• Thursday, 6 September 2018
  • Sunyaloka
  • 0

Geshe Tenzin Zopa berkenan menjelaskan tentang Candi Mendut, berikut penjelasannya yang kami rangkum dalam tulisan pendek; (Seperti yang dapat kita lihat di sini di dalam candi Mendut) Buddha Maitreya. Pada Buddha Maitreya, kita juga bisa melihat (tangan) mudranya. Kita juga bisa melihat Buddha Dhayani lainnya. Tapi satu hal dari tempat ini tuan rumahnya adalah Maitreya yang didampingi 2 arca.

Pusatnya adalah Maitreya. Sisi kanan Vajrapani berdasarkan gerak tangan, dan yang lagi memegang vajra tapi vajra sudah tidak ada. Kiri adalah Chenrezig, jadi tengah adalah Maitreya kiri adalah Chenrezig kanan adalah Vajrapani. Maitreya adalah Buddha cinta-kasih. Maitreya dianggap sebagai inti dari Buddha cinta-kasih.

Chenrezig dianggap sebagai inti dari semua 10 penjuru Buddha welas asih. Vajrapani dianggap sebagai inti dari semua 10 penjuru Buddha atau Bodhisattva yang memiliki kekuatan, kemampuan untuk melenyapkan rintangan. Jadi arca-arca ini berdasarkan sejarah, ada disini sebelum stupa utama candi Borobudur ada. Kemungkinan sekitar atau awal abad ke-6.

Maitreya Buddha hubungannya dengan Lama Atisha dan Mahayana

Arca di candi ini sangat penting, terutama bagi para praktisi penganut agama Buddha Mahayana. Tapi di daerah ini memang tidak ada daya tariknya bagi masyarakat, bahkan untuk pemandu wisata tidak tertarik mengajak orang kemari, mungkin karena tidak mengetahui pentingnya tempat ini dan juga di indonesia komunitas umat Buddhanya paling banyak adalah tradisi Theravada.

Jadi sekali lagi Buddha Maitreya yang ada hubungannya dengan Lama Serlingpa dan Lama Atisha, tidak begitu penting bagi para praktisi penganut Theravada.

Buddha Maitreya adalah salah satu Buddha terpenting. Sekaligus Buddha Maitreya, perwujudan Bodhisattva merupakan salah satu yang paling penting dari 8 para putra Buddha yang mengungkapkan “Lima Kesepakatan” filosofi utama yang ditujukan kepada Asanga.

Pengabdian kepada Guru oleh Asanga

Setelah Asanga bermeditasi tentang Maitreya selama 12 tahun. Ini juga merupakan salah satu kisah menakjubkan karena dengan mengetahuinya juga membantu kita untuk bertahan hidup di jalan pencerahan. Juga mengajarkan kita pada pengabdian terhadap guru kepada Buddha dan ajaran Buddha.

Tanpa perwujudan kesucian dan tanpa pengumpulan jasa kebaikan, walaupun kemaha-tahuan seorang Buddha ada dalam diri semua orang yang memiliki kemaha-tahuan yang ada dimana-mana, tetapi untuk memiliki komunikasi langsung, untuk memiliki penglihatan langsung tentang Buddha membutuhkan perwujudan kesucian yang sangat besar, pengumpulan jasa kebaikan yang sangat besar.

Sehingga penanaman Asanga dalam praktik agar mendapat penglihatan langsung Maitreya untuk menerima “Lima Kesepakatan” Utama Jangchup Tenga – terutama pada kesadaran pikiran, kesadaran menuju jalan mulia. Dia harus bermeditasi selama tiga tahun dalam meditasi sunyi, fokus pada satu konsentrasi saja.

Retret Asanga di awal tiga tahun

(Setelah 3 tahun) Asanga agak berkecil hati karena dia tidak dapat melihat dan tidak mampu memiliki penglihatan dari Maitreya, dan cenderung menyerah. Saat dia keluar dari pondok retretnya, dia menemui seekor merpati, seekor burung masuk dan keluar dari sebongkah kayu yang sangat sempit.

Baca juga: Candi Mendut, Simbol Perjumpaan Welas Asih

Hampir tidak ada jalannya, tapi lagi-lagi masih ada ruang yang dapat dilalui sayap untuk masuk dan keluar, tapi itu baru saja terjadi karena burung tersebut berusaha untuk melewatinya dan keluar begitu lama sampai mengukir batu itu, maka Asanga sangat terinspirasi jika burung dengan bulu sayapnya yang rapuh dan dengan begitu bisa memotong batu.

Usaha saya untuk memiliki penglihatan langsung Guru Maitreya dan berusaha selama tiga tahun bukanlah ada bandingannya. Oleh karena itu, semua itu benar-benar ketekunan, jadi saya harus kembali ke pondok retret.

Retret Asanga dengan cerita berkesinambungan yang menakjubkan 

Asanga terus menjalani tiga tahun lagi. Dan dia tidak dapat memiliki visi langsung Maitreya, lalu ketika dia keluar, terlihat ada yang menetes melalui batu. Ada tetesan konsisten sangat kecil di atas batu, sama seperti di sini. Lalu batu itu menembus lubang yang sangat dalam. Karena konsistensi tetesan ini walaupun airnya cair bisa tertancap melalui batuan padat seperti itu, jika memungkinkan dilakukan dengan usaha yang terus menerus, sikap yang terus menerus.

Jika saya bisa melanjutkan retret saya secara terus menerus, saya pikir akan ada kesempatan bagi saya untuk memiliki visi langsung Maitreya, jadi sekali lagi dia kembali ke pondok retret dan terus selama 3 tahun lagi, sehingga sekali lagi dia melihat seseorang membuat jarum dari batang logam, berkelok-kelok naik turun sehingga bisa membuat jarum yang bagus. Saya yakin saya harus memiliki visi Maitreya dan bisa menerima ajarannya, jadi sekali lagi dia kembali ke gubuknya.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *