• Thursday, 10 September 2020
  • Sunyaloka
  • 0

Agama Buddha bergerak, dari India ke seluruh dunia, diawali ke sesama Asia kini telah menjangkau pula ke Eropa, Amerika, Australia, dan Afrika. Di setiap tempat meninggalkan jejak. Termasuk di negara-negara yang kemudian agama Buddha tidak lagi eksis secara nyata.

Dari jejak-jejak agama Buddha melewati batas geografis maupun berjalannya waktu, dapat ditemukan berbagai corak agama Buddha. Terkait hal ini, menarik sekali jawaban Doktor Hudaya Kandahjaya ketika menanggapi salah satu pertanyaan dalam Webinar dengan topik “Sang Hyang Kamahayanikan” pada 5 September 2020 yang lalu.

Beliau mengingatkan bahwa corak agama Buddha yang diterapkan di masa lalu di bumi yang sekarang disebut Indonesia adalah lebih awal daripada corak agama Buddha Theravada, Mahayana, maupun Vajrayana yang kita kenal pada masa kini. Jadi yang mengalami penyesuaian tentunya malah yang belakangan.

Ini mengingatkan saat kami membaca arsip teks pidato delegasi Indonesia pada Konferensi ke-9 WFB di Penang, Malaysia, bulan April 1969, yaitu “Kami berusaha memadukan aliran Theravada dan Mahayana menjadi ‘Buddhayana’, yang sedikit banyak mirip dengan apa yang terjadi di Barat dewasa ini, dan yang kami ikuti dengan penuh perhatian.” Lalu setelah itu muncullah pertanyaan, “Kok tidak ada Vajrayana?”

Jawabannya tentu saja cukup dengan mengatakan bahwa pada masa itu pembagian yang dikenal hanyalah Theravada dan Mahayana. Pada masa itu Vajrayana dianggap bagian dari Mahayana, sebagaimana Zen dan Tanah Suci. Baru pada masa belakangan pembagian atas Theravada, Mahayana, dan Vajrayana menjadi lebih populer. Suatu perkembangan hasil penyesuaian baru.

Corak agama Buddha yang menyesuaikan dengan kondisi tentunya masih akan terus berlanjut. Di samping agama Buddha yang bercorak etnis-asal dari berbagai perguruan yang mendunia, juga muncul corak agama Buddha Amerika atau agama Buddha Barat. Jack Kornfield, murid Ajahn Chah, dalam tulisannya “American Buddhism” menyatakan sebagai berikut ini:

Seiring semakin banyak tradisi Buddhis yang dilatih para murid Amerika yang tulus, sebuah kesegaran, integritas, dan pertanyaan telah tumbuh. Kami terbuka untuk saling belajar satu sama lain. Dalam ajaran dan latihan saya sendiri, saya telah mendapatkan banyak manfaat dari keistimewaan belajar dengan para master besar Tibet dan tradisi-tradisi Zen.

Meskipun hati saya sendiri telah menemukan rumahnya dalam kesederhanaan latihan sadar-penuh Theravada, sekarang saya menemukan ajaran saya sendiri yang disebut Suzuki Roshi sebagai “Latihan Hi­nayana dengan sebuah pikiran Mahayana.”

Zen Master Thich Nhat Hanh melalui Plum Village dan Orde Interbeing juga mengembangkan corak agama Buddha Barat yang menggunakan teks-teks agama Buddha awal (early Buddhism) baik dari sumber Pali maupun Sanskerta, esensi itu dibungkus metode dan budaya yang kontekstual.

Menurut beliau, “Bentuk agama Buddha harus berubah supaya esensi ajaran Buddha tetap tidak berubah, esensi ini terdiri atas prinsip-prinsip hidup yang tidak dapat membuahkan formulasi spesifik apa pun.”

=================

Ayo Bantu Buddhazine

Buddhazine adalah media komunitas Buddhis di Indonesia. Kami bekerja dengan prinsip dan standar jurnalisme. Kami tidak dibiayai oleh iklan. Oleh sebab itu, kami membuka donasi untuk kegiatan operasional kami. Jika anda merasa berita-berita kami penting. Mari bordonasi melalui Bank Mandiri KCP. Temanggung 1850001602363 Yayasan Cahaya Bodhi Nusantara

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *