• Thursday, 13 September 2018
  • Hartini
  • 0

Kalachakra, yang akan diuraikan di bawah, termasuk dalam kelas Anuttara Yoga Tantra.

Keseluruhan arti dari subjek yang terkait Kalachakra Tantra tercakup dalam tiga Kalachakra atau Roda Waktu: Roda Waktu bagian luar, Roda Waktu bagian dalam, serta Roda Waktu yang lain. Roda Waktu bagian luar merupakan dunia di luar lingkungan sekitar, dan juga disebut “pergerakan maju dari hari-hari (kalender) Masehi dan chandrasengkala eksternal.”

Roda Waktu bagian dalam adalah tubuh manusiawi, yaitu suatu Jambudvipa internal, atau permukaan bumi. Dengan demikian, saluran-saluran internal, unsur-unsur, serta pergerakan dari angin digolongkan sebagai Roda Waktu bagian dalam. Roda Waktu yang lain adalah inisiasi dan jalan dari Shri Kalachakra, bersama dengan hasil-hasil mereka. Ini merupakan”yang lain” selain kedua Roda Waktu yang terdahulu.

Dengan inisiasi, Guru menuai keseluruhan yang berkesinambungan dari lahir batin siswa, dan sang siswa bermeditasi terhadap Jalan, yang terdiri atas proses menghasilkan dan proses penyempurnaan. Dalam cara ini sang yogi mengaktualisasikan Tubuh Buddha yang merupakan gambaran ilahiah dari kesunyataan. Inilah Roda Waktu yang lain.

Ajaran Buddha tentang Kalachakra Tantra dibabarkan dalam Paramadibuddha, Kalachakra, Tantra Dasar.

”Saat Guru memperagakan Dharma di Puncak Burung Nazar (Bukit Gijjhakuta/Grdhrakuta) berdasarkan sistem Penyempurnaan Kebijaksanaan (Prajna Paramita), Beliau juga mengajarkan sistem Mantra di Shri Dhanyakataka. Apa yang diajarkan Guru, tantra apa, kapan dan di manakah Beliau berdiam? Apakah nama tempatnya, siapakah pengikut duniawinya, serta apakah tujuannya?”

“Beliau mengajarkan Mahayana yang tertinggi, sistem Penyempurnaan Kebijaksanaan (Prajna Paramita), pada para Bodhisattva di Gunung Grdhrakuta. Kemudian pada saat yang bersamaan Tathagata berdiam bersama para Bodhisattva dan yang lain-lainnya dalam stupa agung, dalam mandala pada ranah fenomena. Beliau berdiam dalam kediaman Vajra universal, dalam ruang, immaterial dan sangat jernih, tidak terbagi-bagi dan gemilang. Beliau mengajarkan tantra dalam tataran fenomena yang indah, demi kemaslahatan pahala kebajikan serta wawasan kebijaksanaan bagi umat manusia.”

Tantra Dasar juga menyatakan, “Kemudian perwujudan Vajrapani, Raja Suchandra dari Shambhala yang termasyhur, secara ajaib masuk ke dalam ruang lingkup fenomena yang gemilang kemilau. Mula-mula sang raja mengitar ke kanan searah jarum jam (berpradaksina), selanjutnya ia memuliakan kaki teratai Guru dengan bunga-bungaan yang terbuat dari beragam permata. Merangkapkan kedua tangannya (beranjali), Suchandra duduk di hadapan Buddha sempurna (Samma Sambuddha). Suchandra memohon tantra pada Buddha, agar Buddha menyusun kalimat-kalimatnya, dan mengajarkannya juga. (Suchandra memohon agar Buddha membabarkan tantra, mengajarkan serta menjabarkannya juga)”

Baca juga: Pengantar tentang Kalachakra Tantra

Kalachakra diajarkan oleh Guru kita, Buddha Sakyamuni. Beliau menunjukkan jalan untuk mengaktualisasikan Pencerahan Sempurna Tertinggi di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya di India, pada awal terbitnya bulan purnama pada bulan April/Mei. Selama setahun lamanya Beliau membabarkan Paramitayana yang umum. Secara khusus, di Puncak Grdhrakuta Beliau memutar Roda Dharma tentang Penyempurnaan Kebijaksanaan (Prajna Paramita), Roda Dharma yang tertinggi dan terutama, dari sistem Paramita dalam Mahayana.

Pada saat purnama penuh di bulan Maret/April, dua belas bulan telah berlalu sejak saat Beliau mencapai Kebuddhaan, Buddha membabarkan Paramitayana di Puncak Grdhrakuta. Pada saat yang bersamaan, Beliau memanifestasikan perwujudan yang lain dalam stupa agung Shri Dhanyakataka, yang berada di dekat Shri Parvata di India Selatan, ketika Beliau mengajarkan Mantrayana.

Stupa agung tersebut tingginya lebih dari enam liga (enam yojana) dari puncak hingga ke dasarnya, dan di dalamnya Buddha membentuk dua mandala: yang di bawah adalah mandala Dharmadhatu Vagishvara, yang di atas adalah mandala konstelasi bintang-bintang yang gemilang kemilau. Buddha berada di tengah di atas tahta singa vajra pada mandala agung dari globe vajra, kediaman suka cita agung. Beliau terserap dalam Samadhi Kalachakra, dan berdiri dalam wujud Penguasa mandala.

Pesamuhan yang luar biasa dalam mandala terdiri atas tuan rumah para Buddha, Bodhisattva, para dakini, dewa, naga, serta para dewi. Di luar mandala, sang pemohon merupakan tubuh perwujudan (emanasi) dari Vajrapani, Raja Suchandra dari Shambala.

Beliau secara ajaib datang ke Shri Danyakataka dari Shambala, serta memohon Kalachakra demi pesamuhan pendengar: sembilan puluh enam penguasa wilayah dari sembilan puluh enam teritori agung dalam Shambhala, bersama-sama dengan golongan tuan rumah dari kalangan Bodhisattva, dewa, asura, serta yang lain-lain, yang penuh berkah kemujuran, yang tak terbatas jumlahnya.

Pada pesamuhan, Buddha membabarkan Dhamma yang agung, inisiasi-inisiasi yang duniawi maupun yang transenden, serta meramalkan bahwa mereka akan mencapai Kebuddhaan, kemudian Beliau mengajarkan pada mereka Paramadibuddha, dua belas ribu gatha Tantra Dasar Kalacakra. Raja Suchandra menuliskannya dalam satu kumpulan dan secara menakjubkan kembali ke Shambhala.

Di Shambhala, Suchandra menyusun enam puluh ribu baris ulasan tentang Tantra Dasar. Beliau juga mendirikan sebuah mandala Kalachakra yang terbuat dari bahan-bahan berharga. Setelah menunjuk putranya Sureshvara sebagai raja sekaligus guru Tantra, Beliau mangkat. Banyak raja agung muncul dalam dinasti Shambhala. Kalki Yashas, Kalki Pundarika, dan lain-lain. Mereka menyebabkan Dharma Kalachakra yang luhur bersinar laksana matahari dan rembulan.

Kalachakra berlanjut secara berkesinambungan untuk diwariskan turun-temurun melalui pergantian para kalki (pewaris takhta) Shambhala, bahkan diperkenalkan ulang ke India. Terdapat dua kisah utama tentang bagaimana hal ini terjadi, yaitu cerita yang dikisahkan dalam tradisi Ra dan yang dikisahkan berdasarkan tradisi Dro. (Tradisi Ra dan tradisi Dro akan dibahas di bawah).

Menurut Tradisi Ra, Kalachakra dan ulasan-ulasan terkait yang terkenal sebagai Kumpulan (Tulisan) Bodhisattva, muncul di India selama masa pemerintahan yang berkesinambungan dari tiga raja. Dengan mengambil Bodh Gaya sebagai pusat, ketiga raja tersebut adalah: Dehopala, Sang Penguasa Gajah, di Timur; Jauganga, Sang Penguasa Manusia, di Selatan; serta Kanauj, Sang Penguasa Kuda, di Barat. Pada masa tersebut, Pendeta agung Cilu, yang menguasai semua aspek Buddhadharma, terlahir di Orissa, salah satu dari kelima negeri di Timur India. Cilu mempelajari semua naskah Buddhis di Vihara Ratnagiri, Vikramashila, dan Nalanda. Secara khusus, Beliau belajar di Vihara Ratnagiri yang tidak dihancurkan oleh bangsa Turki.

Cilu menyadari, bahwa, secara umum, dalam rangka mencapai Kebuddhaan dalam satu masa kehidupan, ia akan membutuhkan Mantrayana, dan secara khusus, ia akan membutuhkan klarifikasi tentang doktrin-doktrin ini, yang termaktub dalam Kumpulan Ulasan Bodhisattva.

Mengetahui bahwa ajaran-ajaran ini masih lestari di Shambhala, serta dengan mengandalkan petunjuk dari dewa pelindungnya, ia bergabung dengan para pedagang yang mencari permata di lautan. Setelah bersepakat dengan para pedagang, yang dilaksanakan di seberang lautan, untuk kembali bertemu setelah enam bulan, mereka menempuh jalan yang terpisah.

Cilu maju secara bertahap, dan akhirnya, pada saat mendaki sebuah gunung, ia berjumpa dengan seseorang. Orang itu bertanya padanya, “Ke mana engkau hendak pergi ?” Cilu menjawab, “Aku hendak pergi ke Shambhala untuk mencari Kumpulan Tulisan Bodhisattva.” Orang itu berkata, “Sungguh sulit untuk pergi ke sana, tetapi jika engkau bisa memahaminya, kau akan bisa mendengarkannya, bahkan di sini.”

Cilu menyadari bahwa laki-laki itu merupakan penjelmaan Manjushri. Maka ia bernamaskara, mempersembahkan sebuah mandala, serta memohon petunjuk. Laki-laki itu memberikan semua inisiasi, ulasan-ulasan tantra, serta petunjuk-petunjuk lisan pada Cilu.

Baca juga: Apakah Alam Nusantara Membutuhkan Kalachakra Tantra?

Ia memeluk Cilu, meletakkan sekuntum bunga di kepalanya, serta memberkatinya, berkata, “Pahamilah keseluruhan Kumpulan Bodhisattva.” Demikianlah, bagaikan air yang dituangkan dari sebuah bejana ke dalam bejana lainnya, Cilu memahami keseluruhan Kumpulan Bodhisattva. Ia kembali ke jalan dari mana ia berasal, dan berjumpa dengan para pedagang, lalu kembali ke India Timur.

Menurut Tradisi Dro, Kalachakra diperkenalkan kembali ke India oleh Guru Kalachakrapada. Terdapat satu pasangan yang melatih Yoga Yamantaka, mereka melaksanakan ritual untuk mendapatkan seorang putra sebagaimana diajarkan dalam Yamantaka Tantra, dan memiliki seorang anak laki-laki.

Saat ia tumbuh dewasa, ia mempelajari bahwa di utara, para Bodhisattva sendiri mengajarkan Dharma, maka ia pergi untuk mendengarkan ajaran mereka. Dengan kekuatan kesaktiannya Sang Kalki dari Shambhala mengetahui kemurnian motivasi serta antusiasme sang pemuda terhadap Dharma yang luhur.

Beliau juga mengetahui bahwa seandainya sang pemuda berusaha untuk pergi ke Shambhala, hal ini akan membahayakan kehidupan sang pemuda, karena dibutuhkan empat bulan untuk melewati tanah buangan tandus yang kering kerontang tak berair. Maka Sang Kalki menggunakan sebuah tubuh perwujudan untuk menemui sang pemuda di perbatasan gurun tandus.

Sang Kalki bertanya pada si pemuda, “Ke manakah engkau hendak pergi, dan apakah sebabnya ?” Saat si pemuda memberi tahu niatnya, Sang Kalki pun berkata, “Jalan tersebut sangatlah sukar. Tetapi jika engkau bisa memahami hal-hal ini, tak dapatkah engkau mendengarkannya, bahkan di sini ?”

Sang pemuda menyadari bahwa ini merupakan emanasi penjelmaan Sang Kalki, dan memohon petunjuk darinya. Tepat di tempat tersebut Sang Kalki menginisiasi si pemuda, dan selama empat bulan Beliau mengajarkan padanya Tantra tertinggi terutama tentang tiga ulasan dari Kumpulan Bodhisattva. Bagaikan sebuah bejana yang dipenuhi hingga bagian tutupnya, sang pemuda memahami serta mengingat semua tantra tersebut. Saat ia kembali ke India, ia menjadi terkenal sebagai salah satu perwujudan Manjushri, dan namanya adalah “Kalachakrapada.”

Baik tradisi Ra maupun tradisi Dro menyebutkan bahwa Kalachakra diperkenalkan ke India oleh Cilu dan Kalachakrapada. Kalachakra selanjutnya dipelajari dan dipraktikkan di India, bahkan diperkenalkan ke Tibet. Lagi-lagi, hal ini terjadi melalui tradisi Ra dan Dro yang merupakan dua silsilah utama.

Tradisi Dro berawal dari kunjungan Kashmiri Pandit Somanatha ke Tibet. Somanatha pada awalnya sampai di Tibet di Kharag, dan tinggal di antara klan Ryo. Demi upah seratus satuan setara emas, Somanatha menerjemahkan separuh dari komentar Kalachakra yang agung, Vimalaprabha, ke dalam bahasa Tibet, tetapi pada saat yang bersamaan ia menjadi tidak puas dan menghentikan pekerjaannya.

Ia mengambil emasnya dan catatan awal terjemahannya lalu pergi ke Phan Yul drub. Di sana Chang Wa dari klan Zhang mengangkat Somanatha menjadi gurunya, dan Shayrabdrak dari klan Dro bertindak selaku penerjemah. Somanatha dan Shayrabdrak kemudian menerjemahkan keseluruhan Vimalaprabha.

Tradisi Dro berlanjut pada Lama ChoKuOzer. Lama ini menguasai semua ajaran dari klan Dro, termasuk Kalachakra. Siswanya adalah Lama Galo, yang menguasai baik tradisi Dro maupun tradisi Ra, yang kemudian mewariskannya dalam sebuah silsilah tunggal yang merupakan perpaduan keduanya.

Tradisi Ra berawal dengan Chorab dari klan Ra, keponakan dari penerjemah terkenal Ra Dorjedrak, yang lahir di Nyen Ma Mang Yul. Ra Chorab menghafal dan memahami semua doktrin dari Klan Ra. Kemudian ia berharap bisa mempelajari Kalachakra, maka ia pergi ke pusat Nepal yang mana ia tak henti-hentinya melayani Pandit Samantashri selama lima tahun, sepuluh bulan, dan lima hari lamanya.

Pandit Samantashri menjelaskan semua naskah Kalachakra dan memberikan berbagai inisiasi serta petunjuk-petunjuk lisan pada Chorab. Kemudian Chorab mengundang Samantashri ke Tibet, di mana mereka dengan cermat dan hati-hati menerjemahkan Kalachakra Tantra beserta ulasannya, bersama dengan naskah-naskah pendukungnya.

Tradisi Ra berlanjut melalui putra dan cucu Ra Chorab, dan akhirnya bahkan sampai pada Lama Galo, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Lama Galo mewariskan baik tradisi Dro maupun Ra, dan silsilahnya terus berlanjut melalui guru-guru seperti Buton Rinchendrub dan Tsongkhapa. Studi dan praktik Kalachakra yang berdasarkan tradisi-tradisi Ra dan Dro masih tetap ada bahkan dewasa ini. (www.dalailama.com)

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *