• Wednesday, 3 June 2020
  • Deny Hermawan
  • 0

Tradisi Buddhis Theravada umumnya menyatakan bahwa kelahiran kembali terjadi langsung setelah kematian. Sementara tradisi Buddhis yang lain seperti Tantrayana menyatakan ada tahap atau jarak sampai 49 hari antara kematian dan kelahiran selanjutnya, yang disebut bardo. Mana yang harus diyakini? Apakah harus menunggu mati untuk tahu jawabannya?

Penelusuran teks Buddhis bisa menjadi solusi untuk memecahkan kebingungan ini. Karena, percaya tidak percaya, di dalam teks Pali milik aliran Theravada, sebenarnya ada indikasi tentang keberadaan bardo.

Hal ini diketahui penulis beberapa tahun lalu, saat menyimak penjelasan Ajahn Sujato yang menjadi salah satu pembicara talkshow di Buddhist Festival Surabaya 2013. Waktu itu, temanya adalah “The Three Yanas: The Culture and Tradition Within Buddhist Path”.

Seperti diketahui, memang beberapa aliran Buddhis selain Theravada menyatakan bahwa setelah kematian, kesadaran ditunda untuk suatu periode sebelum kelahiran kembali terjadi. Interval ini disebut keadaan di antara (antarabhava).

Ada beberapa teori yang berbeda tentang berapa lama interval ini berlangsung. Beberapa mengatakan tujuh hari, yang lain mengatakan 14 dan yang lain menyabut 49 hari.

Namun Abhidhamma dari tradisi Theravada menyatakan bahwa kelahiran kembali selalu langsung tanpa kondisi peralihan. Meskipun tidak ada indikasi dari mana Sutta-sutta yang secara langsung merujuk kelahiran kembali segera dalam semua kasus.

Ini hanya ditekankan dalam Abhidhamma, yang meskipun merupakan bagian dari Kanon Pali, dan merupakan diskursus yang disusun belakangan, tidak bersamaan dengan sutta dan vinaya.

Walaupun umumnya Buddhisme Theravada menyangkal realitas keadaan antarabhava atau bardo, Ajahn Sujato waktu itu menjelaskan bahwa sebenarnya beberapa sutta dalam Kanon Pali mengindikasikan bahwa ada selang waktu antara kematian dan kelahiran kembali.

Tidak seketika. Ia juga menjelaskan memang tidak ada penyebutan istilah antarabhava di teks Pali. Namun ada istilah lain yang mendekati, yakni antaraparinibbayi.

Berdasarkan penelusuran penulis, rupanya disebutkan di Kanon Pali bahwa Sang Buddha memang perrnah berbicara tentang situasi “ketika seseorang telah meletakkan tubuh (yaitu meninggal) tetapi belum dilahirkan kembali” (S.IV, 400).

Pada beberapa kesempatan lain Buddha mengatakan bahwa bagi seseorang yang telah mencapai Nibbana ia “tidak di sini, tidak di sana, tidak ada di antara” (S.IV, 73), merujuk pada kehidupan ini, kehidupan berikutnya, dan keadaan di antara keduanya.

Tataghata bahkan mengatakan bahwa dalam keadaan tertentu seseorang mungkin mencapai Nibbana ketika berada di kondisi di antaranya. Beliau menyebut individu yang mencapai ini “tipe Nibbana di antara” (antaraparinibbayi, S.V, 69).

Ada beberapa Sutta lain yang menyatakan bahwa mungkin ada kondisi peralihan ini. Salah satu indikasi terkuat dari hal ini adalah Karaniya Metta Sutta yang berbicara tentang memancarkan cinta kasih kepada “bhuutaa vaa sambhavesii vaa” – “untuk makhluk yang telah menjadi dan yang akan menjadi.”

Dalam tradisi Buddhis Mahayana, khususnya Tiongkok, dikenal tradisi mendoakan arwah / pelimpahan jasa hingga 49 hari. Keluarga biasanya melakukan pelafalan nama Buddha Amitabha dan melimpahkannya pada mendiang.

Sementara alam Buddhisme Vajrayana Tibet, keadaan di antara disebut bardo. Sebagian orang Tibet percaya bahwa membacakan instruksi dari teks berjudul Pembebasan Melalui Pendengaran di Alam Antara (Bardo Thodol) kepada orang yang baru saja meninggal, dapat membantunya memperoleh kelahiran kembali dalam situasi yang lebih baik.

Teks ini dikenal di Barat sebagai The Tibetan Book of the Dead. Teks ini berisi instruksi bagi seseorang sesudah mati untuk menghadapi bardo yang digambarkan menyeramkan, bahkan untuk bisa memperoleh pencerahan di kondisi itu.

Sebenarnya menjadi Buddhis tidak masalah mau percaya yang mana. Tidaklah perlu terlalu diperdebatkan. Yang jelas semua sepakat bahwa kehidupan itu tidak pasti, yang pasti adalah kematian. Setelah itu kelahiran kembali terjadi, dan karma tetap berjalan (bagi yang belum tuntas)..

Deny Hermawan

Editor BuddhaZine, penyuka musik, film,
dan spiritualitas tanpa batas.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *