• Saturday, 13 March 2021
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Di masa kehidupan terakhirnya, ketika Buddha Gotama telah muncul di dunia ini, Kaccana terlahir sebagai putra dari seorang pendeta kerajaan (purohita) di kota Ujjeni, ibu kota Avanti, barat daya dari Kerajaan Tengah.

Ayahnya bernama Tiritivaccha, ibunya bernama Candima, dan mereka bermarga Kaccayana, salah satu marga tertua dan paling dihormati dalam silsilah brahmana. Oleh karena dia terlahir dengan kulit berwarna emas di sekujur tubuhnya, orang tuanya berkata bahwa dia telah membawa namanya sejak lahir di dunia ini, dan mereka menamakannya “Kañcana,” yang berarti “emas”.

Sebagai seorang brahmana dan putra dari pendeta kerajaan, Kañcana tumbuh besar dengan mempelajari Tiga Veda, naskah-naskah kuno suci bagi para brahmana, dan setelah ayahnya meninggal dunia, dia menggantikan posisi ayahnya sebagai pendeta kerajaan.

Raja Avanti pada saat Kaccana menjabat sebagai pendeta adalah Candappajjota, atau Pajjota Yang Keji. Dia memeroleh julukan ini karena tabiatnya yang bertemperamen kasar dan sering meledak-ledak. Ketika Raja Candappajjota mendengar bahwa sang Buddha telah muncul di dunia ini, dia mengumpulkan para menterinya dan bertanya siapakah di antara mereka yang layak pergi dan mengundang Buddha untuk mengunjungi Ujjeni.

Para menteri sepakat bahwa satu-satunya orang yang layak mengundang sang Buddha untuk mengunjungi Avanti hanyalah pendeta Kaccana. Oleh karena itu, raja kemudian memerintahkan Kaccana pergi guna mengemban misi tersebut, tetapi Kaccana membuat sebuah persyaratan yang harus dipenuhi oleh sang raja, yakni dia akan pergi hanya jika dia diizinkan untuk menjadi seorang bhikkhu setelah bertemu dengan sang Bhagava.

Sang Raja, yang telah siap dengan persyaratan apapun demi bertemu dengan Tathagata, memberikan persetujuannya. Kaccana pergi ditemani oleh tujuh punggawa kerajaan lainnya.

Pertemuan dengan Guru Agung

Saat mereka bertemu dengan Guru Agung, beliau mengajarkan mereka Dhamma, dan pada akhir khotbah tersebut, Kaccana bersama dengan tujuh rekan yang menyertainya semua mencapai tingkat kesucian Arahat bersamaan dengan empat pengetahuan analitis (patisambhida-ñana).

Sang Buddha kemudian dengan sederhana memberikan penahbisan bagi mereka ke dalam Sangha dengan kata-kata, “Kemarilah, para bhikkhu.”
Sang bhikkhu baru, sekarang bernama Yang Mulia Maha Kaccana, kemudian mulai memuji keindahan Ujjeni kepada Buddha.

Guru Agung menyadari bahwa sang murid baru menginginkan dirinya untuk pergi mengunjungi tanah asalnya, tetapi sang Buddha menjawab bahwa sudah cukup bila Kaccana pergi sendiri ke sana, mengingat dia sudah mampu mengajarkan Dhamma dan menumbuhkan keyakinan di dalam diri Raja Candappajjota.

Dalam perjalanan pulang ke kota asal mereka, kelompok bhikkhu tersebut tiba di sebuah kota bernama Telapanali, tempat dimana mereka berhenti untuk mengumpulkan dana makanan.

Di kota tersebut hiduplah dua orang gadis, anak perempuan dari keluarga saudagar yang berbeda. Salah satu gadis tersebut memiliki paras yang cantik dengan rambut panjang yang indah, tetapi kedua orang tuanya sudah tiada dan dia hidup dalam kemiskinan bersama dengan pengasuhnya.

Gadis lainnya hidup kaya raya tetapi karena suatu penyakit, dia kehilangan rambutnya. Berulang kali dia mencoba membujuk si gadis miskin untuk menjual rambutnya sehingga dia bisa membuat sebuah rambut palsu, tetapi si gadis miskin terus menolak.

Sekarang, ketika si gadis miskin melihat Yang Mulia Maha Kaccana dan para bhikkhu pengikutnya sedang berkeliling mengumpulkan dana makanan, dengan mangkuk-mangkuk yang kosong seolah-olah baru saja dicuci dan dibersihkan, dia tiba-tiba merasakan munculnya dorongan keyakinan dan rasa bakti yang mendalam terhadap para sesepuh itu, dan ia memutuskan untuk memberikan persembahan dana makanan bagi kelompok bhikkhu tersebut.

Akan tetapi karena dia tidak memiliki harta apapun, satu-satunya cara dia dapat memeroleh uang untuk membeli persembahan adalah dengan menjual rambutnya kepada si gadis yang kaya raya. Kali ini, karena rambut yang dihantarkan kepada si gadis kaya sudah dalam keadaan dipotong sebelumnya, dia hanya membayar delapan koin.

Dengan delapan koin ini si gadis miskin mempersiapkan dana makanan bagi kedelapan bhikkhu, menggunakan satu koin untuk setiap porsi. Setelah dia mempersembahkan dananya, sebagai buah langsung dari perbuatan baiknya, rambutnya tumbuh kembali sepanjang dan seindah sedia kala.

Ketika Yang Mulia Maha Kaccana tiba kembali di Ujjeni, dia melaporkan kejadian ini kepada Raja Candappajjota. Sang Raja kemudian mengundang gadis miskin tersebut ke istananya dan setelah pandangan pertama memutuskan untuk menjadikannya sebagai permaisurinya. Semenjak saat itu, raja menaruh rasa hormat yang mendalam pada Maha Kaccana.

Banyak orang di Ujjeni yang mendengarkan khotbah sesepuh Kaccana kemudian memeroleh keyakinan terhadap Dhamma dan memohon untuk menjadi bhikkhu di bawah bimbingan beliau. Demikianlah seluruh kota, berubah menjadi “kibaran jubah kuning dari para pendeta suci yang hilir mudik”. Ratu yang memiliki rasa bakti mendalam kepada sesepuh Maha Kaccana, membangun sebuah kediaman di Taman Hutan Emas untuk beliau.

**dikutip dari Riwayat Hidup Maha Kaccana, Insight Vidyasena Production.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *