia menjadi kaget dan ketakutan, karena ia merasa nafasnya hilang! Ia menjadi kebingungan harus memakai obyek apalagi. Efek lebih jauhnya, jika sebelumnya ia merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam meditasi, tapi setelah kejadian itu ia menjadi tak mendapatkan apa pun.

Menjawab pertanyaan ini Luang Pho memberikan ilustrasi sebuah bangunan. Awalnya ada pasir, batu, air, dan lain-lain untuk mendirikan bangunan itu. Tapi begitu telah berdiri jadi sebuah bangunan dan kemudian dihancurkan, kita tidak akan lagi menemukan air, pasir, atau batu seperti awal.

“Jika kita telah melatih diri, pikiran kita tidak lagi sama seperti awal dan makin lama akan makin terasa halus, tak dapat dirasa, tak ada apa-apa. Itulah kenapa nafas yang semula jadi obyek meditasi lama-lama menjadi hilang. Meditasi awalnya menimbulkan kebahagiaan, tapi lama-kelamaan tak menimbulkan rasa apa pun.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *