• Sunday, 13 June 2021
  • Sasanasena Hansen
  • 0

Tidak ada jalan menuju pencerahan yang mudah. Kita dapat melihatnya dari perjalanan hidup Siddharta Gotama. Kisah hidupnya mengajari betapa jalan menuju pencerahan sangat berliku dan membutuhkan usaha besar. Tidak hanya sekadar tekad saja. Bahkan jauh sebelum kelahiran terakhirnya, Beliau telah memupuk banyak jasa kebajikan demi menopang keberhasilan untuk mencapai Nibbana.

Sejak zaman dulu hingga sekarang manusia dibentuk dari kehidupan sosialnya. Sayangnya, nilai-nilai kehidupan sosial belum tentu menopang kehidupan spiritual – apalagi untuk mencapai pencerahan. Faktanya, tak jarang orangtua yang menentang anaknya untuk menjalani kehidupan suci sebagai seorang petapa.

Dari kecil kita dididik untuk menjadi ‘normal’, untuk dapat mengikuti norma dan kebiasaan yang ada. Oleh karena itu, orangtua selalu berusaha memproyeksikan apa yang mereka inginkan atau impikan kepada anak-anaknya. Ini menguras segala upaya, baik fisik maupun emosi, tidak hanya bagi orangtua tapi juga bagi anak-anaknya.

Tentu saja bukan orangtua yang dapat disalahkan. Mereka juga terbentuk oleh kehidupan bermasyarakat sebagaimana anak-anaknya dibesarkan. Nilai-nilai masyarakat kita banyak menekankan aspek kesuksesan, ketenaran, kekayaan, dan lain-lain yang menjadi tolok ukur bagi pencapaian seseorang.

Maka tak dipungkiri semua ini telah menjadi beban bagi kita semua. Banyak cara yang dilakukan untuk meringankan beban ini. Orang bisa saja menghindari masalah hidup, mencari waktu jeda dari beban yang ada, mencari kesibukan lain, atau berusaha hidup berdampingan dengan masalah yang ada. Bagi yang tidak bisa mengatasinya, gangguan mental bisa saja terjadi.

Cara
Salah satu cara terbaik yang diajarkan oleh Buddha adalah meditasi. Bahkan menurut ajaran Buddha, meditasi vipassana merupakan satu-satunya cara mencapai pencerahan. Pada kenyataannya, meditasi telah ada sebelum Buddha Gotama dan memiliki ragam bentuk dan teknik.

Berbagai ragam meditasi ini berguna bagi seseorang dalam banyak tahap kehidupannya: mengurangi stress dari beban hidup sehari-hari, mengatur emosi, mengurangi kemarahan, membantu rileks, dan lain sebagainya. Telah banyak studi ilmiah dilakukan yang membuktikan hal ini.

Namun siapa sangka bahwa hanya dengan duduk diam, mengamati napas dan melihat fenomena timbul tenggelamnya sesuatu dapat membantu jalan menuju pencerahan sejati. Ini merupakan meditasi yang tidak sekedar merelaksasi, tapi melatih kesadaran murni. Sebagaimana terlihat pada banyak cerita buddhis, hanya mereka dengan mental kuat dan sehat, yang tekun berlatih, yang pada akhirnya berhasil mencapai Nibbana.

Ambil kehidupan Buddha Gotama sebagai contoh. Beliau terlahir sebagai seorang pangeran dengan kekayaan dan kesuksesan luar biasa. Namun untuk mencapai pencerahan, beliau harus rela melepaskan segala bentuk kesuksesan duniawi. Mengapa? Karena beliau mengetahui bahwa ketergantungan pada material itu semua merupakan pemicu penderitaan.

Maka beliau dan juga banyak muridnya kemudian memilih menjalani kehidupan suci sebagai seorang petapa. Apakah mereka-mereka yang menjalani kehidupan selibat senang dengan itu? Tidak tahu, tapi yang jelas ini adalah cara untuk menghindari pemicu penderitaan tersebut.

Lantas apakah mereka langsung mencapai pencerahan? Tidak juga. Pada kenyataannya, mereka membutuhkan bertahun-tahun praktik dan latihan meditasi. Ini adalah langkah penting bagi mereka untuk mengatasi penderitaan. Jadi, untuk mencapai pencerahan dibutuhkan banyak latihan dan praktik meditasi. 

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *