Foto: Ana Surahman
Parakan, Temanggung – Bhante Sri Pannavaro Mahathera memberikan penjelasan mengenai Arya Dhana atau kekayaan mulia dalam Dhamma class yang diadakan di Vihara Dwipaloka, Parakan, Temanggung, Sabtu (14/9/2024). Acara yang berlangsung dari pukul 18.30 hingga 20.00 WIB tersebut dihadiri oleh sekitar 60 umat dari Temanggung dan Wonosobo.
Kegiatan ini merupakan agenda rutin vihara dan kali ini mengangkat tema yang mendalam tentang harta sejati dalam perspektif Buddhis.
Bhante Sri Pannavaro memulai pemaparannya dengan sebuah pertanyaan reflektif, “Bagaimana seseorang bisa mengenal Dhamma?” Pertanyaan ini menjadi pintu masuk untuk menjelaskan Arya Dhana yang pertama, yaitu Saddha (keyakinan) kepada Tiratana.
“Ada seorang dari eropa, sama sekali tidak mengerti dan mengenal ajaran Buddha, tour ke Sri Lanka, kemudian melihat rupang Buddha cukup besar, dan mata rupang Buddha terbuat dari batu rubi warnanya hijau kebiru-biruan. Hanya dengan melihat itu, timbul antusias, senang sekali, adem sekali. Lalu dia mulai mencari apa sebetulnya ajaran agama Buddha, sampai mantap menjadi Buddhis,” bhante bercerita.
Berlanjut ke cerita-cerita yang lain yang megisahkan pintu masuk mengenal Dhama, mulai dari kesan akan keramahan umat ketika berkunjung ke vihara, kesan akan ceramah bhikkhu di media sosial, rasa keingintahuan tentang agama Buddha, hingga orang yang awalnya ingin mendebat ajaran Buddha tetapi justru berakhir dengan menjadi Buddhis. Beragam kesan baik yang diterima seseorang menimbulkan keinginan untuk belajar lebih mendalam tentang agama Buddha dan akhirnya mempunyai keyakinan dalam Buddha Dhamma.
“Dalam bahasa pali disebut Bahusacca atau Bahusutta, banyak mendengar, banyak belajar. Dari banyak mendengar, belajar, timbullah saddha atau keyakinan dengan agama Buddha,” lanjut bhante. Bahusacca merupakan Arya Dhana yang kedua.
Menegaskan penjelasannya, bhante menceritakan kisah yang terjadi di jaman Sang Buddha, yaitu seorang bernama Upali dikirim oleh gurunya untuk mendebat kepada Sang Buddha, di akhir percakapan itu Upali merasa Sang Buddha benar dan dia berkeinginan menjadi murid Sang Buddha. Yang menarik, Sang Buddha tidak serta-merta menerima Upali sebagai murid, dan menyuruh Upali untuk berpikir lebih dalam terlebih dahulu.
“Tapi karena dia sudah mantap, Sang Buddha menerima dengan syarat yaitu meskipun menjadi murid Buddha tetapi tetap harus memberikan daksina atau sokongan kepada guru sebelumnya. Hal ini karena guru-guru yang lain tersebut hidupnya juga disokong oleh umatnya, seperti halnya para bhikkhu,” jelasnya.
Mengutip pendapat seorang pemikir besar Buddhis, Asanga, bhante menerangkan bahwa saddha dalam agama Buddha mengandung tiga unsur. Pertama yaitu mengerti siapa yang di yakini dan ajarannya bagaimana, unsur ingin mendekatkan diri kepada yang diyakini yaitu Triratna, dan ketiga dimana keyakinan harus mendorog seseorang untuk menjalankan apa yang diyakini.
“Jadi saddha dalam agama Buddha itu 3M (Mengerti, menerima, dan menjalankan). Ini sebetulnya prinsip ilmu pendidikan modern, ingin mengerti itu kognitif, ingin mendekatkan diri itu afektif, kemudian ingin melakukan itu psikomotorik.”

Lebih jauh bhante menjelaskan bahwa praktek awal dalam agama Buddha itu mengendalikan diri, menjalankan sila, tidak berbuat buruk atau jahat, yang merupakan Arya Dhana ketiga. Untuk bisa mengendalikan diri seseorang harus mempunyai Hiri (rasa malu berbuat buruk atau jahat) dan Ottapa (takut akan akibat perbuatan buruk atau jahat).
“Kalau ndak punya rasa risi akan perbuatan buruk ya lanjut terus berbuat buruk. Nah Hiri dan Ottapa juga termasuk Arya Dhana, bisa dimulai dari hal kecil seperti taat waktu, membuang sampah pada tempatnya, mematikan air atau listrik yang tidak berguna. Karena kalau anda tidak risi berbuat buruk akibatnya berantai, paticcasamuppada, saling sambung menyambung. Contoh ketika di trafigh light, ada orang yang sembrono, tidak mentaati rambu-rambu, terjadi kecelakaan, lalu lintas bisa terganggu dan menyebabkan kemacetan panjang, banyak yang terpengaruh, yang mau sekolah, mau ke kantor, ada yang istrinya sedang mau ke rumah sakit jadi terlantarkan. Jadi, hati-hatilah, jangan sembrono.”
Bhante mendorong dan sangat menekankan agar umat Buddha secara konsisten dalam menjaga sila, melakukan hal baik dan bermanfaat tidak terperngaruh keadaan, ada orang atau tidak ada tetap melakukan. Menurut bhante, konsistensi menjadikan seseorang punya integritas dan akhirnya menjadi karakter orang tersebut.
Berdasarkan penjelasan bhante, di dalam Buddhis ada dua sila yaitu pakati sila dan pannati sila. Pakati sila adalah sila alami seperti tidak membunuh, tidak mencuri, setia pada pasangan, tidak berbohong, tidak mabuk-mabukan, dimana hal ini juga diajarkan di semua agama meskipun tidak dinamakan sila. “Bahkan orang tua yang tidak mengerti agamanya apa juga sudah mengajarkan jangan membunuh, tidak mencuri, jangan bohong dan lainnya, dan ini berguna terus sejak dulu sampai kapan pun.”
Sementara pannati sila adalah aturan yang dibuat oleh manusia atas kesepakatan bersama untuk tujuan ketertiban, keharmonisan, kerukunan, seperti trafigh light, termasuk vinaya-vinaya yang dijalankan para bhikkhu ini juga pannati sila atau Buddha Pannati karena dibuat oleh Sang Buddha. “Tentunya Sang Buddha mempunyai alasan terntentu membat aturan ini seperti kenapa bhikkhu harus gundul, jubah yang terbuka sebelah kiri bukan sebelah kanan, itu Buddha Pannati, aturan yang dibuat oleh Sang Buddha. Seperti juga aturan-aturan di sekolah.“
Arya Dhana selanjutnya atau yang keenam adalah Caga, yaitu sikap mental untuk melepas, tidak sekedar memberi materi atau pertolongan. Pemberian terkadang juga disertai dengan harapan dan tujuan tujuan tertentu, tapi Caga adalah sikap mental untuk melepas apa yang dianggap miliknya apakah itu memberikan uang, pakaian, atau pertolongan, tidak disertai pemikiran mendapatkan timbal balik.
Yang ketujuh adalah Panna atau kebijaksanaan, secara umum diterjemahkan kearifan. Penjelasan yang sering terdengar tentang cara seseorang memperoleh kebijaksanaan atau wasasan jernih bisa dari belajar, mendengar, banyak membaca. Kemudian cintamaya panna yaitu dengan menggunakan akal pikiran atau nalar untuk bisa mendapatkan kebijaksanaan. Tetapi kebijaksanaan juga bisa didapatkan dengan cara bhavanamaya panna, meditasi.
“Bermeditasilah karena dengan bermeditasi akan membersihkan kotoran batin atau kilesa. Dan dengan bersihnya batin kita dari kilesa anda akan melihat segala sesuatu sebagaimana apa adanya, yaitu bahwa sagala seuatu di alam semesta ini tidak ada yang kekal termasuk kita sendiiri tidak kekal, bahkan sampai kedalaman diri yang sangat halus pun tidak kekal, di dunia ini tidak ada inti yang abadi, semua berubah.”
“Lalu apa gunanya mengerti semua ini, gunanya sangat besar ketika anda menghadapi perubahan, tidak tersiksa. Misalnya tiba-tiba terjadi gempa besar, mungkin vihara sebagus ini pun bisa hancur, anda bisa sedih, menangis-nangis, karena anda tidak mengerti atau tidak mempunyai panna,” tegas bhante.
“Dan harus diingat tujuan berbuat baik untuk tujuan membersihkan kotoran batin kita, kalau ternyata bisa berdampak atau berguna untuk orang lain ya syukur,” pungkasnya.












































































































































































































