• Friday, 6 July 2018
  • Hartini
  • 0

Gerakan meditasi di Amerika  sendiri, merupakan sebuah model dari pendistribusian ulang kekuasaan keagamaan.  Mengadopsi meditasi dan membuatnya dapat diakses secara universal didasarkan pada asumsi kesetaraan manusia secara universal – bahwa semua umat manusia diberkahi dengan kapasitas untuk tercerahkan, bahwa setiap dari kita dapat menemukan kesadaran kita dengan cara yang sama sebagaimana Buddha sendiri.

Kita bisa duduk dengan posisi yang sama seperti Buddha. Kita mampu melaksanakan pelatihan yang dijalankan Buddha. Kita dapat melihat apa yang disaksikan Buddha. Karena kita semua, dalam diri kita memiliki kebaikan yang terkandung dalam pribadi kita, setiap dan masing-masing dari kita memiliki kapasitas untuk mengalami dan menyadari kekuatan jati diri sejati yang sama.

Bagaimanapun, beberapa orang bertanya, apakah meditasi saja sudah memadai. Tidak, tidak cukup. Tidak, satu hal saja tidak pernah mencukupi. Tetapi itu merupakan awal yang sangat penting. Kita harus serius menyikapi, bagaimana kesenjangan sosial bisa terus melanggengkan diri. Itu bukan sesuatu yang terjadi hanya di bagian luar saja, sesuatu yang diciptakan oleh pihak lain yang tidak baik.

Baca juga: Rahasia Tak Terpikirkan

Hal ini juga tidak hanya dibangun dan dipertahankan oleh fanatisme semata. Alasan mengapa rasisme dan gender menjadi sangat luas menyebar dan menyeluruh, adalah karena kita membawa naskahnya dalam diri kita, dalam pikiran kita sendiri. Kita adalah makhluk yang sangat terpola oleh kebiasaan dan kita tidak memiliki kecenderungan untuk menguji asumsi-asumsi kita atau mempertanyakan pemikiran kita sendiri.

Saat perasaan menguasai kita, atau pemikiran yang sama muncul kembali, terlalu sering kita bertindak selaku penganut yang percaya secara membuta. Jika kita berkehendak untuk mencabut akar rasisme, gender, serta semua bentuk-bentuk lain dari fanatisme, maka kita harus mulai dengan mengembangkan dalam pemikiran kita, kebebasan dan kemandirian untuk bertindak dan memutuskan.

Meditasi menyediakan sarana bagi kita untuk melatih kedamaian. Adalah mudah untuk terperangkap dalam ujaran kebencian dengan keberpihakan yang berat sebelah. Reaksi kita terhadap kesenjangan sosial dapat memicu kecenderungan kita terhadap sikap agresif.

Tetapi kebencian yang agresif akan menghasilkan bentuk kekuasaan yang cacat – sebuah bentuk pinjaman yang tergantung pada penundukan dan eksploitasi pihak lain agar dapat terus berlangsung.

Kekuatan intrinsik yang kita ungkap dalam meditasi sungguh berbeda; ia merupakan kekuatan yang tak seorang pun dapat memberikannya pada kita, juga tak seorang pun dapat mengambilnya dari kita, kekuatan dari bangkitnya jati diri hakiki. Lebih banyak kita tersadarkan tentang kebaikan alamiah kita, maka kita makin tidak mudah dimanfaatkan.

Semakin terbangunkan kebijaksanaan alamiah kita, semakin sedikit keraguan kita ketika mengambil tindakan nyata dan mengangkat suara. Ada sesuatu yang sangat sakral dan agung bermartabat dalam diri kita. Kita hanya harus menghadapi diri sendiri untuk menemukannya. (Lionsroar.com)

 

Naskah ditulis oleh Pema Khandro Rinpoche

Pema Khandro Rinpoche ditengarai sebagai tulku dalam silsilah Nyingma dan Kagyu.  Beliau merupakan pendiri Ngakpa International serta Maha Siddha Center di Berkeley, California.

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *